OLEH : LA ODE ALIADIN
Liya
Raya merupakan sebutan masyarakat umum untuk empat desa yang berada di
kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara. Liya Raya terdiri dari Desa Liya Togo,
Desa Liya Mawi, Desa Liya One Melangka dan Desa Liya Bahari. Desa Liya Togo
terletak di bagian dataran tinggi meliputi Benteng Keraton Liya dan sekitarnya
yang bisa juga di sebut sebagai Desa induk dari Liya Raya, Desa Liya Mawi
terletak di dataran rendah bagian tengah di kelilingi oleh ketiga desa yang
lain, desa Liya One melangka terletak di bagian ujung desa Liya Mawi
bersebelahan dengan Desa Numana dan desa Liya Mawi, desa Liya One Melangka
merupakan hasil pemekaran dari desa Liya mawi yang bisa juga di sebut sebagai
pintu gerbang Liya Raya, Desa Liya Bahari terletak dibagian pantai bersebelahan
dengan Desa Liya Togo dan Desa Liya Mawi merupakan hasil pemekaran dari Desa
Liya Togo dan sebagian desa Liya Mawi.
Sebagaimana
desa-desa yang lain di kabupaten wakatobi, Liya raya memiliki adat istiadat dan
kebudayaan yang khas. Salah satunya adalah acara karia. Acara karia dan sombo
merupakan acara untuk menandai pertambahan usia manusia dari anak-anak menuju
usia dewasa. Karia laki-laki disebut lengko dan Sombo adalah sebutan untuk
gadis yang mengikuti acara karia tersebut sebagai pertanda bahwa ia telah
dewasa atau akil baligh.
Tahapan acara bagi sombo di mulai dengan sang gadis di kurung selama 7 hari dan 7 malam tidak boleh keluar melewati batas yang telah di tentukan oleh sara (dewan adat) selama masa kurungan ini sang gadis ditemani oleh imam perempuan atau sara perempuan untuk mengajarkan kepada sang gadis tentang adat istiadat, etika, sopan santun, dan prilaku yang wajib diketahui dan di lakoni oleh sang gadis saat kembali ke rumah dan masyarakat.
Setelah
waktu yang telah ditentukan, sombo dikeluarkan dari kurungan dan dilakukanlah
upacara mandi bersih kepada sang gadis setelah itu sang gadis di bawa ke sebuah
tempat pertemuan dewan adat yang disebut bharuga untuk di dandani.
Usai
didandani dengan berbagai macam aksesoris adat, sang gadis akan di antar naik
sebuah tempat yang di sebut kansodha’a kemudian di angkat berramai-ramai oleh
keluarga dan saudara perempuan sang gadis, di bawa keliling kampung dengan di
iringi bunyi gendang yang di sebut tamburu. Ritual ini sebagai symbol bahwa di
kampung tersebut ada perempuan yang telah dewasa agar kiranya masyarakat turut
serta mengawasi tingkah laku sang gadis dan agar tidak ada yang berani
mengganggu sang gadis karena laki-laki yang turut serta memikul atau mengikuti
sang gadis selama di bawa keliling kampung tersebut siap melindungi harkat dan
martabat serta nama baik sang gadis dan keluarganya.
Selama
berada di atas tanduan yang di sebut kansodha’a tersebut sombo di temani oleh
satu orang gadis yang sudah pernah melewati masa sombo, tujuannya adalah untuk
membantu menenangkan sang gadis selama berada di atas kansodha’a karena
terkadang mereka-mereka yang memikul kansodha’a mengiringinya dengan di
ayun-ayun dan teriakan-teriakan pertanda kesenangan yang luar biasa.
Setelah
selesai di bawa keliling kampung, sombo akan di bawa ke rumah orang tua si
gadis dan disanalah terjadi acara bebas, yakni; biasanya orang tua, keluarga
dan saudara si gadis akan menari, berjoget riang dan berbagai macam atraksi seperti
silat dan lain-lain sebagai pertanda bahagia atas pertambahan usia remaja anak
merek
Sumber :