OLEH HUMAS KABALI INDONESIA
Benteng Liya memiliki tiga
lapis benteng dibangun akhir abad X. Untuk Benteng Liya lapis pertama
dan lapis kedua telah dilakukan pengukuran data teknis dan zonasi oleh
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BPPP) Makassar mulai tahun 2010
s/d 2011 sebanyak 4 kali pemetaan, pengukuran dan zonasi. Dana yang
digunakan adalah Dana Dekonsentrasi Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata yang dikelolah oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi
Sulawesi Tenggara kerja sama secara informal dengan Lembaga Kabali
Indonesia. Benteng Liya lapis pertama merupakan zona inti memiliki luas
22.970 M² (2,297 Ha) dengan jumlah pintu Lawa sebanyak 4 buah yakni
pintu Lawa Ntooge, pintu Lawa Godo, pintu Lawa Puru dan pintu Lawa
Balalaoni. Ukuran tebal dinding 1,20 – 3,00 M, dengan Tinggi 2,50 M,
Panjang keseluruhan dinding 717 M.
Benteng Liya lapis kedua memiliki luas 297.780 M² (29,778 Ha) dengan ukuran Tebal dinding 1,20 – 3,00 M, Tinggi 2,50 M. Panjang keseluruhan dinding 9.295 M. Benteng Liya lapis kedua ini memiliki pintu sebanyak 9 buah, yakni pintu Lawa Ewatu, pintu Lawa Efula’a. pintu Lawa Baringi, pintu Lawa Bente, pintu Lawa Tamba’a, pintu Lawa Rea, pintu Lawa Bisitio, pintu Lawa Wote’a dan pintu Lawa Timi. Dan memiliki 2 buah pintu rahasia yakni pintu Lawa Lingu Bisitio dan pintu Lawa Lingu Timi.
PETA ZONASI BENTENG LIYA LAPIS PERTAMA DAN LAPIS KEDUA
Sayang hasil laporan Zonasi Benteng Liya oleh BPPP Makassar yang dilanjutkan dengan penyampaian Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Tenggara ditujukan kepada Bupati Wakatobi hingga saat ini pemerintah Wakatobi belum juga mengusulkan ke Gubernur Sulawesi Tenggara untuk segera terbitkan SK Situs Provinsi sebagai persyaratan terbitnya SK Situs Nasional. Disamping itu juga Pemerintah Daerah Wakatobi melalui SKPD Dinas Kebudayaan dan Pariwisata belum juga pernah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Situs Benteng Liya ke DPRD Kabupaten Wakatobi untuk mendapat persetujuan, sehingga benteng ini tidak bisa turun dana pemugarannya. Benteng Liya untuk lapis ketiga baru akan dizonasi tahun anggaran 2015 setelah pada tahun 2012 dan 2013 lalu dananya teralihkan ke nomenklatur kegiatan lain di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Tenggara. Data sementara menggunakan JPS Benteng Liya Lapis ketiga memiliki luas lebih kurang 300.000 M² (30 Ha).
PELATARAN SAMPING BASTION ZONA UTAMA
Sejak gabungnya Kerajaan Liya dengan Kerajaan Buton, Raja di Liya terdapaat 31 orang Raja mulai Tahun 1532-1588 Raja Liya ke-1 La Djilabu dan Raja Liya ke-31 sebagai Raja LIya terakhir tahun 1942-1952 La Ode Bula. Jumlah Kamali di Liya sebanak 15 buah dan yang tersisa masih utuh tinggal Kamali La Ode Taru di Timi. Sebelum Kerajaan Liya gabung dengan Kerajaan Buton, terdapat raja-raja yang sekaligus membangun benteng tersebut. Struktur dan nama- raja-raja Liya saat ini sementara dalam penelitian naskah.
A. Kesimpulan Hasil Zonasi Benteng Liya Oleh BPPP
- Kawasan Benteng Liya sebagai peninggalan sejarah Kerajaan Liya mengandung tinggalan arkiologi yang sangat variatif berupa ; dinding benteng, bastion (baluara), pintu (lawa), mesjid kuno, Liang/Liya (Yoni), Watusahuu (Lingga), bekas istana, rumah tradisional, meriam, lesung batu, gerabah, keramik kuno, makam kuno dan sebaran keramik asing, uang logam asing dan gerabah.
- Benteng Liya sebagai kawasan desa wisata, telah mulai dikunjungi oleh masyarakat luar, baik untuk berwisata maupun untuk berinvestasi, sebagian beberapa diantaranya menduirikan bangunan permanen di atas dinding benteng dan menggunakan batu-batu benteng untuk dijadikan pondasi bangunan. Hal tersebut jika tidak diantisipasi lebih awal dan membuat regulasi atau aturan tentang penataan dan pengaturan ruang dan lingkungan Benteng Liya, maka lambat laun rumah-rumah tradisional dan tinggalan-tinggalan kepurbakalaan yang menjadi ciri khas kawasan tersebut akan habis dan berganti menjadi bangunan permanen, sehingga kelestarian kawasan tersebut sebagai peninggalan Kerajaan Liya akan musnah.
B. Rekomendasi
Hasil Zonasi Benteng Liya Oleh BPPP
- Perlu segera menetapkan Situs Benteng Liya sebagai Cagar Budaya Peringkat Provinsi dengan Keputusan Gubernur yang selanjutnya diperkuat oleh Perda, Perdes dan Peraturan Adat,
- Setiap rencana pelestarian (Perlindungan, Pengembangan dan Pemanfaatannya) Situs Benteng Liya harus mengacu pada sistem zonasi yang telah ditetapkan.
- Perlu kajian interdisipliner untuk membuat detail teknis zonasi Benteng Liya serta menenpatkan tanda (tonggak/patok) sebagai batas zonasi,
- Perlu kajian interdisipliner untuk penyusunan Master Plan pelestarian (Perlindunga, Pengembangan dan Pemanfaatan) Benteng Liya,
- Perlu pengembangan program dan kegiatan pelestarian yang bersifat reaktif kepada masyarakat, khususnya masyarakat sekitar Liya Togo dan Liya Mawi,
- Perlu sosialisasi hasi Zonasi Benteng Liya kepada stakeholders,
- Seluruh bangunan permanen dan non permanen baik yang berada di atas jalur dinding benteng maupun yang berjaraj + 20 m, harus segera mungkin dipindahkan demi perlindungan area,
- Lokasi yang selama ini dijadikan oleh masyarakat untuk kegiatan adat seperti perta adat, dapat dilaksanakan asalkan tidak merusak benda cagar budayadan lokasi situs.