KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI BANDA PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI NGIFI- LARIANGI LIYA, PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

Sabtu, 27 Agustus 2011

KABALI MENGUSULKAN ANGGARAN BIAYA LANJUTAN PEMUGARAN BENTENG LIYA DAN REVITALISASI KAWASAN BENTENG LIYA TAHUN ANGGARAN 2012

OLEH : ALI HABIU


Badan Pengurus Pusat Lembaga Forum Komunikasi KabaLi Indonesia kembali mengusulkan permintaan bantuan dana ke Pemerintah Pusat untuk melanjutkan kegiatan Revitalisasi Kawasan Benteng Keraton Liya Tahun Anggaran 2012 sebanyak 24 jenis kegiatan mulai dari Pembangunan Fasilitas Publik, Pembangunan Akses Road Kawasan Benteng dengan Konstruksi Paving Block, Pertamanan, Peningkatan Prasarana dan Sarana obyek Wisata Fanorama/Gua/Kolam Alam dan Pembangunan Workshoop Bengkel Pusat Pengrajin Tradisional Kabali Indonesia serta Pembangunan Pusat Informasi Kebudayaan Liya Indonesia, Pembangunan Kantor Sanggar Seni Budaya Kabali Indonesia pusat dan Pembangunan Pintu Gerbang Wisata Budaya.

Disamping itu telah dikonsultasikan ke Direktorat Pengembangan Destinasi Parawisata kementerian Kebudayaan dan Parawisata dan diusulkan pula permintaan bantuan dana untuk Pekerjaan Pemugaran Benteng Keraton Liya Tahun Anggaran 2012 dengan usulan biaya Rp.5 Milyar sehingga perkiraan seluruh pekerjaan menyerap total keseluruhan biaya mencapai sekitar Rp.14 Milyar.  Semua usulan tersebut terlebih dahulu melalui proses konsultasi antara Ketua Umum Lembaga Forum Komunikasi KabaLi Indonesia dengan pemerintah pusat khususnya kepada pihak terkait dan mudah-mudahan alokasi dana untuk pembangunan ini bisa di poskan pada Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Kebudayaan dan Parawisata Republik Indonesia dan Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia.






Badan Pengurus Pusat Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia telah membuat seting program usulan Grand Design Desa Wisata Budaya Nasional untuk selanjutknya menjadi Master Plan Program semua kegiatan dalam Kawasan Benteng Keraton Liya. Desa Liya khususnya dalam Kawasan Benteng Keraton Liya berdasarkan Pedoman Pengembangan Parawisata terpadu Perdesaan yang diterbitkan oleh Kementerian Kebudayaan dan Parawisata Republik Indonesia telah memenuhi syarat menjadi Desa Wisata Budaya  Nasional dengan melakukan beberapa model Parawisata Perdesaan yang dapat dikembangkan di Kawasan benteng Keraton Liya sebagai berikut :
  1.  MODEL INTERAKSI PENUH AKTIF : Pariwisata Perdesaan Kawasan benteng Keraton Liya yang memungkingkan wisatawan untuk dapat berinteraksi secara aktif dengan masyarakat Liya dan kebudayaannya secara UTUH. Wisatawan ikut terlibat dalam kegiatan ekonomi dan sosial budaya yang rutin dilakukan oleh masyarakat perdesaan Liya.
  2. MODEL INTERAKSI SEMI PENUH AKTIF : Pariwisata perdesaan yang menawarkan kegiatan yang memungkingkan terjadinya interaksi antara masyarakat Liya dan wisatawan dengan interaksi yang TERBATAS. Dengan kegiatan wisata yang dilakukannya bersifat aktif. Wisatawan tidak hanya melihat-lihat pertunjukan seni budaya Liya atau pemandangan perdesaan (Benteng Keraton, Artifak situs cagar budaya dan Sejarah Budaya, Gua/kolam air dan fanorama bawah tanah) semata, tetapi dapat ikut terlibat dalam kehidupan sehari-hari dengan masyarakat desa Liya.
Dalam pelaksaan di lapangan diperlukan prinsip-prinsip yang terpenuhi oleh kedua model tersebut, antara lain :
  • Penciptaan identitas/jati diri masyarakat  Liya Raya dan lingkungan perdesaan yang khas
  • Peningkatan kualitas hidup masyarakat perdesaan Liya Raya secara merata
  • Perwujudan pariwisata perdesaan Liya Raya yang berkelanjutan (seni budaya,  tradisi, alam dan budaya lestari, manfaat ekonomi tinggi)
  • Memberikan pengalaman yang lebih kepada wisatawan.
Adapun model parawisata perdesasan terpadu Kawasan Benteng Keraton Liya dan berkelanjutan berdasarkan PELAKU yang terlibat dalam proses pengembangan Parawisata Budaya di Kawasan Keraton Liya ditawarkan sebagai berikut :
  1. INISIATOR MASYARAKAT DAN PENGELOLA UTAMA MASYARAKAT.  Karakteritiknya adalah : berkembang atas inisiatif masyarakat Liya, dikelola dengan sistem kemitraan bersama pemerintah Kabupaten Wakatobi dan Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia, masyarakat Liya secara berkelompok maupun individual menjadi aktor utama dalam pengelolaannya, sistem pengelolaan merupakan wewenang bersama pemerinyah Kabupaten Wakatobi, Lembaga Forum Komunikasi KabaLi Indonesia dan masyarakat Liya Raya.
  2. INISIATOR MASYARAKAT DAN PENGELOLA UTAMA PEMERINTAH.  Karakteristiknya meliputi : Pariwisata berkembang atas inisiatif masyarakat Liya, dikelola dengan sistem kemitraan bersama masyarakat dan  Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia, Pemerintah Kabupaten Wakatobi sebagai aktor utama dalam pengelolaan dan sistem pengelolaan merupakan wewenang bersama pemerintah Kabupaten Wakatobi, Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia dan masyarakat Liya Raya.****

Kamis, 25 Agustus 2011

GAJAH MADA : "REINKARNASI SUMPAH PALAPA"

OLEH : ALI HABIU


Setelah wafatnya Raden Wijaya tahun 1309 dan digantikan oleh anaknya yang bernama Raden Jayanegara, Pemerintahan Kerajaan Majaphit sering dironrong oleh berbagai pemberontakan yang dilakukan oleh para dharmaputra atau pejabat istana, antara lain ; pemberontakan Nambi tahun 1316, pemberontakan Semi tahun 1318 dan pemberontakan Kuti tahun 1319. Ketika terjadi pemberontakan Kuti inilah muncul nama Gajah Mada. Ia adalah anggota pasukan pengawal Raja Jayanegara yang berhasil menyelamatkan raja dalam peristiwa Bedander. Ketika itu Raja Jayanegara mengungsi dan sebagai imbalannya Gajah Mada diangkat menjadi Patih di Kahuripan dan selanjutnya menjadi Patih di Daha. 
Setelah Raja Jayanegara wafat digantikan oleh Tribhuwanatunggadewi dan tak lama terjadi pemberontakan Sedeng tahun 1331 dan berhasil dipadamkan oleh Gajah Mada. Sebagai balasan jasanya Gajah Mada diangkat menjadi Perdana Menteri (Mangkubumi).

Pada saat dilantik inilah Gajah Mada mengucapkan suatu sumpah terkenal yang disebut Sumpah Palapa. Dalam sumpah itu, Gajah Mada bertekad untuk tidak beristirahat sampai seluruh Nusantara dipersatukan dibawah panji Majapahit. Gajah Mada wafat tahun 1364 dan hingga saat ini belum jelas dimana disemayamkan. 
Para pakar sejarah hingga saat ini masih menyangsikan siapa sebenarnya Gajah Mada itu !! dan dari mana asal muasalnya !!, serta dimana letak makam aslinya. Hingga saat ini para ahli arkiologis belum pernah ada yang melakukan penelitian masalah lokasi asli kuburan Gajah Mada sehingga letak Makam Gajah Mada yang sebenarnya hingga saat ini belum ada persis yang mengetahuinya. Disamping itu juga kedatangannya dikerajaan Majapahit masih dianggap misterius karena semua lembaran sejarah Indonesia sampai saat ini belum ada pragraf yang menjelaskan masalah ini.

Muncul pertanyaan ; “Apa hubungan Kerajaan Majapahit dengan Buton” ?!. Jawabnya adalah berdasarkan fakta sejarah Buton, mengkisahkan bahwa sejak awal tahun 1236 sampai tahun 1300-san, pulau Buton telah dimasuki oleh orang-orang besar dan sakti mandraguna. Seperti misalnya Sipanjonga orang sakti berasal dari suku Melayu negeri Pasai dengan membawa pembantu utamanya bernama si Tamanajo. Berikut si Malui dan si Sajawankati dari Melayu Pariaman, Musarafatul Izzati al fakhriy (Wa Kaa Kaa) dari negeri Yastrib Madina yang merupakan keturunan Saiyida Ali Bin Abithalib membawa bersama Muhammad Ali Idrus, Dun Kung Sang Hiang sebagai panglima perang kaisar tiongkok (kubilaikan) dan Sang Ria Rana seorang pujangga Melayu. Selanjutnya muncul pula 3 (tiga) Orang kakak beradik, yakni anak Raden Wijaya sebagai Raja Majapahit masing-masing bernama Raden Sibatera, Raden Jatubun (Bau Besi) dan Lailan Mangrani atau putri Lasem dlsb.

Seluruh orang-orang besar dan sakti tersebut datang kepulau Buton dengan mereka mencarinya berdasarkan perintah bathin atau petunjuk yang diperoleh dari orang tua atau leluhurnya, datang bersama dengan masing-masing 40 kepala keluarga. Dalam sejarah Buton, Raja pertama Buton yakni Wa Kaa Kaa serta Raden Sibatera hanya meiliki anak yang bernama Bula Wambona, sedangkan Raden Jatubun dan putri Lasem tidak jelas disebutkan kawin dengan siapa dan punya anak bernama siapa. Sehingga muncul hipotesis dalam tulisan ini, bahwa premis Gajah Mada merupakan anak yang berasal dari salah seorang dari kedua anak Raden Wijaya tersebut yakni Raden Jatubun atau putri Lasem. Sebagai sintesis adalah bahwa Gajah Mada setelah dewasa diutus kembali ke kerajaan Majapahit untuk memperkuat pasukan perang disana. Mengapa di utus ke Majapahit !?, Karena penguasa kerajaan ini masih erat bertalian darah dengannya. Adapun masuknya ketiga kakak beradik anak Raja Majapahit tersebut ke pulau Buton adalah jauh hari sebelum wafat ayahandanya yakni Raden Wijaya tahun 1309. Sehingga secara analisis dapat dikatakan bahwa Gajah Mada lahir akhir abad XIII dan ketika muncul di Jawa tahun 1319 usianya sudah cukup dewasa.

Kedatangan ketiga anak Raden Wijaya itu ke pulau Buton bukan secara kebetulan tetapi merupakan petunjuk dan perintah bathin sang Raja Raden Wijaya yang diperoleh dari hasil pertapaannya, mengingat ketika itu kerajaan yang dipimpinnya mengalami banyak pemberontakan yang datangnya berasal dari orang-orang dalam Istana sendiri, dan diperintahkan anaknya untuk mencari pulau Buton ini. Adapun tujuannya ; pertama adalah untuk menyelamatkan ke tiga anaknya yakni Raden Sibatera, Raden Jatubun dan putri Lasem dari serangan pemberontak yang muncul dalam lingkungan pejabat istana. Dimana pulau Buton yang dipilih pada saat itu merupakan negeri yang relative (negeri keresian) aman dan kedua ialah untuk menyebarkan pemerintahannya dan pengembangan Bandar baru diwilayah lain disamping penyebaran keturunan. Adapun Raden Wijaya berpesan: “Berangkatlah anak-anakku, berangkatlah 20 generasi nanti akan kembali bersatu dengan Bangsa Leluhurmu yaitu dalam Kebangsaan Nusantara”

Di Desa Lasalimu terdapat Gunung Mada, konon diceritakan sebagai tempat mula kembalinya Gajah Mada setelah meninggalkan kerajaan Majapahit dengan membawa pasukan setianya sebanyak 40 orang. Sedangkan di kelurahan Majapahit di Batauga, konon dicerikakan sebagai tempat wafatnya Gajah Mada yang terdapat didalam satu liang bersama 40 orang pengikutnya. Mereka secara bersama-sama menguburkan/menimbunkan diri mendampingi mahpati Gajah Mada di dalam liang itu. Demikian pula di gunung Takimpo konon juga diberitakan sebagai tempat makamnya Gajah Mada beserta 40 orang prajurit setianya.  Dan hasil tutur foklour masyarakat Liya disebutkan bahwa Gajah Mada Moksa di salah satu Goa di pulau Oroho wilayah Kerajaan Liya.
Begitu setianya para prajuritnya tak mau berpisah jauh dengan sang maha pati Gajah Mada setelah wafat. Selama 40 hari dan 40 malam secara terus menerus gendang para perajurit mengiringi jasad sang mahpatih Gajah Mada di dalam liang tersebut dan setelah hari ke-41 bunyi genderang sekaligus hilang sunyi senyap ibarat ditelan bersama keheningan alam. Menandakan bahwa seluruh prajurit setia Gajah Mada yang ikut menguburkan diri bersama Gajah Mada diliang tersebut sudah wafat semua. Konon dikisahkan bahwa sampai dengan saat ini pada malam-malam tertentu masyarakat disekitar liang tersebut yang terdapat disalah satu Desa di Kelurahan Majapahit Kecamatan Batauga masih sering mendengar bunyi genderang para parajurit Gajah Mada itu sehingga daerah ini termasuk disakralkan oleh penduduk setempat.

Jika hipotesis ini benar, berarti tak salah lagi bahwa Gajah Mada adalah cucu Raden Wijaya. Gajah Mada selama berada di pulau Buton sejak kecil sampai menjelang dewasa dibawa bimbingan orang-orang sakti dan dia telah menimba ilmu bathin dan kanukragan yang amat dasyat. Setelah usia Gajah Mada dipandang cukup dewasa (usia  antara  15 s/d 20 tahunan), barulah sang ayah mengutusnya kembali ke pulau jawa untuk memperkuat kerajaan pamannya yakni Raden Jaya Negara sebagai Raja Majapahit. Setelah selesai tugasnya dalam memperjuangkan bersatunya Nusantara dibawah Kerajaan Majapahit yang berlangsung selama kurang lebih 43 tahun. maha patih Gajah Mada akhirnya ia kembali lagi ke pulau Buton pada tahun 1364 untuk menemui kembali kedua orang tuanya. (dalam sejarah tahun 1364 diberitakan Gajah Mada wafat).

Dalam catatan Mpu Prapanca (Negarakertagama) jelas ada disebut Butun (buton), LIYA- wangiwangi, Selayar,dan Bontain, sebagai wilayah Kerajaan Majapahit.
“…..muwah tanah i bantayan pramuka bantayan len luwuk tentang udamakatrayadhi nikanang sunusaspupul ikangsakasanusanusa makassar butun banggawi kuni gra-LIYA-o wangi (ng) salaya sumba solo muar,….”( Mattulada mengutip buku ‘Gajah Mada’ karangan Muhammad Yamin, terbitan Balai Pustaka Jakarta tahun 1945). 

Begitu besar makna sumpah Palapa bagi Gajah Mada sehingga diapun berjanji untuk tidak akan pernah tidur sebelum seluruh Nusantara dapat dipersatukan oleh kerajaan Majapahit----adalah merupakan suatu perjuangan yang amat berharga pada zamannya. “Apakah semangat juang Gajah Mada ini masih dimiliki oleh para pemimpin bangsa kita saat ini, dalam memperjuangkan tetap utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia” ??. Masih dalam tanda Tanya besar, sebab gaya kepemimpinan para pejabat kita saat ini ialah lebih cendrung kebaratan, konsepsi pola pikir dan tingkah laku kepemimpinan lebih individualistik, postulat merupakan produk kapitalistis, liberalistis, komunistis. Bukannya gaya kepemimpinan berdasarkan doktrin sesepuh para leluhur yang amat tersohor pada zamannya yang bersahaja, adil dan sederhana itu. Kata orang kampung ; “Amat sayanglah para pemimpin kita saat ini mereka tinggalkan begitu saja kebudayaan nenek moyang kita dahulu, tanpa mau mereka dengan sungguh - sungguh untuk mempelajarinya. Padahal disana para nenek moyang kita amat kaya akan sifat, sikap, gaya dan ilmu kepemimpinan”.

Semangat juang maha pati Gajah Mada yang tertuang dalam Doktrin Perjuangan Gajah Mada, meliputi 15 (lima belas) Sumpah Palapa sebagai esensi dasar soko guru dalam melangkah memperjuangkan kesatuan seluruh nusantara dalam kekuasaan Majapahit. Adapun isi Sumpah Palapa yang dikutif dalam naskah Bung Karno yang ditanda tangani 1 Maret 1955 yang tertera dalam dokumen Doktrin Perjuangan Penyelesaian Amanah Rakyat, sebagai berikut :

1.VIJ N A
Vijna artinya sifat Bijaksana yang khidmat. Sikap ini mencerminkan rasa tabah dalam keadaan genting, namun tidak lupa daratan dalam keadaan senang. Sikap ini juga mendidik kita untuk rendah hati, tidak pongah dan takabur atau sombong. Kita tidak perlu putus asa ketika menderita, tetapi tidak perlu lupa diri dalam keadaan senang. Didalam diri yang Vijna, terdapat rasa bersahaja yang seimbang.

2.MANTRIWIRYA
Mantriwirya,artinya sifat ini mendidik kita untuk menjadi pembela buat yang tertindas, menolong bagi yang teraniaya. Kita harus berani karena benar dan takut karena salah. Sikap ini mendidik kita berani karena ada sesuatu yang pelu dibela, bukan sesuatu yang perlu kita tundukkan dan kita kalahkan. Sikap ini datang dari kesadaran fikir, rasa dan raga yang menyatu serta berkebenaran yang sejati. Bukan karena perasaan diri kuat dan perkasa. Kekuatan hanya bisa menundukkan dan mengalahkan tapi tak pernah berhasil menciptakan kebenaran dan keadilan.

3.WICAKSANENG NAJA
Wicaksaneng Naja,artinya sikap ini mendidik kita berjiwa patriotik dan demokratis. Terhadap kawan dan lawan kita harus bersikap terbuka dan jantan. Sikap ini mendidik kita jangan suka menari di atas bangkai dan kuburan lawan. Musuh yang jujur itu kadang lebih baik dari kawan yang munafik. Dalam diri manusia selalu ada hal yang baik dan buruk. Tehadap keadaan ini kita harus bersikap bijaksana dan terbuka.

4.MATANGGWAN
Matanggwan,artinya sikap ini bertalian dengan kepercayaan atau rasa kepercayaan. Kalau kita diberi kepercayaan atau amanah, janganlah kita bersikap ingkar atau cidera. Sebab kepercayaan adalah tanggung jawab yang harus kita penuhi. Kita dipercaya bukan lantaran kita kuat dan perkasa, tapi lantaran kita mampu bertangungjawab terhadap kepercayaan yang kita terima sebagai amanah dari orang lain.

5.SATYA BHAKTI APRABHOE
Satya Bhakti Aprabhoe artinya, adalah sikap yang berhubungan dengan loyalitas kita pada atasan, pimpinan dan kenegaraan. Satya Bhakti memang soal loyalitas, tetapi loyalitas musti lahir dari rasa kesadaran dan bukan mitos atau dogma pribadi. Satya bhakti adalah kode etik pengabdian. Berarti itu bukan kultus pemujaan suatu terhadap seseorang yang kebetulan berkuasa.

6.SARJANA PASAMO
Sarjana Pasamo artinya, ialah sikap perwira atau sikap kesatria yang paripurna. Kesatria yang bersikap paripurna (sarjana pasamo) berhati tabah terhadap goncangan apapun. Sementara dia tetap taat pada pimpinan yang baik. Sikap ini mendidik kita supaya tetap berwajah manis dan ramah, sabar dan teguh pada pendirian. Kita kadang harus ikhlas kehilangan sesuatu dan tidak merasa miskin karena memberikan sesuatu. Juga tidak merasa sudah puas karena mencapai atau memiliki sesuatu.

7.WIGNIWAS
Wigniwas artinya, adalah sikap yang membicarakan tentang kewibawaan. Sebenarnya kewibawaan itu terletak pada diri pemimpin yang pandai dan mahir. Dalam hal ini dituntut untuk mahir dalam ilmu historika dan logika. Untuk itu memerlukan pula beberapa ilmu diantaranya ; Kosmology, Konmogonie, Polemos, Egosentros, Logos dan Eros. Disamping itu juga pandai pidato dan mengerti ilmu jiwa lingkungan. Sikap ini menunjukan pada adanya sikap yang tegus dalam prinsip, berani dalam mengambil prakarsa dan tuntas jika suatu langkah sudah diambil.

8.DIROTSABA
Dirotsaba artinya, adalah sikap intensif dalam segala hal. Tekun dalam pada sesuatu yang diyakininya akan berhasil baik. Berkesungguhan dalam berfikir dan berbuat. Juga dalam hal ini tanpa harus kehilangan rasa yang manusiawi. Apapun yang direncanakan dan dikerjakan , cara mengerjakannya itu tetap sungguh-sungguh dan bukan iseng. Biarpun dalam beberapa hal mempunyai kelemahan dan kekurangan, Namun seorang kesatria tidak akan terpengaruh. Dan keadaan ini tidak akan membikin keperibadian dan kebesaran pribadi kesatria menjadi sirna. Jadi sifat ini mendidik kepada kita untuk tetap tegar dan mempengaruhi suasana ataupun lingkungan tanpa terpengaruh sedikitpun.

9.TANLALANO
Tanlalano artinya, ialah sikap manusia yang polos dalam duka dan suka, manusia harus tetap berwajah cerah. Manusia tidak perlu lari dari kenyataan ataupun lari dari dirinya sendiri, apapun yang menimpa dirinya. Sikap ini juga mendidik kita untuk tetap waspada tetapi waspada dan hati-hati yang tanpa dilandasi rasa benci, dengki, curiga dan prasangka. Mahpatih Gajah Mada mengatakan maksud dari pada diri yang Tanlalano adalah manusia itu harus selalu Setiti, Ngastiti, Surti dan Ati-ati. Tetapi tanpa dilandasi dengan hati yang ; Iri, Dengki, Srei, Dahwen, Panasten dan Patiopen.

10.TANSATRISNA
Tansatrisna artinya, sikap ini menunjukan pada sikap kita untuk tidak memihak sejak kita tahu bahwa jalan yang sebenar benarnya telah kita miliki. Mahpatih Gajah Mada mengatakan bahwa kebenaran itu ada 5 (lima) macam, antara lain :
• Kebenaran yang sejati
• Kebenaran yang dapat diterima oleh seluruh bangsa
• Kebenaran yang hanya dapat diterima oleh satu golongan saja
• Kebenaran yang palsu
• Kebenaran yang sesat.

Sikap Tansatrisna ini mendidik kita untuk tidak pilih kasih dan pandang bulu. Tidak selalu berselera untuk pamrih dan tidak punya pertimbangan buat kepentingan diri sendiri. Berarti pula kita tidak punya selera untuk pamrih.

11.DWIGNYATCIPTA
Dwignyatcipta Artinya, sikap ini mendidik kita sopan santun atau suatu watak yang sangat berbudaya. Dalam berhubungan dengan manusia sesama akan tampil sikap kita yang tahu akan tata krama dan berbudi luhur. Dalam sikap ini sangat menonjol sekali nilai demokratis. Jiwa Gajah Mada yang agung. Sikap ini mengajarkan kepada kita supaya siap dan sedia serta rela mendengar pendapat orang lain kendatipun pendapat itu tidak kita setujui.

12.SIH SAMASTHA BHOEA ERA
Sih Samastha Bhoea Era Artinya, sikap ini membicarakan mengenai nilai-nilai yang patriotik. Seorang pahlawan tidak hanya cukup asal berani saja secara fisik, mental dan ideologi saja. Seorang pahlawan mesti harus mempunyai hati dan akhlak pahlawan, berbudi dan berjiwa pahlawan. Disamping itu harus dapat membentuk generasi muda pahlawan. Sikap tersebut sebagai ciri pahlawan dan untuk membesarkan pahlawan. Tetapi membesarkan pahlawan tidak sama dan bukan mendewakan pahlawan dan memuja buta pahlawan itu.

13.GYNONG PRATITDYA
Gynong Prattitdya Artinya, sikap ini berbicara tentang watak moral yang tinggi. Manusia yang baik harus selalu mengerjakan yang baik dan harus dapat membuang jauh segala tingkah laku serta perbuatan yang buruk. Menurut keterangan Mahpatih Gajah Mada, baik itu adalah tingkat terendah, sedangkan urutannya ialah Baik, Bijaksana dan Bajiksana. Dalam hal ini juga berbicara tentang jiwa dan watak keterbukaan. Sebab cuma orang yang berwatak terbuka maka dia berani membuang segala yang buruk dalam dirinya.

14.SOEMANTRI
Soemantri Artinya, sikap ini mendidik kita supaya memperlihatkan sikap yang selalu sadar, setai, teguh bulat dan utuh. Pribadi yang sumantri adalah memperlihatkan kepaduan antara ; Loyalitas, Dedikasi, Kreativitas, Dinamika dan Integritas diri manusia. Manusia yang Soemantri adalah manusia yang selalu ketiga kesadaran yang menyatu. Kesadaran itu ialah Kesadaran pikir, Kesadaran Rasa dan kesaaran raga. Disamping itu juga mengetahui ketiga kehendak, yakni kehendak yang disadari, Kehendak yang didorong oleh nafsu dan Kehendak yang supra.

15.HANYAKEN MOESOEH
Hanyaken Moesoeh Artinya, sikap ini kita dididik untuk dapat mengetahui dengan jelas dan mengendalikan dengan jelas mengenai musuh itu. Yang sebenarnya musuh itu mempunyai gambaran dua dimensi, yakni musuh yang fisik/wadag disebut musuh luar yang kelihatan/dapat dilihat. Musuh ini mudah diketahui dan dapat dikendalikan. Sehingga dengan demikian sehingga musuh yang diluar ini dapat kita jadikan sahabat dapat juga kita jadikan syarat kesuksesan kita.
Namun dalam penguasaan musuh ini kita harus ingat bahwa kita menang tapi kalau bisa jangan ada yang merasa dikalahkan. Selanjutnya terdapat musuh yang tidak kelihatan yakni musuh yang bersarang didalam diri kita sendiri. Musuh inilah yang agak susah kita kendalikan dan apalagi kita musnahkan. Rumah dari musuh yang tersamar ini adalah keinginan (krenteg, karep serta tumindak ). Kesemuanya ini memerlukan emosi, yang mana didalam diri kita terdapat dua jenisnya, ialah 6 akar kejahatan emosi dan 6 akar budi luhur emosi.

Ke lima belas butir Sumpah Palapa oleh Gajah Mada itu senantiasa diamalkan dan dijadikan pedoman dalam setiap kepemimpinan Raja-Raja Liya, Raja-Raja Wolio dan para Sultan di negeri Buton, sehingga ketika mereka memimpin amat  dihormati oleh masyarakatnya dan sangat disegani oleh lawan-lawannya. ****

Senin, 22 Agustus 2011

SENI TARI HONARI MOSEGA MERUPAKAN TARIAN TRADISIONAL ASLI MILIK LIYA MULAI ADA SEJAK TAHUN 1252 M

OLEH : ALI HABIU
 

Tarian tradisional Honari Mosega adalah merupakan tarian tradisional asli milik Keraton Liya yang diperkirakan sudah mulai ada sejak  pertengahan Abad ke XII, yakni setelah Mahisa Cempaka menjadi Raja di Liya tahun 1252 M. Hal ini ditandai oleh adanya  gerakan pencak silat balaba dalam tarian ini. Pencak silat balaba merupakan seni penjaga diri milik kerajaan Melayu-Pasai yang sudah ada bersemayam di pulau Oroho  sebelum kerajaan di Liya didirikan.  Dahulu kala seni tari Honari Mosega ini dalam peragaannya semua pemain tidak mengenakan baju, kecuali hanya sarung yang diikatkan melindungi alat vital pemain mengikat di pinggang. Dalam perkembangannya setelah masuknya Portugis di Indonesia kala itu Raja Liya dipegang oleh Talo-Talo, atau Lakueru atau Lakundaru banyak meyerang tentara Portugis kemudian  dibunuh di perairan  Wangi-wangi dan topi prajurit tersebut diambil oleh pasukan hulubalang kerajaan Liya. Dan Topi tersebut dipakai penari utamanya  seni tari Honari Mosega ini.  Tarian Honari Mosega ini merupakan perpaduan dari seni pencak silat Balaba dengan seni perang yang dikombinasikan gerakannya dalam satu kemasan seni tari disebut Honari Mosega. Pada zamannya mulai terbentuknya seni tari Honari mosega tersebut  dipakai oleh Raja sebagai pasukan telik sandi atau saat ini dikenal sebagai pasukan intelijen/mata-mata  dipersembahkan kepada para tetamu yang berkunjung ke Keraton Liya baik merupakan utusan kerajaan lain di luar wilayah Liya maupun perorangan atau para hulubalang atau saudagar pedagang rempah-rempah antar pulau. Ketika tetamu tersebut tiba di wilayah Keraton Liya maka akan disambut oleh tarian tersebut sebagai utusan rahasia Raja Liya untuk mengamati gerak-gerik atau sifat para tetamu tersebut apakah lawan ataukah musuh. Oleh karena itu dahulu kala Tarian ini merupakan tarian andalan sang Raja dalam melindungi wilayah kekuasaanya dari serang  musuh-musuhnya dari kerajaan lain.  Jika tetamu tersebut ternyata musuh maka pasukan pengawal Honari Mosega ini akan segera bertindak untuk menghancurkan musuh yang telah menyusup ke wilayah Kerajaan Liya. Tarian Honari Mosega dilengkapi dengan pasukan tamburu sebanyak 17 orang yang terdiri dari orang-orang sakti dan kebal dari pasukan Meantu,u Solodadu atau pasukan panglima perang Keraton Liya. Pasukan pengawal Honari Mosega ini dilengkapi dengan seperangkat Tombak tajam yang ujung-ujung tombak telah diberi racun atau "bisa" untuk kesiapan mereka menyerang musuh bila ada yang menyusup. Dahulu kala sebelum Tarian Honari Mosega ini tampil maka di peragakan lebih dahulu Tarian Tamburu yang terdiri dari 17 orang pengawal lengkap dengan tombak dan keris di pinggang. Pasukan tamburu ini juga memainkan gerakan-gerakan tradisional sambil mengibas-ngibaskan Bendera kebesaran Keraton Liya yang terdiri dari bendera warna kuning berbentuk segi empat di bagian luarnya dikelilingi oleh garis-garis hitam.




Sampai dengan masa pendudukan jepang di Indonesia, Tarian Honari Mosega ini setelah tampil maka akan dilakukan "makandara". Makandara ini berupa acara adu tanding dalam keadaan setengah sadar antara semua pasukan sejumlah 17 orang tersebut untuk saling menombak atau menikam dengan keris masing-masing, namun karena "Makandara" ini diselimuti kekuatan gaib disamping juga orang-orang penarinya semua kebal maka tak satupun dari mereka yang bisa tertembus dengan tombak atau keris dan yang ada hanya terdengar bunyi-bunyi melenting antara besi dan badan manusia. Pada saat acara "Makandara" ini semua penonton termasuk Sara atau pemangku adat sudah menyepi masing-masing mancari tempat yang aman dari gangguan serangan membabi buta dari pasukan tersebut.


Hanya saja dalam perjalannya sayang sekali bahwa "Tarian Honari Mosega" ini di klaim sebagai tarian milik Mandati padahal di Mandati dahulu kala tak terdapat  tarian semacam ini. Di Mandati sejak dahulu kala hanya terdapat "Tarian Makandara" yaitu tarian 2 orang yang dilakukan setengah sadar dengan saling menyerang satu dengan lain dengan mengikuti irama gendang atau tamburu. Bunyi lantuman gendangpun sangat beda dengan bunyi gendang tarian Honari Mosega milik Keraton Liya. Proses plagiat ini terjadi semenjak terjadinya asimilasi antara orang-orang sakti asal liya bertempat tingggal di Mandati dan membentuk keturunan disana, sehingga kelompok keluarga inilah yang mengakui Tarian Honari Mosega ini sebagai miliknya atau milik Madati karena memang mereka semua adalah hasil migrasi dari Keraton Liya.

Perlu diketahui bahwa berdasarkan catatan Mpuh Prapanca (1364) dalam buku Negarakartagama menyebutkan bahwa LIYA-wangi-wangi adalah bekas wilayah Kerajaan Majapahit. LIYA postulat di masa lalu dijadikan sebagai daerah keresian tempat perlindungan atau persembunyian dari para orang-orang pembesar atau para Raja berbagai kerajaan di nusantara jika terjadi kemelut di dalam kerajaannya. Adapun  catatan Mpuh Prapanca sebagaimana dikutif dalam sebuah web site Kompasiana.com oleh Mahaji Noesa sebagai berikut :

“…..muwah tanah i bantayan pramuka bantayan len luwuk tentang udamakatrayadhi nikanang sunusaspupul ikangsakasanusanusa makassar butun banggawi kuni gra-LIYA-o wangi (ng) salaya sumba solo muar,….....  "(Mattulada mengutip buku ‘Gajah Mada’ karangan Muhammad Yamin, terbitan Balai Pustaka Jakarta tahun 1945).

Sampai saat ini "Tarian Honari Mosega" merupakan salah satu tarian sakral andalan Keraton Liya yang sering ditampilkan diberbagai acara pestival budaya nusantara dan merupakan salah satu tarian perang tertua di Indonesia. ****