KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI BANDA PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI NGIFI- LARIANGI LIYA, PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

Selasa, 22 November 2011

BOBETO LIYA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN SARA LIYA


 
 BARUGA KERATON LIYA (MODEL BUKAN ASLI)



OLEH : LA BARA


La Bara adalah sosok cucu terakhir dari Bonto Wawo bernama La Dapara. Bonto merupakan bagian dari 12 kepala Sara (Kepala Pemerintahan) masa kejaan kerajaan Liya beberapa waktu silam. Dama pembagian pemerintahan Bonto di kenal ada dua bagian yakni Bonto Wawo dan Bonto Woru yang mana tugas dan fungsinya adalah masing-masing sama yakni tempat memutuskan akhir dari suatu persoalan yang dibahas dalam rapat 12 Sara yang dilaksanakan di Baruga Keraton Liya dan dipimpin oleh Raja Liya (Baca : Lakina Liya atau Mo'ori Liya).

Adapun jumlah kepala Sara atau semacam menteri dalam kedudukan pemerintahan saat ini yang menjadi bahagian dari pemerintahan Raja Liya adalah sebagai berikut :
  1. Konta Bitara
  2. Meantu,u Solodadu
  3. Menatu'u Sampalu
  4. Meantu'u Nunu
  5. Meantu'u Toko
  6. Meantu'u Olitau
  7. Meantu'u Salamawi
  8. Meantu'u Tonga-Tonga
  9. Meantu'u Wapuru
  10. Meantu'u Sabandara
  11. Bonto Wawo
  12. Bonto Woru
Masing-masing kepala Sara atau Bobeto Liya di atas mengepalai anggota Sara sesuai dengan proporsi jumlah yang ditetapkan dan jumlah anggota Sara Liya keseluruhan ialah 120 anggota Sara. Jadi yang berhak menduduki atau menempati Baruga paling atas adalah 12 Bobeto Liya atau kepala Sara tersebut, sedangkan yang lainnya duduk di samping kanan dan samping kiri Baruga termasuk sebagian dibahagian bawah pada saat dilaksanakan musyawarah adat atau rapat adat untuk memutuskan segala sesuatu yang penting di masa kejayaan kerajaan Liya beberapa waktu lalu. pesan La Bara kepada generasi pelanjut Liya bahwa jangan lupa kembangkan dan lestarikan kebudayaan Liya dan juga jangan lupa tampilkan pakaian adat kebesaran Bonto yang coraknya beda dengan pakaian adat kebesaran kepala sara lainnya.

Pada masa kejayaan Kerajaan Liya pada zamannya ketika berlangsung rapat sara di Baruga ini yang membahas masalah pemerintahan di wilayah wakatobi, maka yang duduk di atas Baruga hanya Raja Liya dan Bobeto Liya sedangkan utusan-utusan dari Binongko, Tomia dan Kaledupa kepala saranya duduk di samping sayap baruga sedang lainnya menyaksikan dari kejauhan (umumnya mereka kumpul di Lawa Godo dan Lawa Balalaoni. Sedangkan utusan sara dari Wanci dan Mandati juga duduk disayap baruga kemudian utusan sara Kapota duduk dibawah baruga. Demikian kebesaran pemerintahan kerajaan Liya ketika itu.***

Jumat, 18 November 2011

PENASEHAT KHUSUS LEMBAGA FORUM KOMUNIKASI KABALI INDONESIA

OLEH : ALI HABIU



Puji syukur hanya semata-mata dipanjatkan keharibaan Tuhan YME, Allah SWT karena atas perkenan dan ridhonya sehingga Program Kerja Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia bisa berjalan sebagaimana mestinya. Dan satu lagi kebanggaan buat lembaga ini karena salah seorang putri Keraton Liya yang terbaik saat ini dan diperhitungkan dikalangan politisi di tanah air sekaligus sebagai mantan ketua departemen Kowati PB HMI pusat yakni WaOde Nurhayati,S.Sos telah mendapat kehormatan menjadi penasehat khusus Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia. Kami segenap pengurus Lembaga ini mengucapkan terima kasih dan memberikan apresiasi sebesar-besarnya atas kesediaannya beliau menjadi penasehat khusus lembaga ini dan dengan senang hati kami menerima saran, tanggapan dan masukan yang baik demi kemajuan pembangunan sosial budaya di lingkungan Benteng keraton Liya dan umumnya kawasan Liya Raya kepulauan wangi-wangi kabupaten Wakatobi. Segenap pengurus sangat mengharapkan agar dengan masuknya WaOde Nurhayati,S.Sos sebagai penasehat khusus lembaga ini dapat mendorong lembaga ini agar lebih berani tampil kedepan dan semakin konkret peran dan program-program kerja kemasyarakatannya khususnya dibidang pelestarian dan pengembangan kebudayaan Liya sehingga suatu kelak hasilnya dapat dirasakan manfaatnya bagi seluruh masyarakat Liya dimanapun mereka berdomisili dan khususnya yang berdomisili di desa Liya Raya kepulauan wangi-wangi. Tidak saja itu lebih jauh kami semua punya mimpi-mimpi yang indah, mudah-mudahan dengan seringnya beliau dalam menyempatkan diri untuk memberi motivasi dan kederisasi kepada semua jajaran pengurus Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia dimanapun, diharapkan kelak ada potensi kader-kader baru yang tumbuh sebagai calon pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia masa depan. amin









Sekilas Latar Belakang Berdirinya Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia
Latar belakang berdirinya Lembaga ini dimulai dari pemikiran 3 orang putra asli Liya di Kendari yakni La Ode Haruku, La Ode Marsidi dan La Ode Saruhu yang secara kebetulan pemikiran ini muncul di ruang tunggu Bandara Wolter Monginsidi (sekarang Halu Oleo) Kendari pada awal bulan Oktober tahun 2009 lalu.  Kami bertiga sangat prihatin melihat fenomena kerukunan antara masyarakat Liya khususnya di Kendari dan umumnya di Indonesia semakin hari semakin longgar seakan-skan yang terjadi tidak ada lagi ikatan solidaritas yang utuh dari keluarga satu dengan lainnya, utamanya dikalangan para tokoh elite  asal Liya yang saat ini kebanyakan lebih individualistik dan ekonomikus. Jika ada saudara-saudara kita yang mengalami sakit atau meninggal dunia tak jarang kita bisa mengetahui dengan tepat bahkan sama sekali keluarga tidak mengetahuinya kecuali setelah semua terjadi sudah dikebumikan atau sudah mengalami kesembuhan dan telah kembali ke kampung halaman barulah ada pemberitaan dari keluarga lainnya. Kejadian ini sudah lama berlangsung dan sangat bertentangan dengan fasafah nasehat orang-orang tua kita dahulu yang selalu mereka pertahankan : Toponamisi, Toosaileama, Toposaasa walaupun dalam keadaan himpitan kehidupan sosial ekonomi yang pas-pasan, namun jiwa kesatuan dan persatuan antara masyarakat Liya begitu mampu dipertahankan dan dijalankan dengan baik sehingga semua keadaan dapat teratasi dengan baik melalui Topohamba-hamba.
Banyak tokoh-tokoh masyarakat kita yang kondisi kehidupannya boleh dibilang sudah mapan dan memadai baik yang ada di Kendari maupun di daerah-daerah Lain kebanyakan hanya mau dipuji dan dibanggakan dengan mengutamakan popularitas, bukan penciptaan pengabdian dan solidaritas diantara sesama warga sehingga kesatuan dan persatuan semakin hari semakin rapuh diantara sesama warga Liya di Indonesia. Belum lagi kami menyoal masalah pembangunan sosial budaya di negeri asal kita Liya yang ketika itu yang hungga saat itu pemerintahan Hugua tidak pernah mau melirik atau menalokasikan sebagian APBDnya untuk perkuatan ekonomi kerakyatan disana, sementara ada beberapa orang-orang asli asal Liya yang duduk di DPRD Kabupaten Wakatobi, ada juga yang duduk sebagai Kepala Dinas Kesatuan Bangsa saat itu, tapi mereka semua tak mau perduli akan masa depan negeri Liya sebagai bekas wilayah Kerajaan Majapahit pada zamannya dengan kemegawan Bentengnya sebagai salah satu situs cagar budaya dunia...."
Setelah kemudian kami evaluasi keadaan itu, kami beretiga kembali mengadakan evaluasi potensi SDM yang saat itu dimiliki oleh masyarakt Liya di seluruh Indonesia. Bahwa berdasarkan data sementara potensi SDM masyarakt Liya diberbagai lapisan sosial di Indonesia terdiri dari : pendidikan doktoral (strata-3/S-3)  konsentrasi daerah Kendari sejumlah 3 orang, terdiri dari spesialisasi : Sosiologi Budaya, Antropologi dan Budaya Tutur. Kemudian pendidikan Magister atau strata-2/S-2 terdiri 80 orang berbagai jurusan dan  tersebar diberbagai daerah di Indonesia serta pendidikan Sarjana strata-1/S-1 sejumlah 220 orang dengan berbagai jurusan dan tersebar diberbagai daerah di Indonesia.

Berdasarkan dari hasil diskusi dan pemikiran dari 3 orang tersebut di atas, kemudian ditindaklanjuti dibahas dibeberapa kali forum rafat formal dengan melibatkan semua unsur masyarakt Liya yang domisili di Kota Kendari. Dari hasil-hasil rafat forum formal tersebut direkomendasikan untuk segera membentuk suatu wadah perhimpunan semua elemen masyarakat Liya dalam suatu bentuk Lembaga independen dan berbadan hukum tetap guna dapat memperjuangkan semua aspirasi kerakyatan yang tengah berkembang guna kemajuan masayarakat Liya dimasa-masa akan datang. Maka sebelum pemelihina pengurus, diadakan rapat-rapat pendahuluan untuk memilih nama yang tepat bagi lembaga yang akan dibentuk ini. Maka munculllah berbagai usul, misalnya Umar Ode Hasani mengusulkan nama lembaga ini adalah Kamali (kesatuaan masyarakat Liya). 

Dalam perhelatan diskusi nama ini ditolak karena lebih berbau kebangsawanan dan tidak mengaspirasi perjuangan kerakyatan untuk semua lapisan golongan di Liya. Akhirnya muncullah peyunjuk ghaib dari seorang bernama Sitti Kiah dengan suara lantang malam itu mengatakan bahwa lembaga itu namakan Kabali (keluarga besar Liya) dengan alasan bahwa Kabali merupakan lambang peralatan yang digunakan setiap hati baik di kebun maupun di laut oleh semua lapisan masyarakat di Liya, tanpa Kabali mereka tak bisa hidup. Kabali juga memiliki salah satu sisi yan tajam artinya perjuangan itu butuh keberanian dan pengorbanan tanpa rasa ragu dan takut. Maka malam itu diputuskanlah lembaga ini dinamakan Lembaga Forum Komunikasi Keluarga Besar Liya pusat Kendari (Lembaga Forkom Kabali).

Dan pada tanggal 06 Desember 2009 diadakan pemilihan pengurus disamping pengukuhannya yang dihadiri oleh para tokoh masyarakat dan pemuda Liya dalam Kota Kendari dan terpilih sebagai pengurus dengan jumlah suara terbanyak adalah L.M.Ali Habiu. Selanjutnya pengurus menyusun nama-nama dewan penasehat dan pengurus harian lainnya, antara lain ketua dewan Penasehat Kabali ditunjuk Drs.H.La Ode Murni Misa,M.Si dan wakilnya H.Syahrudin Buton,SH. Kemudian Pengurus harian Sekretaris umum adalah Umar Ode Hasani,SP.,M.Si, Bendahara Drs. La Ode Salagu,SE dan Koordinator Bidang Sosial Budaya Ir. Edy Sunarno,MBA dan koordinator Hubungan masyarakat La Ode Ali Kalau,BA. Sedangkan kelengkapan personalia pengurus lainnya ditentukan dalam rapat pleno dan ditetapkan dalam bentuk surat keputusan dewan pendiri Lembaga ini. Adapun dewan pendiri Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia terdiri dari : Ketua merangkap anggota : L.M. Ali Habiu, anggota masing-masing : La Ode Marsidi, La Ode Haeruddin,SE, La Ode Bahrum Sulaiman,SE, Umar Ode hasani,SP.,M,Si, La Ode salagu,SE dan La Ode Ali Ahmadi,SS. Kemudian lembaga ini dilaporkan ke Notaris guna mendapatkan akte hukum dan terbit Akte Notaris Nomor : 09/2009 an. Rayan Riadi,SH.,M.Kn dan Keputusan Kepaniteraan Pengadilan Negeri Kendari No. Leg.74/XII/12/2009 dan Izin kesatuan bangsa dari pemerintah provinsi sulawesi tenggara No.200/01/2010 berlaku Januari 2010 s/d Januari 2011 dan diperpanjang No.220/02/2011 berlaku Januari 2011 s/d januari 2012 dan seterusnya. Lembaga ini juga memiliki faktur pajak dari kantor perpajakan sulawesi tenggara yang sewaktu waktu dapat digunakan apabila lembaga ini memiliki kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan proyek di bidang kebudayaan dan keparawisataan. Dan alhamdulillah genap perjalanan lembaga ini selama setahun, tepatnya sejak tahun 2010 lalu telah terbentuk cabang-cabangnya di seluruh wilayah Indonesia yang mana di wilayah tersebut terdapat domisili warga asli Liya minimal 10 KK, antara lain di Batam kepulauan, Jakarta, Samarinda, Balikpapan, Bau-bau, Buton (Pasar Wajo), Ternate, Ambon, Wakatobi, Makassar, taliabo, Marauke dan Kendari. Masing-masing pengurus cabang baru terbentuk secara defakto langsung dari penunjukan pusat atas susunan pengurus yang diajukan dari masing-masing daerah, belum dilaksanakan secara de jure atas independensi daerah masing-masing mengingat adanya keterbatasan dana operasional. Rencana kedepan apabila memungkinkan pendanaan akan diadakan rakornas dan/atau rapinnas yang akan dibahas legitimasi kepengurusan dan program kerja 5 tahunan. Saat ini sementara lokus kegiatan organisasional berpusat di Lembaga Forum Komunikasi Kabali pusat kendari dan akan berjalan terus sepanjang belum diadakan rakornas dan/atau rapinnas organisasi ini.
Organisasi Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia bersifat independen dan demokratis dibentuk atas dasar Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi kemasyarakatan yang memiliki tujuan sebagai Pelestari dan pengemban kebudayaan Liya.

Dasar Perjuangan Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia

Dasar perjuangan Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia adalah "Topogau satotono" yang diwujudkan dalam prilaku : Topoangkatako, Toponamisi, Toposaileama dan Toposaasa.
Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia memiliki Visi : "Memperjuangkan pelestarian dan pengembangan Kebuduyaan Liya dan cagar Budaya benteng Keraton Liya sebagai potensi wisata budaya menuju kesejahteraan masyarakat tahun 2020"

Sedangkan Misi Lembaga ini tertuang dalam Anggaran Dasar pada Pasal 6 yang diuraikan sebagai berikut :
  1. Melakukan kontrol sosial budaya disegala bidang
  2. Menyatakan dan menyampaikan Visi, Misi, Presepsi Potensi Desa Liya kepulauan Wangi-wangi dan sekitarnya dan menyalurkan aspirasi masyarakat Liya kepada pihak yang berkompoten
  3. Mengembangkan kepeloporan masyarakat Liya sehingga berani tampil ditengah-tengah masyarakat secara bertanggungjawab dan menjunjung tinggi keadilan
  4. Meningkatkan peran serta  masyarakat Liya dalam pembangunan bangsa yang meliputi peran pelaksana seni budaya, sejarah dan kebudayaan, tradisi dan adat istiadat, pembinaan, pengawasan kontrol sosial budaya yang dilaksanakan secara kritis, konstruktif, konsepsional terhadap para pelaksana pembangunan atau pemerintah di daerah
  5. Memberikan penyuluhan seni budaya, sejarah dan kebudayaan, tradisi dan adat istiadat.
  6. Melaksanakan dan membuat studi dan kajian tindak dan investigasi
  7. Melakukan pendampingan dan konsultansi
  8. Mendorong dan menfasilitasi Pemugaran Benteng Keraton Liya, Situs-Situs Sejarah yang terdapat dalam lingkungan Benteng Kaearton Liya, penulisan naskah sejarah Liya serta mendorong melestarikan nilai-nilai budaya, tradisi dan adat istiadat
  9. Mendorong dan menfasilitasi pengungkapan pelaku sejarah beserta situs-situs lain peninggalan manusia-manusia pertama kali mendiami pulau Oroho dan Liya guna pengembangan sejarah dan budaya
  10. mendirikan Lembaga Adat Liya dan menyelenggarakan Pusat Informasi Kebudayaan Liya serta mendirikan Sanggar Seni Budaya
  11. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Seni Budaya Tradisional Liya, Seni Tenun dan Seni Pengrajin Perak/kuningan untuk memberdayakan usaha ekonomi kerakyatan
  12. Memimpin dan terlibat aktif dalam mewujudkan masyarakat Liya yang demokratis, santun dan berbudaya menuju masyarakat mandiri
  13. Mengadakan kajian dan perbedayaan ekonomi kerakyatan dibidang Seni Budaya Tradisional, Seni Tenun dan Seni Pengrajin Perak/tembaga
  14. Melakukan usaha-usaha lainnya yang tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan lembaga satu dan lain dalam arti kata yang seluas luasnya.
Adapun maksud dan tujuan Lembaga ini sebagaimana tertuang dalam Bab IV, Pasal 7 Anggaran Dasar Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia, adalah :
  1. Mengikat dan mengeratkan tali persaudaraan komunitas Liya keseluruhan dan secara khusus diperantauan
  2. Promosi dalam proses membangun citra positif dan identitas lokal masyarakat Liya secara umum
  3. Menjadi konsultan penghubung dalam rangka interaksi kekerabatan dan penyelesaian masalah-masalah sosial yang dihadapi
  4. Melestarikan nilai Budaya, Adat dan Tradisi Liya
  5. Membantu pemerintah daerah dalam rangka pembangunan Kebudayaan dan Parawisata.*****

PEGELARAN BUDAYA LIYA KE II DIDUKUNG DONATUR LUAR WAKATOBI : "BUPATI WAKATOBI DINILAI PILIH KASIH DALAM KEPENTINGAN MASYARAKATNYA !?"

 OLEH : TOTOM WAKATOBI (wartawan free lines)


Indonesia Online News - Kebudayaan Liya ke II Tahun 2011, yang digelar mulai Senin (7/11) laly berjalan dengan sukses. Hal itu berkat atas dukungan para donatur di luar wilayah Pemerintahan Kebupaten Wakatobi, Demikian disampaikan Ketua Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia, Ali Habiu kepada wartawan.

Ali Habiu, mengatakan dengan tidak ada perhatian Pemda Wakatobi kepada kegiatan tersebut membuat banyak pertanyaan banyak masyarakat Wakatobi khususnya masyarakat Wakatobi di Pulau Wangi-wangi.
 
“Masyarakat Liya lebih khususnya mempertanyakan kenapa acara-acara konteksi adat dan budaya Kraton Liya yang telah terlaksana belakangan ini, tidak diperdulikan Pemerintah Daerah Wakatobi. Saya katakana ini memang, Bupati Wakatobi baik secara kelembagaan maupun pribadi tidak ada sama sekali perhatiannya, padahal konteksi ini merupakan iven yang cukup strategis dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan daerah. Sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (m) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah adalah termasuk dalam katagori Hak dan Kewajiban Pemerintahan Daerah Otonom (Pemerintah Daerah kabupaten Wakatobi),” katanya.
 
Kata dia berdasarkan UU pasal 22 ayat (m) tersebut berbunyi, dalam penyelenggaraan otonomi daerah mempunyai kewajiban (m) melestarikan nilai social budaya. Dengan begitu, menurut penilaiannya, menunjukkan bahwa Bupati Wakatobi, Hugua masih pilih kasih dalam menjalankan kepemerintahannya.

“Dan bukan merupakan rahasia umum jika selama ini yang menjadi prioritas penanganan pelestarian dan pengembangan kebudayaan hanya diberikan kepada daerah asal kelahirannya yakni Tomia tanpa secara adil memperhatikan wilayah-wilayah daerah lain (Binongko, Kaledupa dan Wangi-wangi) yang memiliki potensi nilai sosial budaya yang perlu dilestarikan dan dikembangkan,” ucapnya lantang.
 

Lanjutnya, Kepala Dinas Kebudayaan dan Parawisata Kabupaten Wakatobi, Drs.Tawakkal mengemukakan bahwa mulai tahun 2012 mendatang acara kegiatan serupa yakni Gelar Kebudayaan Liya ke III Tahin 2012 mendatang sudah akan ditangani oleh dinasnya karena telah masuk dalam tugas pokok dan fungsi Dinas Kebudayaan dan Parawisata Kabupaten Wakatobi, yang tentunnya akan kerja sama dengan Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia sebagai lembaga independen perintis dan pelestari kebudayaan Liya.
“Kami berharap semoga janji ini bisa merupakan kenyataan pada Tahun 2012 mendatang. Selama acara berlangsung, dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata hanya mengambil dokumentasi, publikasi untuk promosi mereka,” ujarnya.
Ali Habiu, menyampaikan bahwa meskipun demikian tanpa bantuan pemerintah Kabupaten Wakatobi pelaksanaan Gelar Budaya Liya ke I Tahun 2010 dan ke II Tahun 2011 ini cukup meriah, bisa berjalan lancar dan sukses.Tentunya hasil berkat kerja keras tanpa lelah dari segenap pengurus Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia baik yang berada di pusat maupun di daerah khususnya di Pengurus Cabang Kabupaten Wakatobi yang dikomandoi oleh Hasan Ndou dan lainya.
Sesuai dengan pengakuannya pelaksanaan Gelar Budaya Liya ke II Tahun 2011 ini jauh lebih sempurna pelaksanaannya jika dibandingkan dengan pelaksanaan Gelar Kebudayaan Liya ke I Tahun 2010 lalu, karena sudah didasarkan atas pengalaman pelaksanaan sebelumnya.
“Kegiatan yang ditampilkan pada acara Budaya Liya ke II Tahun 2011 berupa pemotongan hewan qurban secara tradisional (adat istiadat) dan diskusi kebudayaan. Pada pelaksanaannya dirangkaikan bersamaan pada hari Senin (7/11). Dan Pentas Seni Budaya dengan menampilkan 18 jenis seni budaya tradisional Liya di laksanakan pada hari Selasa (8/11). Kegiatan dimulai Jam 09.00 Wit sampai Jam 14.00 Wit. Sedangkan penampilan Seni Budaya tahun 2010 lalu hanya sejumlah 8 jenis saja,” tutupnya.(by.totom/bustomi)