KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI BANDA PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI NGIFI- LARIANGI LIYA, PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

Kamis, 12 Januari 2012

KEMENBUDPAR AKAN PUGAR BENTENG LIYA DI WAKATOBI

OLEH : EDHIE NANTO




KEMENTERIAN Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) RI, menyetujui pemugaran Benteng Liya Togo seluas 30 hektar di Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Mendahului pemugaran itu, Kemenbudpar tahun 2011 nanti akan melakukan kajian tekhnik, terutama konstruksi benteng.

Menurut Kepala Seksi Kepurbakalaan dan Situs Sejarah Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Sultra, Ali Ahmadi di Kendari seperti yang dikutip dari antaranews.com mengatakan tidak merinci alokasi anggaran yang akan dikucurkan Kemenbudpar untuk melakukan kajian tekhnik pemugaran benteng Liya tersebut. Seluruh kegiatan dalam pengkajian tekhnik pemugaran tersebut dilaksanakan sendiri oleh Kemenbudpar.
"Kita di daerah hanya diberitahukan persetujuan pemugaran itu, karena memang yang mengusulkan untuk dilakukan pemugaran itu, kita sendiri. Kemenbudpar sudah merencakan anggaran pemugaran benteng Liya tersebut sebesar Rp2,7 milyar yang akan dikucurkan tahun 2012 nanti. Kemenbudpar sudah menyampaikan itu kepada kami melalui surat resmi. Ini surat dari Kemenbudpar," katanya.
Benteng Liya Togo di Wakatobi merupakan salah satu benteng yang menjadi pusat penyebaran Islam di Kesultanan Buton masa lampau. Di dalam benteng seluas 30 hektar itu terdapat masjid tua yang diperkirakan dibangun pada abad ke XII Masehi (Tahun 1252). Baik konstruksi benteng maupun bangunan masjid, mirip dengan konstruksi benteng dan Masjid Keraton Buton di Kota Baubau.
“Kemebudpar menyetujui pemugaran benteng dan Masjid di dalamnya karena Wakatobi saat ini sudah menjadi daerah tujuan wisata dunia. Benteng Liya Togo, merupakan salah satu obyek wisata yang banyak dikunjungi para turis mancanegara," katanya.
Submitted by edhie-rianto on Fri, 12/24/2010 - 12:52
(http://www.traveltextonline.com/headlines/kemenbudpar-akan-pugar-benteng-liya-di-wakatobi)

Rabu, 11 Januari 2012

LEMBAGA ADAT LIYA BELUM MEMBENTUK LEMBAGA BOBATO LIYA DAN DEWAN SARA LIYA

Oleh : Ali Habiu

Alhamdulillah sesuai dengan Saran yang diberikan oleh Ketua Umum Lembaga Forum Komunikasi KabaLi Indonesia pusat kepada Ketua Lembaga Adat Liya Kabupaten Wakatobi pada acara rapat konsolidasi pemantapan Gelar Budaya Liya 2010 pada tanggal 6 November 2010 di Ruang Rapat SMP Negeri I Liya agar Lembaga Adat Liya segera membetuk Lembaga Bobebto Liya dan dewan Sara Liya dalam waktu dekat ini.  Mulai hari minggu tanggal 26 November 2010 sampai tanggal 28 November 2010 Lembaga Adat Liya telah mengadakan rapat pengurus dengan melibatkan para kepala Desa Liya besar utk membicarakan pengangkatan Lembaga Bobeto Liya terdiri dari 12 orang kepala Sara dan dewan sara Liya yang terdiri dari sejumlah 120 orang yang dibagi secara porporsional antara sara hukumu dan sara adati sesuai dengan kedudukan sara pada masa Lakina atau Raja Liya berkuasa pada zamannya. 
Diharapkan dapat segera dalam waktu singkat ini Lembaga Adat Liya mampu secara profesional membentuk dewan Sara Liya untuk menduduki majelis dewan Sara pada Lembaga Bobebo Liya yang terdiri dari 12 kepala Sara. Bisa juga sebaliknya Lembaga Adat Liya segera membentuk Lembaga Bobato Liya yang terdiri dari 12 orang kepala Sara (pembagiananya dapat dilihat pada entri blog ini) kemudian Lembaga Bobato Liya akan menyusun Dewan Sara Liya sebab pada hakekatnya Dewan sara Liya adalah anggota dari masing-masing bobato Liya yang bersangkutan.

Peran Dewan Sara Liya adalah sebagai majelis paripurna dalam memusyawarakan sesuatu masalah kemasyarakatan atau pemerintahan adat kemudian menyerahkan keputusannya kepada Lembaga Bobato Liya untuk pengambilan keputusan tetap mulai dari segala bentuk permasalahan Ulayat Adat, Tanah Sara dan masalah sosial budaya uang menjadi sengketa  dalam lingkungan masyarakat Liya besar. Biasanya dalam sistem adat Liya yang akan memutuskan adalah Bonto Wawo dan Bonto Woru. Hasil keputusan Lembaga Bobato Liya akan ditaati oleh seluruh masyarakat adat Liya termasuk akan ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah kabupaten wakatobi.

Jadi fungsi dan peranan Lembaga Adat Liya adalah sebagai fasilitator dalam membentuk Lembaga Bobeto Liya yang terdiri dari 12 orang kepala Sara serta membentuk Dewan Sara Liya sejumlah  120 orang terdiri dari Sara Hukumu dan Sara Adati. Adapun unsur-unsur yang duduk baik di Lembaga Bobebto Liya sebagai kepala Sara Liya diambil dari keturunan masing-masing, demikian pula dewan sara Liya terdiri dari anasir keturunan masing-masing pemangku pada zamannya.

Namun sangat disayangkan bahwa ternyata Lembaga Adat Liya tidak bisa bekerja sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat adat karena ternyata para pengurusnya yang ada saat ini tidak begitu ahli dan terampil atau menguasai bidang sosial budaya termasuk bidang adat istiadat, sejarah dan budaya Liya sehingga sampai saat ini belum juga bisa terbentuk Lembaga Bobeto Liya dan dewan Sara Liya. Diharapkan setelah terbentuknya Lembaga Bobebto Liya dan Dewan Sara Liya maka tugas fungsi dan peranan Lembaga Adat Liya secara struktural telah selesai dilakukan dan semua keputusan adat sudah diserahkan sepenuhnya kepada Lembaga Bobato Liya.
Diharapkan dengan segera terbentuknya Lembaga Bobato Liya dan Dewan Sara Liya ini maka segala permasalahan sengketa tanah sara/adat, dan ulayat adat yang menjadi kontroversial selama ini dapat diselesaikan dengan baik dan segala keputusan yang diambil oleh Lembaga Bobebto Liya bersifat mutlak dan harus dapat dipatuhi oleh seluruh pemerintah kabupaten wakatobi, masyarakat Liya khususnya dan masyarakat wilayah perbatasan umumnya.****

Senin, 09 Januari 2012

"SIPANJONGA" RAJA KEDUA KERAJAAN LIYA TAHUN 1276-1295 SEBELUM TALO-TALO

 OLEH : RAHMAD HARDIANTO 



SIPANJONGA atau nama aslinya  adalah KARTANEGARA merupakan Raja Terakhir Singosari yang mengasingkan diri ketika Kerajaan Singosari di serang oleh tentara Mongol. Pada serangan tersebut dikabarkan bahwa KARTANEGARA telah wafat dibunuh oleh pasukan Mongol, namun keadaan sebetulnya bukan dia yang meninggal namun seorang pengikut setianya yang menyamar sebagai Kartanegara. SIPANJONGA diambil dari asal kata “jonga” atau yang dipayungi adalah merupakan Raja Liya kedua diperkirakan mulai Tahun  1276 - 1295 yang meliputi kekuasaannya diseluruh wilayah kepulauan tukang besi mulai dari wangi-wangi, kaledupa, tomia dan binongko atau sekarang disebut wakatobi. Adapun leluhur SIPANJONGA adalah seorang Ulama terbesar sepajang masa, juga yang termulia di tanah Arab (Mekkah). SIPANJONGA menikah dengan SIMALUI yang merupakan seorang Putri dari Kerajaan Pamalayu yang terletak di pulau Sumatera. Dari pernikahan SIPANJONGA dan SIMALUI lahirlah WA KAA KAA dan BETOAMBARI, yang mana BETOAMBARI dikenal oleh masyarakat dunia sebagai GAJAH MADA. GAJAH MADA mengandung pengertian Gajah yang menjalankan risalah agama yang dibawah oleh NABI MUHAMMAD SAW; yang mana penulisan nama yang sebenarnya adalah GAJ AHMADA atau GAJ AHMAD. WA KAA KAA menikah dengan SIBATARA atau dikenal dengan nama ARDHA-RAJA (“RAJA di BUMI”) atau juga dikenal dengan nama RADEN WIJAYA  sebagai Raja Majapahit ke-1 adalah anak dari JAYA KATWANG (Raja Kediri) ..BETOAMBARI, atau GAJAH MADA, atau GAJ AHMAD merupakan Patih Amangkubhumi (“Patih yang mem-‘paku’ atau menancapkan SESUATU di BUMI”) di KERAJAAN MAJAPAHIT. BETOAMBARI, atau GAJAH MADA, atau GAJ AHMAD merupakan ipar dari SIBATARA atau ARDHA-RAJA, sehingga dengan demikian BETOAMBARI merupakan menantu-nya JAYAKATWANG (Raja KEDIRI). BETOAMBARI, atau GAJAH MADA, atau GAJ AHMAD menikah dengan adik dari SIBATARA atau ARDHA-RAJA (saat ini turunannya sebagian besar menetap di “NEGERI LIYA” atau LIYA TOGO atau pulau OROHO yang sekarang ini berada dalam wilayah KABUPATEN WAKATOBI). BETOAMBARI, atau GAJAH MADA, atau GAJ AHMAD merupakan seorang NEGARAWAN BESAR, dimana sebenarnya beliau-lah yang menjadi pengendali KERAJAAN MAJAPAHIT pada masa-masa keemasannya yang selanjutnya kerajaan tersebut menjadi “pudar” setelah wafatnya beliau. BETOAMBARI, atau GAJAH MADA, atau GAJ AHMAD merupakan seorang MUSLIM yang SANGAT TAAT melaksanakan AJARAN ISLAM, namun karena “kondisi” menjadikannya terpaksa menyembunyikan ke-ISLAM-an-nya, sekaligus sebagai bentuk & perwujudan RASA TOLERANSI yang sangat tinggi & mulia terhadap masyarakat KERAJAAN MAJAPAHIT yang berbeda “KEYAKINAN” dengannya. BETOAMBARI, atau GAJAH MADA, atau GAJ AHMAD adalah penulis dari kakawin Negarakartagama yang termasyhur, berdasarkan pengalamannya langsung selama MENJELAJAH (ber-EKSPLORASI) untuk mempersatukan NUSANTARA. Selain diberi nama (“kode”) Negarakaṛtâgama (“Negara dengan agama yang suci, yaitu: ISLAM”), BETOAMBARI juga memberi nama kakawin yang ditulisnya sebagai Deśawarṇana (“Penulisan tentang Daerah-Daerah”). Judul sebenarnya (PESAN TERSIRAT yang sebenarnya ingin disampaikan BETOAMBARI kepada orang-orang BUTUN hari ini), sekali lagi, JUDUL SEBENARNYA dari kakawin tersebut seharusnya adalah: “DAERAH-DAERAH YANG MERUPAKAN WILAYAH KERAJAAN BUTUN”. Jika tidak memakai STRATEGI seperti itu, kemungkinan besar kakawin yang dibuat BETOAMBARI tidak akan selamat dari “kejaran” PARA MANUSIA-MANUSIA KURANG AJAR, terlebih juga saat itu kebencian agama-agama tertentu terhadap ISLAM sedang mencapai puncaknya, & lebih-lebih lagi oleh VOC & BELANDA. BETOAMBARI juga ber-STRATEGI seolah-olah kakawin yang dibuatnya hanyalah merupakan SASTRA pujian untuk keluarga besar HAYAM WURUK (yang sebenarnya adalah keluarga besarnya juga, namun berbeda dalam hal “KEYAKINAN”), & bukan tentang BATAS-BATAS WILAYAH & KEBESARAN KERAJAAN BUTUN. Bahkan, BETOAMBARI memasang “nama pena” di kakawinnya sebagai MPU PRAPANCA (kata “prapañca” artinya adalah ‘bingung’) & memasang tahun 1365 sebagai tahun penulisan kakawin itu untuk benar-benar membuat bingung semua orang, kecuali benar-benar KETURUNAN-nya langsung. BETOAMBARI sendiri meninggal tahun 1364 & dikuburkan di daerah Betoambari yang berada dalam pusat pemerintahan KERAJAAN BUTUN yang didirikan ayahnya, yakni: SIPANJONGA. Kakawin Negarakartâgama pertama kali “ditemukan” kembali pada tahun 1894 oleh J.L.A. BRANDES, seorang ahli SASTRA JAWA dari BELANDA yang ikut “mengiringi” (MENYERBU) istana Raja Lombok di CAKRA-NAGARA dalam suatu “ekspedisi” TENTARA KNIL di Lombok (yang SEBENARNYA adalah mereka BENAR-BENAR meng-eksplorasi untuk mencari keberadaan kakawin yang ditulis BETOAMBARI, setelah membaca & menterjemahkan “simbol-simbol” (“kode”) dalam kisah-kisah yang tertuang dalam BABAD TANAH JAWI. Kakawin Negarakartâgama “semula dikira” hanya TER-WARIS-KAN (dalam bahasa BUTUN diucapkan sebagai “WAKAF”) di dalam sebuah naskah tunggal. J.L.A. Brandes “menyelamatkan” isi perpustakaan Raja Lombok di CAKRA-NAGARA yang berisikan ratusan naskah lontar (SALAH SATUNYA adalah lontar Negarakartâgama), sebelum istana sang raja DIBAKAR oleh TENTARA KNIL SEMUA NASKAH “dari Lombok” dikenal dengan nama lontar-lontar “KOLEKSI LOMBOK” yang SANGAT TERMASYHUR & disimpan di perpustakaan UNIVERSITAS LEIDEN, Belanda (hahaha.., sepandai-pandainya “MEREKA” mau ber-tipu muslihat & ber-BUAT KOTOR, pada akhirnya tetap akan terbongkar juga di’..?). … Kita coba PAUSE (rehat sejenak) untuk merenungkan RAHASIA-RAHASIA asal muasal KERAJAAN LIYA yang sudah mulai terungkap, walau baru sedikit di atas.

(ini dapat dipahami jika membaca secara seksama mengenai isi kakawin Negarakartagama, Pararaton, Kidung Harsa-Wijaya, & prasasti-prasasti terkait).
Menjadi tanggungjawab semua kalangan ahli sejarah Liya untuk mengungkap sebenarnya siapa saja raja-raja yang pernah berkuasa di Liya setelah Si Panjonga sampai masa Raja Talo-Talo atau Lakundaru....mengingat sampai saat ini tak satupun terdapat naskah sejarah yang mengkisahkan silsilahnya... ?? ****

Sabtu, 07 Januari 2012

RIWAYAT HONARI TAMBURU (TARI GENDANG) DI KERATON LIYA AWAL ABAD KE XV


 PAKAIAN ASLI HONARI TAMBURU IALAH LEJA HITAM (BERGARIS PUTIH)

 TARIAN TAMBURU INI LENGKAPNYA ADALAH TERDIRI DARI 17 PERSONIL


OLEH : LA BARA


La Bara adalah salah satu keturunan terakhir dari Bonto Wawo di Keraton Liya yang berdomisili di Jakarta Pusat dan saat ini berkunjung ke Kendari menceritakan riwayat asal mula Tari tamburu (tari gendang) yang biasanya dipasangkan tariannya dengan Tari Honari Mosega (tari perang). Bahwa latar belakang adanya Honari Tamburu di keraton Liya setelah Raja Liya yang bernama La Kueru atau La Kundaru atau dengan gelar Talo-Talo berhasil memenggal seorang sakti asal pulau Muna bergigi satu bernama Bombonawulu. Dikisahkan bahwa pada waktu itu kerajaan buton mengalami ancaman dari Bombonawulu dan prajurit kerajaan buton ketika itu tak mampu menandingi kesaktian orang tersebut, maka Raja Buton mengeluarkan titah berupa meminta bantuan orang-orang berani dari kepulauan tukang besi. Saat itu kabarpun tiba di Keraton Liya kepulauan Wangi-Wangi oleh utusan raja Buton dimana ketika itu sementara diadakan rapat Sara di baruga Keraton Liya. Maka Talo-Talo sebagai Raja Liya saat itu langsung mengambil inisiatif untuk menyelidiki secara bathin adanya kebenaran titah Raja Buton ini. Sesaat sesudahnya Talo-Talo tafakkur dan  setelah mendapat petunjuk bathin akan kebenaran berita itu, langsung mempersiapkan diri dengan peralatan perang berupa sebilah Parang dan menuju ke Pulau Oroho tetaptnya di Kompona One (Perut Pantai) dimana tak jauh dari lokasi itu merupakan lahan kebun Talo-Talo. Ketika sampai di Kompona One langsung Talo-Talo mengambil Koli-Koli (sampan) dan konon dikisahkan bahwa ketika Talo-Talo sudah menaiki sampannya, maka satu kali dayung dia sudah tiba di one pulau kapota, dua kali dayung dia sudah sampai di Mata sangia dan tiga kali dayung dia sudah sampai di Nganga Umala (pelabuhan kerajaan buton). Setelah Talo-Talo tiba di Nganga Umala langsung dia menembakan bedil (merial kecil) ke udara pertanda dia sudah memasuki wilayah kerajaan buton. Sementara kejadian ini berlangsung ternyata Raja Buton tengah mengadakan rapat Sara di Baruga Keraton Buton dan ketika itu Raja Butonpun kaget mendengar suara bedil yang ditembakkan secara ghaib oleh Talo-Talo. Maka Raja Buton penasaran dan mengutus telisandi dan prajuritnya untuk mencari dimana sumber bunyi asal bedil tersebut dan ditemukan Talo-Talo di Nganga Umala. Ketika itu Raja Buton marah karena ada orang berani yang menembakan bedil di wilayah Keraton Buton dan ternyata dia adalah seorang sakti pemberani dari Keraton Liya bergelar Talo-Talo. Lalu Talo-Talo dipanggil menghadap Raja Buton dan setelah diceritakan maksudnya maka Raja Butonpun baru mengerti akan maksud dan tujuan kedatangan Talo-Talo di Buton. Dan saat itu juga Raja Buton memerintahkan Talo-Talo untuk pergi ke wilayah kekuasaan Bombonawulu di daratan Muna untuk menaklukannya dan ketika itu Talo-Talo dengan kesaktiannya langsung menuju ke wilayah tersebut mencari Bombonawulu. Ketika Talo-Talo tiba di kerajaan Bombonawulu disana sedang terjadi atraksi tarian perang atau Tarian Tamburu dimana setiap prajurit mengadakan tarian dengan gerakan sehe (gerakan tanpa sadar) dan saling menombak satu dengan lainnya tanpa ada yang cedera atau luka. Raja Liya atau Talo-Talo menyaksikan acara tarian perang ini dan dia langsung pergi duduk dibawah Tamburu atau gendang (beduk) yang sedang dipukul dalam mengiringi tarian tamburu ini. Mengetahui gejolak orang yang tak dikenal ini lalu Bombonawulu bertanya : " kenapa kamu berani  masuk di arena ini "?. Jawab Talo-Talo, saya masuk disini karena utusan gendang !. Mendengar jawaban ini Bombanawulu lalu marah-marah dan menantang Talo-Tali untuk adu kesaktian. Pada saat itu Talo-Talo memegang parangnya yang dilengkapi dengan katompide (penangkis dari kayu keras) lalu secepat kilat menyambar tubuh Bombanawulu sambil memenggal kepalanya satu kali tebasan putus ! Kemudian setelah itu kepala Bombanawulu di bawah oleh Talo-Talo langsung kehadapan Raja Buton dan Raja Butonpun ketika itu menjadi tercengan melihat kejadian luar biasa ini. Dari kisah perjalanan Talo-Talo ini sepulangnya ke Keraton Liya langsung mengajarkan Tarian Tamburu kepada para Sara Liya untuk dijadikan tarian penyambutan ketika para pejabat kerajaan Buton datang berkunjung ke keraton Liya atau dipakai memeriahkan pada acara-acara tradisional Liya seperti Sampea dan lainnya. ****