Mesjid ini diperlukan sentuhan budaya agar artifisial arsitektur kembali pada aslinya kondisi aslinya sebagaimana peradaban pada zamannya
Benteng pembatas kompleks Mesjid Agung Keraton Buton
Benteng ini merupakan pagar pembatas lingkungan Mesjid Agung Keraton Liya dengan Lapangan tempat pertemuan adar dan budaya Liya, masih diperlukan sentuhan untuk reintatement
Lawa Laro Togo atau Pintu Masuk Pusat Kampung
Pintu masuk ini merupakan salah satu pintu gerbang benteng keraton liya yang seluruhnya terdapat sebanyak 12 buah ditambah 1 buah pintu rahasia yang keseluruhannya masih diperlukan sentuhan para arkiologis guna merenovasi dan meningkatkan kembali kondisinya sesuai aslinya dalam rangka pelestarian nilai-nilai budaya Liya
Baliara atau tempat peristirahatan Raja Liya
Baliara ini kurang lebih setinggi 3 m dengan luas juga kurang lebih 12 m x 12 m yang dahulu kala digunakan sebagai tempat pertemuan khusus para raja-raja di wilayah kerajaan buton yang saat ini pada kondisi mengenaskan. Diperlukan sentuhan arsitektur kotenporer untuk mengembalikan kondisinya sesuai aslinya.
Batanga atau tempat perkumpulan para Sa'ra atau tokoh adat Liya
Semula bangunan ini sebetulnya tidak disini tempatnya namun dia pada umumnya dibangun dan ditempatkan pada hampir semua dusun atau desa sehingga dalam pengembangan kedepan kompleks Keraton Liya sebaiknya banguan batanga ini ditiadakan saja.
Pepohonan dengan latar pagar benteng pembatas lapangan dengan kompleks pekuburan Raja-Raja Liya
Diperlukan sentuhan seni budaya untuk mengembalikan kondisi asli pagar benteng pembatas ini sehingga akan nampak sesuai dengan aslinya dikemudian hari
Pusat Bumi Tembuk Ka'bah Baithullah
Pusat bumi ini tepatnya terdapat sekitar 40 depa dibelakang Mesjid Agung Keraton Liya yang sejak tahun 1860 keghaiban lubang ini telah sirna di ambil kembali oleh sang khalik akibat dari para Sa'ra dan Raja Liya sudah tidak memeliharanya secara spritual dengan baik yang dibuktikan dengan sikap dan prilaku para manusianya yang sudah mulai kejam dan tidak rendah hati.
Kepada semua potensi sosial budaya masyarakat Liya di perantauan..., mari bergabunglah bersama ForKom- KabaLi guna kita dapat saling mempersatukan tali silaturrahim antar sesama warga sambil mengembangkan budaya dan adat istiadat kita.
Arti Lambang Forkom-KabaLi
Makna Tulisan
·KabaLI Merupakan Akronim yang berarti Keluarga Besar Liya
·KabaLI dalam bahasa LIYA Wakatobi berarti Parang.
·Simbol Parang di artikan sebagai berikut:
Parang merupakan Peralatan Rumah Tangga yang hampir seluruh masyarakat kita di Nusantara memilikinya. Parang dimaksudkan sebagai alat praktis yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Fungsi praktis dari parang inilah yang kemudian diterjemahkan sebagai simbol KabaLI yang memang jika ditelusuri lebih dalam bahwa Kehidupan dan Karakter dari Masyarakat Liya dalam aktifitas kesehariannya terikat dan mengandalkan pada sebuah Parang yang tajam sebagai suatu kelengkapan Hidup dimana penggunaannya disesuaikan pada kebutuhan, baik untuk berkebun, mencari ikan (nelayan), menebas rumput untuk membangun rumah, memotong ikan, mencari kayu bakar dan lain sebagainya. Dalam arti luas bahwa Parang/Kabali adalah simbol Daya tahan hidup, mandiri, cerdas dan tajam karena akan selalu di asah, dan Parang atau Kabali memaknai sebuah Simbol Kebersahajaan, Keberanian dan Jiwa Kegotong Royongan yang di miliki oleh Mayarakat Liya Wakatobi.
Arti Warna
·Merah bergaris Hitam Pada kalimat KabaLI berarti Keberanian yang terbungkus Keagungan manusia, adat, seni dan budaya Liya yang harus tetap dilestarikan,
·Warna Biru pada hulu parang berarti kebebasan dan kebersahajaan masyarakat Liya yang selalu tergenggam pada persatuan dan kesatuan, demokrasi dan kegotong royongan.
·Warna Hitam Keseluruhan adalah simbol Kepercayaan dan ghoib atas Imam dan Iman Islammasyarakat Liya Kepada Alam, Leluhur dan Allah SWT.
1.PENDAHULUAN
Kabupaten
Wakatobi merupakan Kabupaten Definitif berdasakan Undang- Undang Nomor 29 Tahun
2003, tanggal 7 Januari 2004. Pulau Wakatobi atau didalam peta dunia lebih
dikenal sebagai Pulau Tukang Besi adalah gugusan pulau – pulau karang yang
bersatu padu dan akronim dari pulau utama yakni Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko.
Kabupaten
Wakatobi terletak di ujung Tenggara Pulau Sulawesi yang lebih tepatnya
dibahagian Tenggara pulau Buton. dengan batas – batas wilayah sebagai berikut :
-sebelah Utara berbatasan dengan Laut Banda
-sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores
-sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda
-sebelah Barat berbatasan dengan Pulau Buton
Wilayah Kabupaten Wakatobi memanjang dari Utara ke Selatan berada pada
posisi lintang antara 5,150 sampai 06.100 LS (sepanjang ±
160 km) dan membentang dari Barat ke Timur pada posisi bujur antara 123,300
samapai 124,150 BT (sepanjang ± 120 km). Secara administratif
Kabupaten Wakatobi terbagi dalam 7 (tujuh) Kecamatan, 16 Kelurahan dan 48 Desa.
Wilayah Liya
berada pada Pulau Wangi-Wangi.
Karakter masyarakat Liya yang tegas dan inovatif adalah dasar mengapa
mereka pandai berdiplomasi, mampu bertahan hidup dan berkeinginan untuk Maju.
Hal inilah yang menyebabkan banyaknya masyarakat Liya yang bertahan hidup di
perantauan dan tersebar di seluruh jagat Nusantara meski dalam jumlah yang
terbatas.
Dahulu, sudah
menjadi karakter masyarakat Liya jika berada di perantauan untuk selalu membawa
dan menerapkan adat dan tradisi Liya. Kebiasaan ini merupakan syarat dan
merasa berdosa jika tidak dilaksanakan. Batasan dan contoh kasus ini dapat
disaksikan pada pertemuan seremonial masyarakat Liya, pada pelaksanaan Perkawinan, Sunatan, membangun rumah, manasik
haji dan acara lain sebagainya. Sedapat mungkin mereka (masyarakat Liya),
berusaha untuk menampilkan beragam atraksi seni dan budaya sebagai sebuah
identitas lokal dan alat komunikasi untuk mempererat Tali Sulaturahim dan
berinteraksi baik di kalangan komunitas Liya itu sendiri maupun Masyarakat lain
di perantauan. Kini kebiasaan positif tersebut sangat langka untuk kita
saksikan bersama.
Fenomena memprihatinkan
di atas sangat menyentuh nurani para
Intelektual Muda Asal Liya yang berada di Kota Kendari, selanjutnya mereka
bertekat untuk segera berbuat guna membangkitkan kembali semangat kebersamaan,
sepenanggungan, satu rasa dan saling membantu sesamanya, yang terikat pada bingkai
adat dan tradisi Liya yang mulia, yang memang kini telah mulai pudar oleh
jaman, khususnya di daerah perantauan.
Dasar inilah
sehingga lahir lembaga alternatif yang
diberi nama Forum Komunikasi Keluarga Besar Liya yang di singkat
menjadi FORKOM KABALI dan diharapkan
lembaga ini dalam prosesnya dapat menjadi wadah interaksi sosial dan Pelestari
nilai adat dan tradisi masyarakat Liya khususnya di Perantauan.
2.PROFIL
LEMBAGA
A.Nama dan Pendirian
Lembaga ini
bernama; FORKOM KABALI, merupakan
akronim dari Forum Komunikasi Keluarga Besar Liya, dan Resmi didirikan pada
tanggal, 06 Desember 2009 di Kota Kendari – Provinsi Sulawesi Tenggara. Didirikan melalui Akta Notaris Nomor : 09 Tahun 2009, Tanggal 8 Desember 2009 dengan Notaris Rayan Riadi,SH.,M.Kn Kendari.
B.Alamat Sekretariat
Sekretariat
Forkom Kabali beralamat di Jl. Balaikota/Lorong Rembis No. 7 Kelurahan Mandonga
Kecamatan Mandonga Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Kode Pos
93111,
No Telp. 0401-3000051/0401-3022215
FORKOM KABALI adalah Organisasi Non Pemerintah
dan Bergerak di Bidang Kemanusian, Sosial dan Budaya yang memiliki 5 (lima)
tujuan dan fungsi Utama yakni:
1.Mengikat dan mengeratkan tali persaudaraan
komunitas Liya keseluruhan, secara khusus di perantauan,
2.Promosi dalam proses membangun Citra Positif dan
Identitas Lokal masyarakat Liya secara umum
3.Menjadi konsultan penghubung dalam rangka
interaksi kekerabatan dan penyelesaian masalah-masalah sosial yang di hadapi,
4.Melestarikan Nilai Budaya, Adat dan Tradisi Liya,
5. Membantu Pemerintah Daerah dalam rangka
Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata,
D.Keanggotaan
Anggota FORKOM KABALI adalah Seluruh Komunitas
Liya perantauan di Kota Kendari ditambah anggota lain sebagai Partisipasipan.
E.Rutinitas/Pertemuan Anggota
Pertemuan
Anggota dilaksanakan minimal 1 (satu) kali setiap bulan di tempat/lokasi yang
telah di sepakati.
F.Pengelolaan Keuangan
Keuangan
Lembaga terdiri dari ;
-Iuran Wajib
Anggota =Rp. 20.000,- /bulan/Anggota,
-Iuran
Konsumsi =Rp. 5.000,- /bulan/Anggota,
-Total Jumlah Rp. 25.000,- /bulan/Anggota
(Duapuluh Limaribu Rupiah)
-Iuran Wajib Anggota merupakan dana kas/kekayaan
lembaga yang dihimpun dan selanjutnya dimanfaatkan untuk kepentingan FORKOM KABALI, berdasarkan kesepakatan
Anggota dan dilaporkan setiap 1 (satu) kali pertemuan setiap bulannya,
-Iuran Konsumsi di manfaatkan untuk Konsumsi
Anggota setiap kali pertemuan anggota di laksanakan.
-FORKOM KABALI mengusahakan
dan menerima Donatur yang sah dan halal dari siapapun, selama masih dianggap
wajar dan tidak mengganggu citra luhur lembaga,
-Sumber dana yang diusahakan dan di terima dari
donatur merupakan kekayaan lembaga dan masuk ke rekening Kas lembaga yang
dipergunakan sesuai peruntukannya.
-Pengelola keuangan Lembaga adalah Bendahara, dan Pengelolaannya
wajibi ketahui oleh Ketua Forkom KABALI, dan peruntukannya disepakati oleh
Anggota.
G.Struktur Kelembagaan
Struktur
lembaga FORKOM KABALI terdiri dari:
1.Dewan Pendiri:
-Ir. LM. ALI HABIU AMts, M.Si
-LA ODE MARSIDI. L
-CHAERUDDIN S.
-LA ODE BAHRUM SULAIMAN, SE
-UMAR ODE HASANI, S.P, M.Si
-SALAGU, SE
-LA ODE ALI KALAO
-LA ODE ALI AHMADI, SS
2.Dewan Pelindung yakni;
-Gubernur Sulawesi Tenggara;
-Bupati WAKATOBI
-KEKAR LIYA Kota Kendari
-Tokoh Masyarakat Liya di Kendari
3.Dewan Penasehat
4.Ketua
5.Sekretaris
6.Wakil Sekretaris
7.Bendahara
8.Devisi HUMAS di tambah 5 (lima) orang merangkap
anggota
9.Devisi Pelestarian Seni-Budaya, Adat dan Tradisi
di tambah 5 (lima) orang merangkap anggota.
3.PENUTUP
Demikian
ABSTRAK dari FORKOM KABALI ini di
buat, Semoga Allah SWT meridhoi niat dan langkah baik kita semua.
Pada hari Minggu tanggal 6 Desember 2009 tepat jam 11.00 telah didirikan suatu organisasi sosial yang bakal bercitra besar bernama FORUM KOMUNIKASI KELUARGA BESAR LIYA atau disingkat FORKOM-KABALI. Organisasi sosial ini dipimpin oleh kalangan muda asal putra liya yang cukup berpengalaman dan memiliki jam terbang diberbagai organisasi baik sosial maupun politik sehingga dengan kepengurusan ditangan mereka diharapkan dalam waktu dekat dapat dikembangkan organisasi tersebut ke berbagai tingkat lapisan masyarakat liya utamanya yang berada diperantauan.
Pantai Pulau Oroho Liya
Pantai Bira Liya
Keluarga besar liya berada tepatnya di Desa Liya sekitar 9 kilometer arah timur kota Wanci Ibu Kota Kabupaten Wakatobi yang merupakan Kabupaten Definitif berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2003, tanggal 7 Januari 2004. Pulau Wakatobi atau didalam peta dunia lebih dikenal sebagai pulau Tukang Besi adalah gugusan pulau-pulau karang yang bersatu dan skronim dari nama pulau yakni Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko.
Kabupaten Wakatobi terletak di ujung tenggara pulau Sulawesi yang lebih tepatnya dibahagian tenggara pulau Buton, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
- Sebelah utara berbatasan dengan laut Banda
- Sebelan selatan berbatasan dengan laut Flores
- Sebelah timur berbatasan dengan laut Banda
- Sebelah barat berbatasan dengan pulau Buton
Tari Lariangi Model Liya
Wilayah kabupaten Wakatobi memanjang dari utara ke selatan dan berada pada posisi lintang antara 5,15 sampai 06,10 derajat dan membentang dari barat ke timur pada posisi antara 123,30 sampai 124,15 derajat. Secara administrasi pulau Wangi-Wangi merupakan bagian dari kabupaten Wakatobi dengan memiliki 3 kecamatan dan 18 desa.
Wilayah Liya berada pada kecamatan wangi-wangi selatan. Karakter masyarakat liya yang tegas dan inovatif adalah merupakan dasar mengapa pandai berdiplomasi, mampu bertahan hidup dan berkeinginan untuk maju. Hal inilah yang menyebabkan banyaknya masyarakat Liya yang bertahan hidup dan berkembang di perantauan yang saat ini telah tersebar diseluruh penjuru Nusantara meski dalam jumlah yang terbatas.
Dahulu, sudah menjadi karakter masyarakat Liya jika berada diperantauan untuk selelu membawa dan menerapkan adat dan tradisi Liya. Kebiasaan ini memerlukan syarat dan merasa berdosa jika tidak melaksanakannya. Batasan dari contoh kasus ini dapat dibuktikan pada pertemuan seremonial masyarakat Liya, pada pelaksanaan perkawinan, sunatan, membangun rumah, manasik haji, sunatan, pingitan dan lain sebagainya. Sedapat mungkin masyarakat Liya berusaha untuk menampilkan beragam atraksi seni dan budaya sebagai sebuah identitas lokal dan alat komunikasi untuk mempererat Tali Silaturahim dan berinteraksi, baik dikalangan komunitas Liya itu sendiri maupun masyarakat lain diperantauan. Kini kebiasaan positif tersebut sangat langka dijumpai saat ini.
Fenomena memperihatinkan di atas sangat menyentuh hati nurani para intelektual muda asal Liya yang berada di Kota Kendari, selanjutnya mereka bertekad untuk segera berbuat sesuatu guna membangkitkan kembali semangat kebersamaan, sepenanggungan, satu rasa, saling asih dan saling membantu sesamanya, yang terkait dalam lingkungan bingkai adat dan tradisi Liya yang mulai itu yang saat ini sudah mulai pudar ditelan oleh keganasan zaman khususnya yang terjadi di daerah perantauan.
Dengan berdasarkan peikiran inilah kini telah lahir lembaga yang diberi nama FORUM KOMUNIKASI KELUARGA BESAR LIYA disingkat FORKOM-KABALI yang kemudian diharapkan bahwa melalui wadah lembaga ini dapat menjadi wadah interaksi sosial kemasyarakatan dan pelestari nilai budaya dan tradisi adat istiadat masyarakat liya utamanya bagi mereka yang berada diperantauan... SELAMAT YAHHH"...****