KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI BANDA PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI NGIFI- LARIANGI LIYA, PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

Jumat, 10 Oktober 2014

PERKUAT PENGAWASAN TERHADAP SEPAK TERJANG PROGRAM BRITISH COUNCIL DI DUSUN BISITIO DESA WISATA LIYA TOGO KEPULAUAN WANGI-WANGI KABUPATEN WAKATOBI.



OLEH : HUMAS KABALI INDONESIA
 





Sesuai dengan surat Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tanggal 22 Februari 2013, dengan nomor surat KP.303/1/2/DPDP/2013 yang ditujukan kepada Ketua Umum Lembaga Kabali Indonesia, menyatakan bahwa Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Wakatobi harus segera koordinasi dengan Lembaga Kabali Indonesia dalam rangka pemberdayaan British Council di Liya. Hal ini telah disampaikan oleh Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata kepada Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wakatobi dengan surat pemberitahuan nomor : 403/1/1/DPDP/KPEK/2013, tanggal 10 Januari 2013. Sampai hari ini sudah setahun lebih koordinasi pemerintah daerah Kabupaten Wakatobi dengan Lembaga Kabali Indonesia  menyikapi surat tersebut juga belum dilakukan. Ini pertanda buruk bagi pembinaan ekonomi berbasis masyarakat perdesaan di Wakatobi khususnya desa Liya Togo karena ternyata masuknya British Council di Liya ada kaitan kepentingan LSM Sinthesa milik Hugua sebagai Bupati Wakatobi saat ini disana. Kasihan masyarakat Liya, kapan bisa kita maju kalau bupatinya arogansi kayak begini.

Oleh karena itu dihimbau kepada semua elemen dan tokoh-tokoh masyarakat Liya untuk segera berkoordinasi dan menyatukan langkah-langkah konkret dengan berupaya semaksimal mungkin setiap harinya untuk mengawasi sepak terjang British Council di dusun Bisitio Desa Wisata Liya Togo mengingat kehadiran lembaga ini merupakan agen-agen lembaga asing yang berkedok pembinaan masyarakat padahal mereka dalam program kerjanya mengandung niat-niat terselubung untuk secara diam-diam mencuri kekayaan arkiologi yang terpendam dibumi eks Kerajaan Liya baik itu arkiologi bawah permukaan tanah maupun arkiologi bawah laut. Sepak terjang terselubung ini tentu didukung secara diam-diam oleh oknum-oknum Lembaga Sinthesa milik Hugua.

Pada saat pertemuan Pengurus pusat Lembaga Kabali Indonesia di Kendari dengan Bupati Wakatobi Ir. Hugua di rumah kediamannya pada tanggal 18 Januari 2013 silam telah berjalan diskusi alot seputar membahas masalah surat protes Lembaga Kabali Indonesia yang telah dilayangkan kepada Direktur British Council Indonesia. Surat tersebut berisikan protes keras atas pelaksanaan program British Council di dusun Bisitio Desa Liya Togo karena semua program kerja lembaga tersebut telah mengadopsi dan mencuri program kerja Lembaga Kabali Indonesia yang sudah diimplementasikan sejak tahun 2010 lalu. Pencurian program kerja Lembaga Kabali Indonesia oleh British Council tak lain adalah akibat dari adanya beberapa orang pengurus inti Lembaga Kabali Indonesia yang telah membelot menjadi anggota dan/atau pengurus British Council di Liya. Hal ini tak heran sebab mereka itu semua haus kekuasaan dan haus financial dengan diiming imingi sejumlah uang dan kesempatan untuk studi komperatif di luar wakatobi oleh LSM Sinthesa sehingga etika dan norma-norma organisasi tidak lagi menjadi hal yang penting dan dijunjung tinggi oleh mereka itu. 

Pada kesempatan lain di waktu itu juga, saudara Hugua tanpa sadar telah membocorkan rahasia kegiatannya yakni dia katakan bahwa : baru-baru ini telah saya undang secara pribadi seorang ahli penyelusuran gua asal negara Francis untuk menelusuri semua gua-gua yang terpendam di pulau Wangi-Wangi. Dia tegaskan bahwa orang tersebut elah masuk kesemua gua-gua yang terdapat di Liya dan hasilnya hanya mendapatkan sejumlah udang yang warnanya bening sebening air (udang tanpa warna). Sedangkan yang didapat lainnya dia sangat hati-hati kala itu untuk memberikan keterangan kepada pengurus kabali Indonesia yang hadir di rumahnya ketika itu. Hal ini merupakan pertanda buruk bagi Liya mengingat bahwa semua harta karun peninggalan leluhur yang terpendam dalam bumi tanah Liya telah menjadi incaran “Hugua CS”.

Sehubungan dengan hal tersebut dihimbau kepada semua masyarakat Liya mulai saat ini untuk mawas diri dan perketat penjagaan batas-batas  wilayah ulayat sara Liya karena kita sudah merupakan tujuan utama pencurian tersistem dari berbagai lembaga-lembaga internasional yang masuk ke wilayah Wakatobi dengan izin permit sebagai kunjungan wisata atau lainnya. Jika kita lalai, maka jangan harap disuatu saat yang tepat harta-harta karun milik leluhur Liya akan dapat kita nikmati untuk dipergunakan pembiayaan anak cucu kita dikemudian hari, sebab semuanya telah dirampok oleh lembaga-lembaga yang terorganisir dengan rapi.

Jika masyarakat mendapatkan data bahwa British Council masih bekerja aktif sampai saat ini di dusun Bisitio Desa Liya Togo maka diminta segera laporkan ke pengurus Lembaga Kabali Indonesia untuk segera ditindaklanjuti. Pengurus Pusat Lembaga Kabali Indonesia telah menyiapkan surat nota protes ditujukan kepada Perdana Menteri Inggris di London, tindasan kepada Kedubes Inggeris di Indonesia. Isi nota protes tersebut berupa mosi tidak percaya atas semua program kerja Bupati Wakatobi Ir.Hugua karena tidak pernah memberi kesempatan kepada masyarakatnya untuk bisa berkembang disektor sektor usaha produktif, termasuk didalamnya pengelolaan pariwisata kemaritiman dan pariwisata berbasis budaya, semua kegiatan saat ini merusak ekonomi kerakyatan karena telah dikuasai oleh kelompok pemilik modal.****

Rabu, 08 Oktober 2014

LARIANGI KAREKE ASAL LIYA MERUPAKAN TARI TRADISIONAL PERLU MENDAPAT HARRITAGE INTERNASIONAL

 OLEH  HUMAS KABALI INDONESIA


Salah satu Tarian asli milik Keraton Liya yakni Tarian Lariangi Kareke merupakan salah satu tarian tradisional yang tertua di Indonesia  lahir sejak pertengahan abad ke XIII sehubungan dengan masuknya Maha Patih Gajah Mada ke Liya. Tarian ini menggambarkan suatu peradaban yang tinggi mulai dari bentuk gerakan da syair yang dinyanyikan oleh para pemainnya mengandung pesan-pesan moral dan budaya dan pertahanan. Adapun pesan-pesan moral dan budaya yang dinyanyikan oleh para penari yang biasanya berjumlah genap antara 12 orang sampai 16 orang ini adalah penyampaian pesan kepada para tamu atau pendatang. Salah satu diantara pesan tersebut adalah   
"jika tuan datang ke negeriku maka hormatilah budaya kami".....,
 "jika tuan datang menyapa kami, maka sapalah dengan santun dan berbudaya"...., 
"jika tuan datang ke negeriku maka janganlah membawa budayanya" ...., dst. 

Adapun pesan budaya pada Tari Lariangi karena ini terlihat hampir semua gerakan memiliki motif gerakan tarian mongol. Sedangkan pesan pertahanan terlihat pada kode-kode gerakan jari dan lengan para penarinya
 
Sedangkan struktur pakaian asli Tarian Lariangi Kareke adalah terdiri dari baju berlengan panjang warna hitam dengan model kra bundar terbelah kearah dada dan sarung motof dasar hitam dan garis-garis kuning tipis. Baik baju maupun sarung terbuat dari  hasil tenung tradisional. 
Model gerak Tari Lariangi Kareke tersebut sangat beda jauh dengan model gerak Tari Lariangi yang terdapat pada umumnya di wilayah Sulawesi Tenggara. Oleh karena itu diminta kepada Bupati Wakatobi mendatang priode 2016 bisa mengembangkan Tari Tradisional ini sekaligus mengusulkan ke Unesco untuk mendapat Harritage International yang selama masa Bupati Hugua tidak pernah mau diperhatikan.



PEMDA WAKATOBI BELUM MEMBERIKAN PEMBINAAN KEPADA LEMBAGA KABALI INDONESIA


OLEH  HUMAS KABALI INDONESIA



BENTENG LIYA LAPIS KE-3


Mencermati perkembangan pengelolaan kepariwisataan di Kabupaten Wakatobi semenjak dua tahun belakangan ini atau tepatnya sejak tahun 2012 sampai tahun 2014  kebijakan Bupati Wakatobi yang direalisasikan melalui program kerja dan kegiatan SKPD Dinas Parawisata dan Ekonomi Kreatif yang dikomandoi oleh saudara Drs. Andi Tawakkal kebanyakan mengarah ke perkuatan kegiatan kepariwisataan berbasis budaya di pulau Tomia tepatnya di desa Waha dan desa Usuku. Sementara potensi wisata yang berbasis budaya yang dimiliki oleh desa Liya pulau Wangi-wangi sebagai desa Wisata sangat terbaikan oleh oleh kebijakan-kebijakan yang telah diturunkan, sehingga iven-iven gelar Wisata Budaya yang sudah dikumandangkan sejak tahun 2010 lalu kini mati suri akibat tidak ada sama sekali perhatian pemerintah daerah. Gelar Budaya yang dikemas dalam Festival Benteng Patuo di pulau Tomia yang telah berlangsung sejak tahun 2013 lalu merupakan praktik adopsi kegiatan Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia yang telah dilaksanakan sejk tahun 2010 lalu melalui pendanaan swadaya masyarakat dan bantuan-bantuan dari para donatur sponsorship peminat budaya. Lain halnya yang terjadi pada acara di gelar Festival Benteng Benteng Patuo pulau Tomia semua sistem promosi wisata dan pengelolaan kegiatan dibantu penuh oleh dana APBD Kabupaten Wakatobi. Dalam konteksi ini Pengurus Pusat Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia sangat menyesal atas adanya perlakuan ketidakadilan ini dan menmbeda-bedakan dalam promosi budaya berbasis masyarakat lokal, sehingga dalam waktu dekat setelah terlatiknya Presiden baru JOKOWI-JK kami akan layangkan nota protes dan sekaligus akan memberikan argumen-argumen seputar pengelolaan kepariwisataan di Kabupaten Wakatobi yang nota bene semua lini telah dikuasai oleh para pemilik modal yang tergabung dalam usaha "Hugus Cs".

Benteng Patua yang dibanggakan oleh Hugua tak lain adalah sebuah benteng pertahanan yang dibangun sejak akhir abad ke XVIII dalam menghadapi serangan gerombolan bajak laut Tobelo-Galela pada tahun 1835. Informasi data ini juga diperkuat oleh tata naskah kesultanan Buton sebagaimana telah disampaikan kepada pengurus Kabali Indonesia oleh Meantu'u Liya La Ode Haris beberapa waktu lalu ketika bertandang di rumah kediaman beliau. Sedangkan Benteng Liya menurut ahli Filologi Universitas Haluoleo Prof.DR. La Niampe,M.Hum mengatakan bahwa Benteng Liya di Bangun sejak akhir abad ke X. Berdasarkan data tersebut amat disayangkan jika kebijakan promosi dan pengelolaan wisata berbasis budaya tidak berdasarkan nilai-nilai sejarah dan peradabannya.

Bagi masyarakat liya khususnya yang tergabung dalam komunitas Kabali Indonesia diminta bersabar tetap tawakkal dalam menghadapi musibah sepak terjang ketidakadilan ini, semoga Tuhan YME menerima amalan-amalan kita semua sehingga pada masa kekuasaan Bupati sesudah Hugua, kita harapkan sudah bisa kerja sama yang baik dalam pengelolaan kepariwisataan berbasis budaya ini sehingga masyarakat Liya juga bisa maju dan sejahtera perekonomiannya setingkat dengan kemajuan desa-desa lain di Indonesia.
Kita semua sangat yakin bahwa kekuasaan itu ada batasnya, dan barang siapa yang berbuat aniaya maka tinggal kita menunggu azab apa saja yang kelak akan diberikan oleh Tuhan YME terhadap siapa saja yang perbuat aniaya di negeri Liya yang masih diselimuti oleh kekuatan spritual secara turun temurun itu. ****