KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI BANDA PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI NGIFI- LARIANGI LIYA, PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

Jumat, 04 Februari 2011

PERSON DARI BADAN INTELIJEN NEGARA SUDAH MENJAJAKI KERATON LIYA

OLEH : ALI HABIU



Alhamdulillah puji dan syukur tak lupa senantiasa selalu diucapkan kehadirat sang halik Tuhan Tang Maha Esa, Allah Subhana wata'alah atas segala petunjuk yang baik diberikan kepada masyarakat Keraton Liya sehingga pada akhir bulan Januari 2011 lalu telah berkunjung seorang petugas dari Badan Intelijen Negara untuk menjajaki segala persoalan informasi yang telah dipublisher di alam maya lewat media internet tentang keberadaan Raja Liya beserta Patih Gajah Mada dan benda cagar budaya lainnya. Orang ini bernama Eka Garlita pangkat Kapten dari kesatuan ABRI dan tugas operasional di Maluku. Dalam penjejakannya di Keraton Liya ditemani oleh salah seorang pelatih seni budaya Liya bernama La Alidu untuk  menemani dalam mengamati leliling benteng keraton Liya; mengamati Lawang, Lingga dan Miomi juga mengamati Kuburan Haji A.Muhammad di Kohondao dan terakhir diantar ke Kapal Tosoro di Mandati. Dalam penjejakannya sambil mengamati sekaligus dia bercerita kepada La Alidu bahwa Kapal Toroso ini kalau di pulau jawa dinamakan Tordau dan dia memastikan usia Kapal Tosoro yang berada di Mandati Tonga ini telah berusia ribuan tahun lamanya. Hal ini dengan membuktikan secara fisikal - arkiologis langsung di lapangan yakni dengan meremas-remas jenis batuan tertentu yang terdapat di lereng Kapal Tosoro dan langsung dapat diketahui usianya. Demikian pula dia katakan bahwa Kerajaan Liya secara linier ada hubungan dengan Kerajaan Jogya/Solo Jawa Tengah dengan pembuktian dengan memberikan contoh pohon Sirikaya yang banyak terdapat dalam lingkup benteng Keraton Liya. Katanya Sirikaya ini merupakan buah persembahan buat Raja Jogya/Solo dan ditanam khusus di kawasan keraton disana, bahkan pohon induknya yang samapi saat ini masih dikeramatkan  saat ini masih terdapat di Jawa Tengah. Selanjutnya dia menanyakan sesuatu yang penting ke pengantarnya yakni La Alidu bahwa "apakah kamu tahu dimana kuburan Patih...."?! Dan Alidu menjawabnya : "saya belum tahu nanti saya tanyakan kembali" !! Dia bilang bahwa dengan mempelajari eksistensi lingkup Keraton Liya dan Kapala Tosoro ini serta benda-benda cagar budaya lainnya kemudian diapun pastikan bahwa kuburan Patih Gajah Mada terdapat di pulau ini. Masyaallah.... maha suci engkau yaa Allah, tuhan yang tak dapat dipersekutukan dengan apapun.  Mudah-mudahan tak memakan waktu lama lagi engkau sudah buka rahasia kekuasaan Kerajaan Liya pada zamannya yang  amat tersohor itu. Saat ini sedang berkembang sebagian peneliti sejarah asal wolio sudah berani menyebutkan bahwa Si Panjonga adalah merupakan Raja LIya Pertama berkuasa sekitar Abad XII, dan merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan-kerajaan lain di Kawasan Timur Indonesia. Tak salah lagi kata La Ode Unga Wathullah dan La Ode Ware bahwa di Liya ini merupakan negeri penuh rahasia yang akan memunculkan dirinya sendiri di saat waktu yang tepat. ****

Kamis, 03 Februari 2011

SURAT KE MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARAWISATA UNTUK PENINGKATAN STATUS DESA LIYA BESAR MENJADI DESA WISATA BUDAYA NASIONAL TAHUN 2012.

Kendari, 23 Desember 2010 


Nomor : 23/P.KABALI/XII/2010 
Lampiran : ----- 

Kepada Yth, Menteri Kebudayaan dan Parawisata Republik Indonesia

Di. Jakarta. 

Perihal : Minta Fasilitasi Desa-Desa Lingkup Kawasan Benteng Keraton Liya Kepulauan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi Menjadi Desa Wisata Budaya Nasional Tahun 2012. 


Dengan ini disampaikan kepada Bapak bahwa dalam rangka mendukung ditetapkannya pulau Hoga Kabupaten Wakatobi sebagai Destinasi Parawisata Nasional dan Internasional dengan keunggulan Wisata Bawah Laut di Segi Tiga Karang Dunia, maka kami dari Pengurus Pusat Lembaga Forum Komunikasi KabaLi Indonesia sejak tahun 2010 lalu telah bergegas menyiapkan berbagai potensi nilai-nilai Seni Budaya tradisional peninggalan leluhur Keraton Liya yang sudah ada sejak pertengahan abad XV lalu berupa sejumlah tarian tradisional dan atraksi tradisional untuk menjadi Obyek Wisata Budaya lingkup Liya Besar meliputi Desa Liya Togo, Liya Bahari, Liya mawi, One Melangka dan Wisata Kolo Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara. 

Berbagai potensi seni budaya dimaksud saat ini secara bertahap sudah dikelolah melslui Sanggar Seni Budaya KabaLI Liya dan sudah bisa ditampilkan di publik walaupun tentu sangat kami sadari masih banyak kekurangan utamanya menyangkut fasilitas aksesoris dan pakaian kelengkapan penari, instrumentasi alat-alat penunjang seperti gendang, gong serta honorarium pelatih tari dan lain sebagainya. Dilain pihak Desa Liya besar dalam kawasan Benteng Keraton Liya pada zamannya hingga tahun 1970-an masih terdapat potensi berbagai pengrajin lokal; berupa pengrajin tenung kain dan/atau tenung sarung tradisional, tembikar, besi, tembaga, perak dan emas bermotif tradisional, namun sayang sekali potensi ini sudah mulai memudar bahkan musnah sama sekali akibat kurangnya pembinaan yang mesti dilakukan secara berkala oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Buton (kabupaten induk) dan Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi. 

Pembinaan itu bisa berupa : peningkatan keterampilan para generasi pengrajin maupun permodalan bergilir. Dampak kurangnya pembinaan pemerintah mengakibatkan komunitas kelompok keluarga yang tadinya bergelut dalam bidang profesi ini kini telah berubah fungsi menjadi nelayan, pedagang dan pekebun sekalipun hampir sebagian besar peralatan mereka masih terdapat utuh disimpan di rumah-rumah kediaman mereka di Liya. 

Selain hal tersebut pada zamannya di desa Liya ini terdapat Pasar Tradisional bertradisi leluhur yakni mulai dari menghampar jualan sampai dengan menjual kepada konsumen disertai sejumlah nyanyian-nyanyian tradisi tutur tertentu sebagai penariknya dan kemudian Pasar Tradisional tersebut mulai bubar Tahun 1972-an karena sudah tidak lagi didukung oleh program pemerintah pemerintah pusat sekalipun kini lokasi Pasar Tradisional tersebut masih ada bekas-bekasnya dan utuh keasliannya. 

Berkenaan dengan dimaksud di atas, mohon bantuan Bapak Menteri kiranya dapat kami di fasilitasi sekaligus diberikan proritas dukungan kebijakan sesuai arah kebijakan dan strategi nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 Kementerian Kebudayaan dan Parawisata Republik Indonesia dalam kaitannya untuk segera meningkatkan status desa Liya besar (meliputi : desa Liya Togo, desa Liya bahari, Liya Mawi, desa One Melangka, desa Wisata Kolo) dalam kawasan Benteng Keraton Liya Kepulauan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara dapat diangkat statusnya menjadi Desa Wisata Budaya Nasional Tahun 2012 dalam kaitannya dengan sinkronisasi program kegiatan Wisata Bawah Laut di pulau Hoga Kabupaten Wakatobi dimana Kebupaten Wakatobi sudah menjadi Destinasi Parawisata Nasional dan Internasional agar komunitas masyarakat budaya di desa ini dapat meningkat perekonomiannya sekaligus kedepan dapat memberikan konstribusi bagi pendapatan Negara disektor wisata budaya. Dalam kaitan ini kami sangat mengharapkan kiranya Lembaga kebudayaan yang kami kelolah bisa bekerja sama dengan jajaran instansional Kementerian Kebudayaan Dan Parawisata khususnya dibidang pengembangan dan pelestarian adat istiadat, tradisi dan seni budaya tradisional dalam rangka mempertahankan jati diri dan tradisi leluhur, identitas bangsa Indonesia yang amat tersohor pada zamannya. 

Sehubungan hal itu, kami menunggu resfonsibilitas Bapak Menteri dan kiranya dapat segera menurunkan Tim investigasi dan pengembangan (Research and Development) untuk segera ke lapangan mengunjungi desa Liya besar dalam kawasan Benteng Keraton Liya Kepulauan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi untuk dapat menilai segala sesuatunya memungkinkan desa Liya besar menjadi Desa Wisata Budaya Nasional Tahun 2012 mendatang. 

Demikian yang dapat kami sampaikan, atas perhatian Bapak tak lupa diucapkan terima kasih.

BADAN PENGURUS PUSAT 
LEMBAGA FORUM KOMUNIKASI KABALI 


                K e t u a,                                                   Sekretaris, 


  Ir. L.M.ALI HABIU,AMts.,M.Si                          UMAR ODE HASANI,SP.,M.Si 


Tembusan: 
  1. Presiden Republik Indonesia di Jakarta; 
  2. Ketua DPD Republik Indonesia di Jakarta;
  3. Ketua DPR Republik Indonesia di Jakarta; 
  4. Kementerian Dalam Negeri dan Otonomi Daerah di Jakarta; 
  5. Gubernur Sulawesi Tenggara di Kendari;, 
  6. Bupati Wakatobi di Wangi-Wangi; 
  7. Direktur Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film Kementerian Budpar Republik Indonesia di Jakarta; 
  8. Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara di Kendari; 
  9. Ketua DPRD Kabupaten Wakatobi di Wangi-Wangi; 
  10. Kepala Dinas Kebudayaan dan Parawisata Provinsi Sulawesi Tenggara di kendari; 
  11. Kepala Balai Pelestarian dan Peninggalan Purbakala di Makassar; 
  12. Badan Pendiri Forkom KABALI pusat (sebagai laporan) di Kendari; 
  13. A r s I p.--.

SURAT PENGAKUAN RAHMAD HARDIANTO BAHWA SIPANJONGA ADALAH RAJA LIYA PERTAMA DAN BETOAMBARI ADALAH LELUHURNYA ORANG LIYA.

Rahmad Hardianto 04 Februari jam 11:24 Balas 
• Laporkan Ass.wr.wb. Pak Ali Habiu, 


Terima kasih sudah mengingatkan untuk saya nantinya mengirimkan silsilah yang sementara saya buat. Insya ALLAH akan saya kirim kalau sudah FIX, dimana nantinya mungkin ada bagian-bagian yang untuk saat ini harus saya sembunyikan. Berikut akan saya jelaskan kenapa ada yang harus saya tidak tampilkan nantinya (untuk saat ini). Pak Ali Habiu, dini hari (menjelang subuh) tadi saya alhamdulillah kembali dikasih petunjuk dari ALLAH tentang siapa leluhur saya. Seorang yang sangat-sangat besar di Indonesia, bahkan mungkin juga dunia. Yang pasti, untuk saat ini, saya tidak akan mengungkapkan mengenai siapa beliau yang saya maksud. Padahal, sampai kemarin sore & semalam, saya masih ingin memasukkan nama beliau dalam silsilah yang sementara saya gambar di komputer. Namun, selesai shalat subuh di masjid tadi, saya merenung, yakni jika saya memasukkan namanya dalam silsilah & silsilah itu pada akhirnya jatuh (garis finish-nya) di saya, maka peluang yang terjadi adalah saat ini orang-orang akan berubah menjadi mentertawai saya & mungkin akan menganggap saya sudah gila (atau lagi stress). Karena itu, sambil mendengarkan kuliah agama subuh tadi, saya berpikir keras, bagaimana supaya secara halus, saya bisa menyembunyikan mengenai nama & kebesaran leluhur saya yang satu itu. Saya terangkan: Dari garis ibu, silsilah saya jelas adalah dari Sipanjonga. Walau saya tau nama aslinya, tetapi hanya nama julukannya-lah yang akan saya pasang di silsilah. Itu demi untuk tidak dikultuskannya diri beliau sang pendiri Kerajaan Liya, Kerajaan Buton, Kerajaan Muna, Kerajaan Moronene, Kerajaan Mekongga, Kerajaan Konawe, & kalau tidak salah (soalnya saya belum terlalu yakin untuk yang terakhir ini, mengingat datanya untuk Kerajaan Ternate masih tidak terlalu kuat) beliau juga adalah pendiri Kerajaan Ternate. Saya ulangi, silsilah saya dari garis ibu adalah dari Sipanjonga, sang leluhur orang-orang Liya & kemudian diakui jadi leluhurnya juga orang-orang di kerajaan-kerajaan lainnya di atas (ada yang benar, ada juga yang hanya mengaku-ngaku). Dari Sipanjonga, menurun sampai ke Sultan Murhum yang berasal dari campuran "darah" Liya-Buton-Muna. Dari Sultan Murhum, silsilah saya berlanjut ke garis keturunan Tanailandu, namun ada juga selipan garis keturunan Kumbewaha, tetapi kembali lagi ke Tanailandu (Abdul Ganiyu, sang Kenepulu Bula) sampai ke kakek saya (Lakina Batauga), yang akhirnya menikahi wanita Muna (mungkin demi memperkuat kembali kekerabatan dgn orang-orang Muna). Adapun, silsilah saya dari garis bapak (ayah saya) adalah benar-benar senantiasa murni (turun-temurun) dari Liya (Sipanjonga). Tidak ada campuran dari suku lainnya. Walaupun misalnya ada pernikahan dgn suku lain, namun para buyut saya dari Liya, alhamdulillah sang LAKI-LAKI-nya selalu adalah orang Liya. Begitu murni terjaga garis keturunan saya dari garis bapak saya, hingga ke kakek saya yang hanya jadi imam di masjid Keraton Liya. Oya, etika kakek saya jadi imam di masjid Keraton Liya, saat itu yang jadi Lakina Liya dalah Laode Taru (bapaknya Ali Bosa kalau tidak salah..) yang berasal dari Wolio, bukan murni dari Liya. Dulu-dulu-nya jujur saya sangat kecewa karena di nama saya, di nama bapak saya, & terus ke atas di nama-nama buyut saya tidak ada kata "ODE" (LA ODE) -nya. Padahal kalau dari garis mama (ibu), begitu jelas ODE-nya. Oya, hanya untuk informasi saja, ibu Wa Ode Maasra Manarfa adalah tante saya. Saya dulu benar-benar kecewa karena tidak ada ODE dari garis bapak saya. Bukannya saya gila akan gelar ODE, cuman saya heran saja, kenapa sifat-sifat luhur dari leluhur di garis bapak saya (saya ketahui dari cerita-cerita para tetua di Liya) tidak diperjelas dgn kata ODE. Padahal, menurut saya, sifat-sifat luhur yang ada pada buyut-buyut saya itu adalah seharusnya dimiliki para bangsawan. Itu semua akhirnya terjawab (walau belum terjawab FULL) ketika saya menginjakkan kaki kembali di Liya (pada tahun 2008 lalu) setelah belasan tahun meninggalkan Liya. Saat itu, saya sebagai anak bungsu, menjadi wakil dari bapak saya untuk mengurus pertikaian yang tengah terjadi dalam keluarga besar, yakni mengenai masalah tanah-tanah warisan kakek saya (imam masjid Keraton Liya). Kakak-kakak saya saat itu sedang sibuk semua, baik ada yang menjadi kepala bank, ada yang tengah menemani suaminya yang sedang kuliah S-3 di Australia, & ada yang lagi sibuk dgn proyek-proyeknya. Oya, saya adalah bungsu dari 4 bersaudara (3 orang kakak kandung saya). Kejelasan alasan kenapa buyut-buyut saya tidak ada yang dipasangi ODE di depan namanya akhirnya saya ketahui dari salah seorang sepupu bapak saya, yakni seorang nenek yang sudah berusia lanjut. Saat itu usianya sudah 120 tahun lebih (padahal bapak saya baru sekitar 70 tahunan saat itu), namun kekuatan badan & daya ingatnya layaknya seperti masih umur 60 tahunan. Hebatnya lagi, shalatnya tetap terjaga di usianya yang sudah sangat lanjut itu. Sang nenek (sepupu bapak saya) itu pada akhirnya mengisahkan ke saya tentang leluhur orang-orang Liya. Memang tidak sepenuhnya jelas, karena ada bagian-bagian peristiwa yang "terpotong" atau tidak diingatnya. Alhamdulillahnya, masih di sekitar Liya, saya bertemu nenek lain yang saya yakin sama sekali tidak ada kaitan darahnya dgn saya. Dia meyakinkan saya bahwa pertemuan saya dgn dia itu ada maknanya. Kata sang nenek, banyak orang yang bercita-cita besar (semisal untuk menjadi presiden atau jabatan-jabatan tinggi lainnya) berusaha mencarinya, tetapi mereka ada yang tidak bisa menemuinya karena si nenek itu juga senang bepergian keluar pulau. Si nenek benar-benar meyakinkan saya bahwa peristiwa dipertemukannya saya dgn dia sebenarnya sudah "diatur". Saat itu saya (demi alasan bersopan santun) hanya diam saja mendengar semua ucapan si nenek. Mungkin karena si nenek itu merasa bahwa saya tidak yakin, jadinya si nenek mengajak saya ke suatu tempat & menunjukkan suatu makam yang katanya adalah orang besarnya negeri "ini" (berulang kali dia katakan tentang hal itu). Di sana saya dimintanya untuk beberapa waktu diam merenungkan diri saja (sambil dia berzikir), terus (setelah dia selesai berzikir) si nenek meminta saya mendoakan arwah "orang" di makam itu, akhirnya meminta saya mengikuti kata-katanya yang saya nilai adalah suatu BATATA berupa permohonan kepada ALLAH (melalui para wali ALLAH di dunia) akan semua cita-cita besar & luhur yang ingin saya capai & tuju. Sepulang dari Liya, sekitar hampir sebulan kemudian, saya mendapat kabar bahwa sepupu bapak saya (sang nenek berusia 120 tahun lebih) meninggal dunia. Saya saat itu jadi berpikir, apa mungkin sepupu ayah saya itu dipanjangkan umurnya sampai saya bertemu dgn dia..? Itu cuma jadi pikiran saya... Meskipun sudah mulai jelas, siapa-siapa leluhur saya dari garis bapak, namun ada bagian-bagian penting yang masih agak kurang jelas. Alhamdulillah, di facebook saya dipertemukan ALLAH untuk mengenal & bisa bertanya pada Pak Ali Habiu & abang Ali Ahmadi yang merupakan saudara-saudara saya sesama orang Liya. Memang saya juga sudah bertanya pada orang-orang yang saya pikir mengetahui benar akan "rahasia" Buton. Terbantu juga memang dengan info-info mereka. Namun, saya akui, bagian terbesar yang membuat semuanya menjadi terang adalah info dari sebagian tulisan di blog Pak Ali Habiu yang meminta kita semua yang mengaku orang Buton agar memikirkan sejarah Liya (sambil membeberkan fakta-fakta yang ada tetapi mungkin masih kurang jelas oleh Pak Ali Habiu). Jujur, saya benar-benar berterima kasih dgn ajakan untuk merenungkan itu, Pak Ali Habiu. Karena itu, ketika beberapa hari lalu ada orang-orang yang terang-terangan mengejek & mentertawai isi tulisan-tulisan Pak Ali Habiu (mungkin di pikiran mereka Pak Ali Habiu tidak lebih adalah seorang yang stress atau mungkin mau hampir gila, tabe..) saya langsung mengirim pesan agar Pak Ali Habiu meresponnya sambil saya berjanji akan tampil membela Pak Ali Habiu andai ada yang kembali "menyerang" lagi Pak Ali Habiu. Sayang sekali.., mungkin karena kematangan emosi Pak Ali Habiu (MOSEGA-nya orang Liya kan tidak selamanya harus ditunjukkan langsung di', Pak Ali Habiu..?), beberapa hari lalu Pak Ali Habiu hanya merespon seadanya di grup Mia Patamiana. Namun, alhamdulillah.., tampil juga abang Ali Ahmadi yang menyindir keras orang-orang yang sudah terang-terangan menghina Pak Ali Habiu. Saya saat itu belum melihat kesempatan untuk tampil membela Pak Ali habiu, karena mereka tidak merespon sindiran abang Ali Ahmadi. Kesempatan saya membalikkan mereka adalah kemarin. Moment-nya benar-benar pas untuk saya menunjukkan bukti-bukti terkait info dari pak Ali Habiu (lewat opini & silsilah yang sedang saya buat). Sekaligus saya benar-benar menyerang mereka-mereka yang hanya berani (PENGECUT) mengkritik bahkan menghina orang lain dgn TIDAK BERANI menunjukkan diri asli mereka. Hanya lewat "topeng" saja, sesuatu yang sangat2 berbeda dgn kita-kita orang Liya. Saya misalnya, beberapa waktu lalu sangat terang-terangan menyatakan bahwa WALIKOTA BAU-BAU HARI INI ADALAH SEORANG YANG "BODOH" & MELAKUKAN KESALAHAN-KESALAHAN FATAL". Saya melakukan itu diawali dgn BISMILLAH saja. Tentu saja saya insya ALLAH siap menghadapi resikonya. Dalam minggu ini, saya masih akan "MENYERANG" walikota Bau-Bau, terkait kebijakan atau diamnya dia mengenai kondisi di sekitar makam Betoambari. 

DEMI ALLAH.., BENAR-BENAR DEMI ALLAH.., BETOAMBARI ITU ADALAH LELUHUR ORANG LIYA. Saya tidak akan pernah ikhlas melihat kenyataan di sekitar makam leluhur saya diwarnai kemaksiatan seperti itu... Mohon.., sangat-sangat saya memohon agar Pak Ali Habiu & abang Ali Ahmadi juga menentang kondisi itu... ... 

Demikian dulu dari saya. Maaf saya menulis begini banyak. Tabe jika sekiranya ada kata-kata saya yang terlihat sombong atau tidak sopan. Insya ALLAH tidak ada maksud saya seperti itu (misal dinilai sombong..) & mohon maaf jika terlihat seperti itu. Tabe... Salam, La Hardi****

Sumber :http://www.facebook.com/home.php?sk=group_151044274944488&notif_t=group_activity#!/?sk=messages&tid=1531044756860

Sabtu, 29 Januari 2011

MENGENANG KUTIPAN TERAKHIR DALAM BUKU BUNGA RAMPAI BUDAYA BUTUNI OLEH MENDIANG AYAHANDA DR.(HC) LA ODE UNGA WATHULLAH

OLEH : ALI HABIU


BAGI RENUNGAN BERFIKIRNYA ANAK-ANAK GENERASI ZAMAN KINI AKAN KEADAAN BUTUNI DAHULU-SEKARANG DAN YANG AKAN DATANG 


Aku Putri Butuni, tujuh bersaudara. Mula-mula Inggeris –Belanda yang menggaliku di bukit Walompo alias Kabongka. Kemudian menyusul pemuda kesatria asal Jepang menyelamiku di selat Butuni yang dinamai “Palabusa”. Lalu sekarang ini menyusul lagi Goolf Oil, dan Conoco, adalah campuran bangsa-bangsa yang akan menggaliku dan berpusat di Wakalambe dan di laut Umala Oge...., maka akan berjalan kakilah orang-orang dari tanjung Bandara hingga sampai tanjung Wangi-Wangi. Sesudah itu akan datanglah adikku dari Nederland yang akan bermukim di bukit Sorawolio dan kemudian akan disusul oleh datangnya saudaraku dari Mekkah dan Turki yang akan menerima Maharku berupa bingkisan “Kebudayaan” yang akan diantarkan oleh arak-arakan tiga rumpun Armada mulai dari Laut, Udara dan Selam yang sama jumlahnya. Dengan demikian berarti perkawinanku telah direstui oleh Internasional bangsa-bangsa di dunia..., sesuai dengan perjanjian pada tahun 1947 di atas kapal Karel Dourman di perairan pulau Liwuto bahwa : Keratuan Butuni adalah “Manusia Cahaya”. Semoga Allah jauhkan akan daku dan jauhkan akan anak cucuku dari pada menyembah berhala (QS: Ibrahim :35)*****