KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI BANDA PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI NGIFI- LARIANGI LIYA, PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

Selasa, 14 Februari 2012

BENTENG LIYA TOGO BERTRANSFORMASI

OLEH : ADJI KURNIAWAN




Keberadaan Benteng Liya Togo di Kepulauan Tukang Besi Wakatobi, Sulawesi Tenggara bakal bertransformasi baik secara fisik maupun status. Benteng yang terbuat dari susunan batu tanpa perekat semen ini sedang dipugar dan statusnya akan menjadi Cagar Budaya Dunia.



Pemugaran benteng yang berada di Desa Liya Raya, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara ini masih berlangsung. Biaya pemugarannya mencapai Rp 1,5 miliar dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar).

Pemugaran benteng seluas 30 hektar ini dituding terkait penyelenggaran Sail Wakatobi Belitong (SWB) 2011 yang digelar di Wakatobi. Terlebih pekerjaan pemugarannya harus selesai sebelum acara puncak SWB 2011 di Pantai Sombu, Kecamatan Wangi-wangi, Wakatobi yang akan dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Kendati begitu, keputusan Kemenbudpar untuk merenovasi benteng peninggalan Kesultanan Buton ini, sudah tepat meski telat. Maklum saja, keberadaannya selama ini sangat mengenaskan. Beberapa bagiannya tinggal puing-puing yang berserakan, tak terawat. Mungkin kalau tidak dilakukan pemugaran, nasibnya akan bertambah parah dan bisa-bisa tak berbentuk benteng lagi.

Benteng Liya Togo dijadikan sebagai Cagar Budaya Dunia dengan penilaian memiliki kekhasan yang jarang ditemui di benteng lain di dunia. Bahan utama bentengnya dari batu-batu yang disusun tanpa perekat semen. Konstruksinya mirip Benteng Keraton Buton di Kota Baubau.

Keunikan lain, di dalam benteng ini ada Masjid Liya Togo, masjid tua yang pernah menjadi pusat penyebaran Islam di Wakatobi.

Dengan pemugaran dan perubahan status Benteng Liya Togo, diharapkan transformasi yang dialami benteng ini bukan sebatas pelestarian pun mampu menjaring lebih banyak lagi wisatawan baik lokal, nusantara maupun mancanegara.

Naskah: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

Jumat, 10 Februari 2012

BENTENG LIYA TOGO PUSAT PENYEBARAN ISLAM DI KESULTANAN BUTON


Diposting oleh : Redaksi Jejak Sejarah Sulawesi


Mesjid Al Muboroq di bangun tahun 1543 masehi oleh Jilabu


JEJAK SEJARAH -- Benteng ini memiliki keunikan karena memiliki konstruksi batunya yang tanpa menggunakan perekat semen. Kini, Benteng Liya Togo menjadi salah satu obyek wisata yang banyak dikunjungi turis mancanegara.

Benteng Liya Togo menyimpan sejarah Islam di Kesultanan Buton lantaran benteng ini adalah salah satu benteng yang menjadi pusat penyebaran Islam di Kesultanan Buton pada masa lampau. Di dalam benteng seluas 30 hektare itu terdapat masjid tua yang diperkirakan dibangun pada abad ke 16 Masehi. Konstruksi benteng dan bangunan masjid mirip dengan konstruksi benteng dan Masjid Keraton Buton di Kota Baubau.

Kini Benteng Liya Togo ditetapkan jadi Cagar Budaya Dunia oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI. Benteng ini berlokasi di Desa Liya Raya, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara. (ZA.Syahrir)

Kemenbudpar Akan Pugar Benteng Liya di Wakatobi

Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) RI, menyetujui pemugaran Benteng Liya Togo seluas 30 hektar di Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).


"Mendahului pemugaran itu, Kemenbudpar tahun 2011 nanti akan melakukan kajian tekhnik, terutama konstruksi benteng," kata Kepala Seksi Kepurbakalaan dan Situs Sejarah Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Sultra, Ali Agmadi di Kendari, Sabtu.

Ali Ahmadi tidak merinci alokasi anggaran yang akan dikucurkan Kemenbudpar untuk melakukan kajian tekhnik pemugaran benteng Liya tersebut.

Ia hanya mengatakan, seluruh kegiatan dalam pengkajian tekhnik pemugaran tersebut dilaksanakan sendiri oleh Kemenbudpar.

"Kita di daerah hanya diberitahukan persetujuan pemugaran itu, karena memang yang mengusulkan untuk dilakukan pemugaran itu, kita sendiri," katanya.

Menurut Ali Ahmadi, Kemenbudpar sudah merencakan anggaran pemugaran benteng Liya tersebut sebesar Rp2,7 milyar yang akan dikucurkan tahun 2012 nanti.

"Kemenbudpar sudah menyampaikan itu kepada kami melalui surat resmi. Ini surat dari Kemenbudpar," katanya sambil memperlihatkan surat dimaksud.

Benteng Liya Togo di Wakatobi merupakan salah satu benteng yang menjadi pusat penyebaran Islam di Kesultanan Buton masa lampau.

Di dalam benteng seluas 30 hektar itu terdapat masjid tua yang diperkirakan dibangun pada abad ke 16 Masehi.

Baik konstruksi benteng maupun bangunan masjid, mirip dengan konstruksi benteng dan Masjid Keraton Buton di Kota Baubau.

Menurut Ali Ahmadi Kemebudpar menyetujui pemugaran benteng dan Masjid di dalamnya karena Wakatobi saat ini sudah menjadi daerah tujuan wisata dunia.

"Benteng Liya Togo, merupakan salah satu obyek wisata yang banyak dikunjungi para turis mancanegara," katanya.(antaranews.com/Andi Nur fajri)

BENTENG LIYA TOGO DIUSULKAN MENJADI WORLD HERITAGE



OLEH : TOTOM


 Luas Benteng Lapis ke-3 sebesar 30 Ha
 

Benteng Liya Togo mengingatkan kita akan peradaban manusia pertama dan terjadinya penyebaran Agama Islam pertama yang dilakukan oleh Djilabu di Wakatobi. Dan ada juga kaitannya dengan lahirnya gugusan pulau-pulau Wanci (Wangi-Wangi), Kaledupa, Tomia dan Binongko yang disingkat dengan nama Wakatobi.(Totom)

Indonesia terus membenahi warisan budayanya.    Setelah Wayang  diumumkan oleh UNESCO sebagai waridan budaya dunia tidak benda pada 7 November 2003, Keris pada 25 September 2005, Batik pada 2 Oktober 2009, dan Angklung pada 18 November 2010, dan berikutnya Tari Saman akan diumumkan pada 19 November 2011. Kini menyusul Benteng Liya Togo, wrisan budaya benda (tangible heritage)  diusulkan menjadi  cagar budaya dunia (World Heritage) oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) RI..
 
Benteng Liya Togo yang terletak di Desa Liya Raya, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara,  Sulawesi Tenggara memiliki 92 situs benda cagar budaya benda  yang tersebar di 12 Kabupaten/Kota. Benteng Liya Togo adalah sebuah benteng bersejarah yang dibuat sebelum masa kejayaan Kesultanan Buton  pada abad ke-12 Masehi oleh rombongan Si Panjonga, Si Malui dan Bau-Basi secara bertahap, Bahkan ada pendapat yang menyatakan benteng ertua di wilayah ini terdapat di pulau Oroho (ken-o- roh-an)  sudah dibangun sejak awal abad ke-11 oleh prajurit Putri Khan yang memerintah sebagai Raja Buton tertua di Kamaru pada pertengahan abad ke-9 masehi.

Benteng Liya Togo merupakan salah satu benteng yang menjadi pusat penyebaran Islam. Itu ditandai dengan adanya bangunan masjid yang diyakini dibangun pada abad ke-16 Masehi atau tahun 1543 masehi.  Di dalam benteng itu terdapat benda dan bangunan bersejarah, seperti meriam peninggalam kerajaan dan gedung pertemuan yang kondisinya sudah lapuk dan karatan termakan usia.

Kondisi benteng

Dalam beberapa tahun terakhir benteng ini  kondisinya terbengkalai. Di berbagai bagian benteng itu telah mengalami kerusakan parah akibat termakan usia. Dengan kondisi seperti itu,  Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Wakatobi, Tawakal di Kendari, menyatakan pada situs kompas.com (2/7/2011), bahwa kini Benteng Liya Togo dalam proses pemugaran dengan menggunakan dana Kemenbudpar senilai Rp 1,5 miliar.

Pada catatan Totom di  Facebook (2/3/2011), Benteng Liya Togo mengingatkan kita akan peradaban manusia pertama dan terjadinya penyebaran Agama Islam pertama yang dilakukan oleh Djilabu di Wakatobi. Dan ada juga kaitanya dengan lahirnya gugusan pulau-pulau Wanci (Wangi-Wangi), Kaledupa, Tomia dan Binongko yang disingkat dengan nama Wakatobi.
Selanjutnyanya meenurut Andi Syahrir, salah satu keunggulan benteng ini adalah terbuat dari batu alam (tanpa perekat semen) dengan tinggi mencapai tiga meter, keliling 16 kilometer, dan luas 30 hektare. Sayangnya, ketika pendudukan Jepang tahun 1942-1945, tentara Nippon memerintahkan pembongkaran benteng dan materialnya untuk digunakan sebagai fondasi jalan dan dermaga. Akibatnya, tinggi benteng saat ini hanya tersisa sekitar satu meter.
Semoga kita makin peduli pada kekayaan warisan budaya Indonesia. (apw) *****


Diposkan oleh indonesiaku di 22:14 http://img1.blogblog.com/img/icon18_email.gif