KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI BANDA PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI NGIFI- LARIANGI LIYA, PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

Rabu, 29 September 2010

LANTUNAN SKHEMATIK KISAH ANAK YANG DIRUNDUN DUKA ASAL NEGERI LIYA, NAMUN TETAP SEMANGAT DALAM MEMPERJUANGKAN KEHIDUPAN..

OLEH : ALI HABIU *) 


Foto Saya
Dibawah ini akan di kutif kembali Lantunan kisah seorang anak asal negeri Liya yang hidup dan besar diperantauan tepatnya di Samarinda (http://www.facebook/La Ode Ali Damani) yang kini diharapkan dapat menggugah hati nurani bagi kita semua warga KabaLi dimanapun. Perjuangan mereka terbilang sangat sulit, mengingat sejak kecil sekitar 15 tahun yang lalu mereka bersaudara kembar bernama La Ode Ali Damani dan La Ode Aliadin Damani.  Berhubung Ibunya tak mampu memberi nafkah kehidupan utamanya dalam meraih cita-citanya, maka Mereka berdua sengaja merantau ke Samarinda untuk mencari nafkah kehidupan sekaligus berjuang untuk bisa meraih cita-cita sebagaimana warga Liya lainnya yakni dengan menempuh pendidikan disela-sela kesibukan mereka jadi kuli bangunan atau kuli pelabuhan atau bekerja disektor informal lainnya. Bagi mereka berdua yang penting pekerjaan halal dan mendapatkan penghasilan halal walau hanya cukup pas-pasan kadang tak cukup untuk dipakai dalam belanja makan sebulan. Alhamdulilah, Tuhan YME maha agung, Allah SWT maha mendengar keluah kesah dan doa-doa hambanya yang mengalami kesulitan. Akhirnya dengan penuh ketabanan mereka berdua menjalani kehidupan ini bak ibarat aliran sungai ke hilir, merekpun mengikuti irama itu dan akhirnya mereka berdua selesai jua menamatkan pendidikan pada tingkat SLTA. Suatu rahmat Allah SWT yang tak disangka -sangka telah mereka terima, ternyata La Ode Ali Damani dalam proses mencari bentuk jati diri ditengah menjalani kehidupan yang serba sempit itu, diapun melatih diri olah kanuk ragan melalui sanggar Tinju Samarinda. Dan waktupun berjalan kini dia sudah mendapatkan hasil dari kerja dan usaha kerasnya untuk menjadi ahli tinju dan betul terkabul. Kini dia beberapa tahun belakangan ini tak ada yang tak kenal di kelah bulu dia selalu menjuarai pertandingan tinju kawasan Kalimantan dan medalipun di rumahnya berhamburan. Berkat hasil tinju itu diapun dilirik oleh pemerintah daerah kota samarinda untuk dijadikan pegawai Pol PP dan Alhamdulillah kini dia juga sudah diangkat menjadi pegawai negeri dikesatuan Pol PP Kota Samarinda. Sementara itu adiknya bernama La Ode Aliadin Damani kini tetap melanjutkan pendidikan pada jenjang Strata satu (S-1) pada perguruan  tinggi swasta ternama di Samarinda dan tak lama lagi diapun akan mendapatkan gelar kesarjanaan atas perjuangannya itu. Dan satu lagi menjadi catatan kita semua bahwa ditengah himpitan ekonomi dan ketidakadilan mereka dapatkan dalam memperjuangkan kehihidupan ini, rupanya bagi La Ode Aliadin Damani tidak membuat gentar sedikitpun, bahkan dia makin haus mencari perubahan fundamental utamanya dalam menumbuhkan visi dan karakter jiwa kemahasiswaannya. Maka diapun aktif dalam menggeluti Lembaga HMI cabang Samarinda dan tidak main-main rupanya Tuhan YME memberkahi setiap usaha hamba-hambanya yang sabar dan tawadduw, kini diapun menjadi salah satu aktivis kenamaan dikalangan mahasiswa di Samarinda yang getol memperjuangkan nasib rakyat, nasib sesama anak-anak perantauan di Kalimantan Timur khususnya Samarinda.

Inilah sekelimut Biografi La Ode Aliadin Damani yang dikutif dari sumber  web blogs http://www.laodealiadin@blogspot.com, sebagai berikut :
La Ode Aliadin yang biasa di panggil adhin kembar di lahirkan di desa liya mawi kecamatan wangi-wangi (sekarang wangi-wangi selatan) pada tanggal 28 Februari 1986 adalah anak tertua dari pasangan La Ode Yai Ope Bin La Ode Ope dengan Wa Ode Sani Binti La Ode Damani (Almarhumah tahun 2008).Sekolah Dasar (SD) di tamatkan di SD Bira desa Liya Mawi pada Tahun 1996, tamat SMP di SMP Negeri 3 Wangi - wangi pada tahun 1999.
karena dilahirkan sebagai orang yang tidak mampu secara ekonomi di tambah dengan orang tua yang telah berpisah sejak saya berumur 2 tahun, memaksa saya untuk memilih mencari nafkah dibanding sekolah. setamat SMP kemudian merantau ke Kota Kendari pada tahun 1999 dan bekerja sebagai karyawan sebuah toko. pada tahun 2000 merantau ke kota samarinda dan bekerja sebagai buruh bangunan, pada tahun 2002 menjadi TKI di Malaysia namun hanya 2 bulan kembali lagi ke Samarinda karena tidak mau disebut sebagai pendatang haram di malaysia. masa - masa itu adalah masa pencarian jati diri yang sangat melelahkan namun pada tahun 2003 bertemu dengan seorang yang saya anggap sebagai malaikat penolong yang kemudian memotivasi untuk melanjutkan sekolah dan sayapun mendaftar di SMA al-Ma'rif NU yang kemudian di terima di SMA itu.
selama SMA membiayai sekolah sambil bekerja sebagai Buruh Bangunan, Buruh Pelabuhan, tukang parkir, Wakar, dan terakhir sebagai karyawan produksi es Balok. tahun 2005 tamat SMA kemudian bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) sebuah kapal nelayan di perairan Berau utuk modal Kuliah nantinya. tahun 2006 mendaftar kuliah di IKIP PGRI Kaltim Samarinda dan diterima di Fakultas IPS jurusan Pendidikan Ekonomi.
tahun kedua (2007-2008 kuliah dipercayakan untuk memegang amanah sebagai sekretaris Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) IKIP PGRI Kaltim Samarinda. tahun ketiga (2009-2010) dipercaya kembali sebagai Sekretaris Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IKIP PGRI.
Selain itu juga pernah menjabat sebagai sekretaris Pusat Studi Peradaban (PSP) Yayasan Gemlang Kaltim (2007-2008),
Ketua Umum HMI Komisariat IKIP PGRI Kaltim (2008-2009),
Ketua Umum Presidium Mahasiswa PGRI Seluruh Indonesia (PMPSI) Wilayah Kaltim (2008-2010),
Ketua Bidang Sosial Budaya Himpunan Mahasiswa Buton (HIMAB) Kaltim (2008-2009),
Ketua Bidang Kaderisasi dan Organisasi Himpunan Mahasiswa Buton (HIMAB) Kaltim (2009-2011),
Sekretaris Bidang Pembinaan Aparatur Organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Samarinda.
Ketua Bidang Pendidikan dan Latihan Ikatan Mahasiswa Pelajar pemuda pemudi Anak Negeri Wakatobi (IMPPIAN WAKATOBI) Kalimantan timur (tahun 2008-2011),
pendiri sekaligus Ketua Lembaga Pengembangan Kreatifitas Mahasiswa (LPKM) Kaltim,
Mari bersama kita do’akan mudah-mudahan kelak tuhan dapat memberi kabulan atas niat dan perjuangan selama ini dalam membangun pondasi keluarga mereka dan sebagai contoh suri tauladan dikalangan warga Liya diperantauan. Kelak ditangan mereka inilah diharapkan dapat menjadi soko guru bagi perubahan-perubahan kemasyarakatan lebih baik utamanya dalam menata kehidupan sosial budaya dimana mereka berada. semoga ?. 

Berikut inilah kisah perjalanan mereka yang dilantumkan dalam bentuk syair puitis dan baik untuk dicankam bagi seluruh warga KabaLi di Indonesia. 

Ibu, apa kabarmu disana, semoga engkau bahagia, tenang, dan senang dalam damai. Adakah engkau merindukan kami yang kini merindukanmu, berharap dapat berjumpa denganmu walau dalam mimpi yg sejenak, kemudian pergi berlalu seiring pagi yg menjelma. 

Dua tahun telah berlalu, kami hidup tanpa belaian kasih sayangmu, tanpa canda tawamu menghiasi hari-hari penuh perjuangan, tiada lagi kata-kata bijak darimu yg berdengung ditelinga kami yang nakal. 

Dua tahun itu pula kami menjalani hidup sebatang kara, mencoba bertahan walau kadang ragu akan mampu bertahan. 

Peristiwa dua tahun lalu adalah peristiwa yg sangat mencengangkan bagiku dan adik-adikku, bukan karna aku belum siap menjadi ayah, ibu sekaligus kakak bagi mereka, tapi karna aku belum siap utk kehilanganmu, masih banyak jasa dan pengorbananmu yang belum sempat terbalas olehku, belum puas rasanya aku melihat senyummu yang cantik, juga tawamu yang mempesona jiwaku.Hingga usiaku yang kini telah menginjak dewasa, belum pernah sekalipun aku merasa bosan dengan sentuhan belaian kasihmu. 

Walaupun aku seringkali berjauhan denganmu, namun tatapan mata indahmu sering membuatku rindu. 

Jika aku berada jauh dirantau orang, suara syahdumu yang berwibawa keibuan selalu memaksaku utk kembali dipelukanmu. 

Kini, mampukah aku meratap cengeng mengharap pelukan hangatmu, sementara engkau telah berada disisi_Nya. 

Haruskah aku menggali lahadmu, mengangkat jasadmu dan mencium keningmu yg telah menyatu dengan bumi. Atau, haruskah aku mengajak adik-adikku duduk bersila meratapi kuburmu, mengharap bayangmu datang membelai kami yang merindu, haruskah aku mengajarkan adik-adikku tentang keputus-asaan dan mengalah menghadapi takdirnya sebagai anak-anak yatim-piatu. 

Masih teringat jelas diimajinasiku, saat engkau hendak menyahut panggilan Sang Pencipta, engkau menyuruhku untuk menitipkan adik-adikku di panti asuhan jika engkau benar-benar pergi. 

Tidak ibu, seperti janjiku padamu waktu itu, adik-adikku adalah tanggung jawabku, perjuanganku saat ini semua untuk mereka, merekalah yang menguatkan aku, mereka pulalah yang membuatku semangat menjalani hidup tanpamu. 

Saat engkau terbaring kaku, aku menangis, air mataku jatuh berderai tiada henti, hatiku pilu, jiwaku terhiris, terluka tanpa darah. Masih banyak yang ingin aku tanyakan padamu, terlalu banyak yang ingin aku pelajari darimu, engkau telah mengajarkan aku tentang arti sebuah kehidupan, memberikan aku contoh nyata tentang ibu yang berjuang tanpa pendamping yang menyertai perjuanganmu. 

Kalimat-kalimat bijakmu seringkali aku abaikan, terlalu banyak nasehat-nasehatmu yang aku sepelekan, kadang engkau memelukku mesra, hingga air matamu jatuh menetes dipiring nasiku saat aku membangkang keinginanmu. 

Pernah juga engkau berlari hingga terhuyung saat aku mengejarmu dengan sebilah kayu hendak memukulkannya padamu.  Namun engkau tak pernah melontarkan caci maki terhadapku, malah selalu tersenyum dan menatapku dengan tatapan syahdu, hingga akhirnya engkau akan meredakan amarah kekanakanku dengan belaian ikhlasmu. 

Aku teringat disuatu petang, engkau menyuruhku memijat punggungmu yang letih setelah penat bekerja seharian, namun saat itu aku malah mencari-cari alasan hanya untuk menghindar dari berbakti padamu. 

Begitu tega diriku yang tidak tahu balas budi, begitu hina diriku yang tidak bisa berterima kasih padamu. Engkau membanting tulang siang dan malam seorang diri, hanya untuk menghidupi kami, engkau bekerja tanpa mengenal lelah hanya agar kami bahagia. Namun apa balasan kami terhadapmu, hanya linangan air mata yang menetes sambil membelakangi kami, senyuman yang kau pamerkan dihadapan kami ternyata tangisan yang engkau sembunyikan. 

Dihadapan kami, engkau tampakkan semangat yang menggebu, engkau perlihatkan ketegaran yang menggelora, namun dikamarmu, saat engkau seorang diri, ternyata engkau merintih menahan sakit yang semakin lama semakin menggerogoti tubuhmu. Engkau berjuang melawan derita yang berkepanjangan, derita seorang ibu yang harus menafkahi enam orang anaknya seorang diri. Dan kemudian, derita seorang pesakitan yang melawan maut. Hingga akhirnya senyum itu tak sanggup lagi menutupi deritamu. Ditengah malam buta, engkau harus kami larikan kerumah sakit, akibat dari penyakit yang tak mampu lagi engkau sembunyikan. 

Hingga beberapa hari dirumah sakit, engkau memintaku untuk membawamu pulang dan berobat dirumah saja. Ternyata hal itu bukan karena engkau telah berangsur pulih tapi karena engkau sadar bahwa, jika harus berlama-lama dirumah sakit itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan itu sangat berat bagimu, lebih tepatnya bagi kita, ibu. 

Saat engkau menyuruhku duduk bersila didekat pembaringanmu, disebuah ruangan beralaskan tikar yg telah usang, lalu engkau meletakkan kepalamu dipangkuanku seraya berucap dengan sedikit terbata-bata "Nak, jika engkau tetap berkeras untuk tidak menitipkan adik-adikmu di panti asuhan, maka jagalah mereka baik-baik, Ibu hanya akan bahagia jika melihat kamu dan adik-adikmu bisa menjadi manusia-manusia yang bermanfaat, bermanfaat bagi diri sendiri dan juga bagi orang lain." Ibu, asal ibu ketahui, kalimat itulah yang membuatku masih mampu berjuang hingga saat ini, karena sesaat saja aku lupa dengan kalimat itu, mungkin aku akan lebih memilih menyertaimu kesana, kealammu saat ini. 

Yang tak pernah mampu aku bayangkan hingga saat ini, ternyata itulah kalimat terakhir yang aku dengar terucap dari bibir manismu, sambil mengukir senyum indah serta tarikan nafas lembut yang tak berulang, engkau pergi keharibaan_Nya meninggalkan kami yang terlena pada dunia. Hingga akhirnya, hanya penyesalanlah yang mengiringi air mata yang seakan menertawakan kami, tertawa serta mengolok diriku yang merugi, rugi karena tidak sempat membalas segala budi dan jasamu. 

Curahan ini aku tulis dalam lembaran asa, pulpennya adalah semangat, dan bertintakan air mata saat mengenang dirimu yang jauh disana. Semoga semangatmu dalam melahirkan serta membesarkan aku dan kelima saudaraku menjadi semangat yang mengiringiku agar tetap tabah dan sabar untuk mengantarkan mereka kepada masa depan yang lebih baik, seperti yang telah engkau wasiatkan padaku. ****

Merdeka Mako.....!!!!

*) Pemerhati Masalah-Maslaah Sosial Politik dan pembangunan.