OLEH : DR. ALIFUDDIN NUR *)
Synopsis :
Inilah
kisah rakyat keraton Liya Kepulauan Wangi-Wangi
Kabupaten
Wakatobi-Sulawesi Tenggara.
Kisah
ini sering di ceritakan oleh orang-orang tua
kepada
anaknya ketika menjelang tidur malam
atau
pada hari-hari libur baik persorangan maupun kelompok.
Tujuan
kisah ini disamping sebagai pengantar
tidur
malam bagi sang anak, juga sebagai pesan moral
bagi
anak-anak Keraton Liya begitu besarnya
nilai
kejujuran yang harus mampu ditanamkan dalam setiap diri manusia.
Anak-anakpun
yang mendengarkan kisah ini
berlinangkan
air mata, begitu harunya kisah ini
Sampai-sampai
terbawa larut dalam tidurnya dan jiwanya.
Jika
manusia tidak lagi memiliki kejujuran dalam dirinya, maka
apa
saja bisa terjadi yang bisa memilukan perjalanan kehidupannya
seperti halnya dikisahkan dalam cerita rakyat
ini berjudul :
“Yindo-Indo Diyu”
Kisah
ini di sadur kembali oleh DR.
Alifuddin Nur, seorang
Sosiologi
Budaya dan Kordinator Seni Budaya
Lembaga
KabaLI Indonesia yang selajutnya di teliti manfaatnya.
Saat
ini Kisah ini sudah dijadikan Muatan lokal
di
semua sekolah-sekolah Di Kabupaten Wakatobi
Kai i-molengo mo
ai ane na tula-tula Wa Indo-indo Diyu.Wa
Indo-indo Diyu aneke ana-no do dua, te samia aneho no ki-i-ki-I, dari aro no
aka-aka ke kakano no tonda-tonda-e, kene anedo no awi-awi-E te Ina-no, sawakutu
te a ma-no he motowila-a dari mina mbeado no wila no ala te rengka te rengka
u-ika maka o puai-E.
Konon pada zaman dahulu kala ada cerita tentang Wa Indo-Indo Diyu
(selanjutnya di singkat WID).WID memiliki dua orang anak, yang seorang masih
kecil (balita), anak ini jika bermain selalu dituntun dan dijaga oleh
kakaknya dan ditimang-timang oleh WID.
Pada suatu hari, ayahnya akan bepergian, namun sebelum Ia pergi, terlebih
dahulu Ia mengambil seekor ikan yang kemudian ia keringkan.
Minanggala no wila O sama, O sama, Wa ina Indo-indo
Diyu, kua kana-E ku moto wila-a, ara o wande wolu-E na rengka Iso sa bara
I-manga-manga E bisa no melu-E te mia, te E-mai-mai mo ara no ako a-manga-E
baro I hu-uke, taba wande maka I wolu-E. Maka hoto wila-a, hoto wila-a
Sebelum ia berangkat Ia berpesan kepada
WD, bahwa kini saya akan bepergian, jika hari mendung dan hujan maka ikan yang
sama jemur tersebut di angkat, tetapi jangan sekali-kali dimakan, sekalipun
siapa yang memintanya jangan diberi, kecuali jika hujan maka amankan. Lalu sang
suami berangkatlah menuju tempat tujuannya
O mai mina hoto wila-a po-oli no hepunda te
keleu-no, O ita kua rengka italano iso
bai. O itamo tea so koho-a, O wilamo ema te Wa Indo-Indo Diyu, kua te
Emai na koho-E na rengka Iso, no elo Wa Indo-Indo Diyu kua, ku koho bai te iyaku na iso parantai no doito na ananto
atu sa kumuhuke te manga hele sambeyaka
O hadda taba no manga la-a te rengka atu, dari ku wila ku koho ako-E bahuli
maka ku-hu-uke, Dari no bisara mo kua kamba beaka I roddongo ku sama ! ara O
melu mia bara I hu-uke, ke bara i-ala-alaE, taba I wande maka I wolu-E, ara
eaka kudahaniE, kutandai na sama miyu, sa parantai sauri na heddoito na ana miu
atu mu kuhu-uke te hela mbeaka no hadda, mo awie…mo ha-ake heddoito la-a,
karomo kuhu-uke te rengka mako O loo-lio. Opobisara measo-ai te Wa Indo-indo
Diyu i-aneho O kedde I homoru-ano.
Sepulang dari bepergian, setelah ia
meletakkan keranjangnya (tasnya) Ia menuju ke tempat pengeringan ikan, dan Ia
mendapatkan ikan tersebut telah dipotong/terpotong. Melihat hal tersebut, lalu
Ia bertanya kepada WD, siapa gerangan yang memotong ikan ini, WD menjawab
bahwa, ikan tersebut saya yang memotongnya, karena anak kita tadi menangis,
saya memberinya sesuatu tetapi anak tersebut menolak, yang ia inginkan hanya
ikan tersebut, karena tangisnya tak henti-henti dan aku iba melihatnya maka aku
(WD) mengiriskan ikan tersebut sepotong.
Sang suami kemudian balik bertanya, apakah kamu lupa dengan pesan saya tadi, bahwa
siapapun orang yang meminta ikan tersebut jangan diberi kecuali jika hujan
turun baru diangkat, WD mengatakan tida, aku tidak lupa, dan aku masih ingat
pesan tersebut. Namun, karena anak kita yang kecil menangis-nagis memintanya,
dan telah ku coba untuk memberikan sesuatu yang lain, bahkan ku gendong dan kua
ajak bermain tetapi anak kita tidak henti menangis dan tetap mengingankan ikan
tersebut. Ia baru berhenti menangis tatkala saya memotongkan ikan tersebut,
demikian jawab WD yang pada saat itu sedang menenun sarung.
Dhari te amano o-winii te tenda U-homoru-a, maka o-simbi tekapalano,
sa-simbi akono otewengka kapala/orunguno,
sawengka o-tombo kua mawi, sawengka kua lange.
Lantaran marah karena “amanah”nya
diabaikan oleh WID, suami WID kemudian menarik kayu/balok penjepit sarung yang
terdapat pada alat tenun (tenda), kemudian ia memukulkannya di atas
kepala WID, konon…….sekali tebas tubuh WD
terbelah menjadi dua bagian, yang satu ke laut dan yang satu lagi ke
langit.
Pasi awanatu,
te amano-ana, m-beakamo no tiliki-E ana no-ana,
mou no doito m-beakamo no tiliki-E. (Syahdan…tatkala tubuh WD telah terbagi
dua, sang ayah tidak lagi memperhatikan kedua anaknya, bahkan sekalipun anak
tersebut menangis, Ia sama sekali tidak menyentuhnya),
Dhari no horo-iya-E
tei kaka-no, no-tonda-E no-awi-E maka te ana-no ana no-heddoiton toruusu, no
elo-elo te wa ina.Dari no bingumo na kakano-ana, O-wilamo no aka-aka kua wawo
u-mawi, Oo..wila-wila no henuntu te wiwi
u-mawi iso. Oo- poawa te bata,
I-wiwi mawi iso, I wiwi u-watu an eke bata lu-manto I-iso, dari
O kedde i-bata maka- O, awi-e na
yaino maka O lagu-lagu, laguno iso tehempono
nggala no elo-elo te ina-no, te yaino iso no heddoitomo-heddoitomo
la-a no elo te ina-no ako namoawa ke ina
no.
(Karena anak tersebut terus-terus
menangis, maka sang kakak mencoba untuk merayunya, dengan digendong, tetapi
anak tersebut terus dan terus menangis. Dalam kebingungan, sang kakak terus
berjalan dan menggendong adiknya yang
menangis tersebut, hingga sampailah mereka di tepi pantai lalu ia duduk di atas
batu dan bersandar pada sebatang kayu besar (bata). Sementara itu adiknya terus
sambil memanggil-manggil ibunya. Sambil menggendong adiknya yang menangis, sang
kakak bernyanyi:
Wa Indo……indo…… indo Dhiyu : Ibu wa indo….indo… Dhiyu
Maaa….yiii suuuu..su te iyandiku : Datanglah
susui adikku
Dhi…. Watu….meka torun-toruu : Pada batu yang bentuknya seperti payung
Dhi …bata…. Meka Lonto-lonto :
Pada kayu hanyut yang ter apung-apung
Te lagu-laguno, hendua, hentolu toru-torusu
O lagu domu/piamo no ita te mina-I maawi
iso te gunsa-gunsa, eaka lengo umpa Oo ita-mo te awana mia nangu-nangu, maka O tadde kambedda te
ina nomo, dari no ala emo a-yaino ana,
maka no awi-E, O sale-E maka O-awi-E.
Lagu tersebut berisi syair yang
memanggil-manggil Ibunya (Anak ini berharap dengan lagu tersebut ibunya
mendengar dan datang), sementara itu adiknya terus saja menangis, tidak lama
kemudian dari kejauhan laut terlihat gelombang air yang berbusa-busa lalu dari
sisi air tersebut terlihat sesok manusia
berenang mengarah ke tepi pantai, setelah ia memperhatikan dengan seksama
ternyata manusia itu adalah ibunya. Setelah mereka bertemu, maka bayi tersebut
di ambil oleh ibunya, digendong, ditimang-timang kemudian disusui
Sapo-olino O waEmo ai kakano kua ara I lange
bara u-mai-mai parantai te iyaku-ana ku dari ikamo, maka O wila O tadda ako-E
na ana-no-ana maka Ombule ke kakano-ana,
no tonda-E, no Awi-E
Setelah anak tersebut selesai
disusu dan perasaan rindunya telah
terobati, lalu ibunya berpesan kepada sang kakak, bahwa esok hari kalian berdua
tidak usah lagi dating sebab sisik yang menempel ditubuh saya semakin banyak
dan sedikit hari lagi saya sudah berubah menjadi ikan.kemudian ibunya pamitan
dan kembali ke laut, setelah ibu tersebut sudah tidak tampak, maka kedua anak
tadi bergegas pulang, sang kakak menenteng dan sesekali menggendong adiknya.
sainlangeno no heddoito mbula ku hu-uke te-pai-paira
no heddoito a-la-a taba na mo awa ke ina no, no bawa emo, no awi emo maka no
bawa-E no wila-wila O-rato I bata I wiwi i mawi-yai O keddemo I atu mako
lagu-lagu
Namun keesokan harinya, anak tersebut
kembali menangis, sekalipun sudah diberi sesuatu dan dirayu anak tersebut tetap menangis lantaran ingin
bertemu dengan anaknya. Lalu sang kakak kembali membawa adiknya pergi ketepi
laut, Ia menggendong dan sesekali mereka berjalan beiringan. Setelah berjalan
beberapa saat, mereka tiba di tepi pantai mereka kemudian duduk dibatu besar
tempat mereka menanti sang bunda kemarin. Di tempat tersebut kemudian sang
kakak mendendangkan lagu:
Wa
Indo……indo…… indo Dhiyu : Ibu wa indo….indo… Dhiyu
Maaa….yiii suuuu..su te iyandiku : Datanglah
susui adikku
Dhi…. Watu….meka torun-toruu : Pada batu
yang bentuknya seperti payung
Dhi …bata…. Meka Lonto-lonto : Pada kayu hanyut yang ter apung-apung
O lagu ako te
yatu hendua-hentolu sampe ke O-mai.
Sapaira-sapaira O itamo uka te gunsa-gunsa I mawi iso awa inggawi kambeda uka
te ina-no mo-atu O mai.
Ia menyanyikan adiknya, setelah dua
hingga tiga kali lagu tersebut diulang, tidak lama kemudian dari arah laut
tampak terlihat oleh mereka busa air yang disertai oleh sedikit gelombang
seperti yang mereka saksikan kemarin, ternyata yang datang adalah ibunya.
O rokamo
na-anano-ana parantai te ae-no O sai
kurumo awana ikuno. Dari samai-no O sale
emo na yai-no ana, po-oliyatu O sama-mo I kakano kua baramo I mai I lange
parantai te iyaku ana kumembali ikamo. Po-oli awana Iso te Ina-no ana O wilamo
kua mawi mendaro iso, tee amai nom bulemo
(Tatkala ibunya menampakkan tubuhnya)
kedua anak tersebut kaget, karena sisik yang menempel di tubuh sang ibu telah
semakin banyak. Lalu kemudian anak tersebut digendong, ditimang, dan dicium
oleh bundany, setelah selesai ia member susu, sang ibu kemudian memanggil
kakaknya dan berpesang, anak-ku besok sebaiknya kalian tidak usah lagi
datang sebab tubuh saya sudah akan
menjadi ikan. Kemudian ibunya tadi kembali ke laut dalam sedangkan kedua anak
tadi kembali pulang ke kediamannya
I-lange uka O
doito mo uka, no elo-elo torusu te Ina-no. dari no
wilamo, no wilangka kua mawi, maka O-kede-n-kedde di bata, maka no lagu-lagu.
Keesokan harinya, sang adik kembali
menangis memanggil-manggil ibunya, karena tak kuasa melihat adiknya yang terus
menangis, kemudian ia memutuskan untuk mengantar kembali adiknya ke tepi
pantai, setelah tiba dibatu besar sambil membelai rambut adiknya kemudian sang
kakak kembali menyanyi:
Wa
Indo……indo…… indo Dhiyu : Ibu wa indo….indo… Dhiyu
Maaa….yiii suuuu..su te iyandiku : Datanglah
susui adikku
Dhi…. Watu….meka torun-toruu : Pada batu
yang bentuknya seperti payung
Dhi …bata…. Meka Lonto-lonto : Pada kayu hanyut yang ter apung-apung
O…maina Ina no
itamo te gusa-gunsa, kambedda te ina nomo, maka O mai mo uka te kuruno apamo
kompono, dari O wa-Emo kua sale-Emo yai-u ana, no awi-E maka O wa-aE kua, ara I
lange bara-mo I mai-mai, paranatai te iyaku ana ku-membali ikamo, maka nombule, te Ina-no O wila mo O nangu kua
mawi, om-bule.
Setelah menunggu beberapa lama, kembali
terlihat busa air dan riak gelombang, ternyata adalah ibunya, (kemudian anak
tersebut digendong, ditimang, dan dicium oleh bundanya, dan disuse) sang ibu
kemudian memanggil kakaknya dan berpesan, anak-ku besok sebaiknya kalian tidak
usah lagi datang sebab seluruh tubuh
saya bersisik (menjadi ikan). Kemudian ibunya tadi kembali ke laut dalam
sedangkan kedua anak tadi kembali pulang ke kediamannya
Sailange-no no doitomo uka na yaino maka no awi Emo uka
maka no wila, O wila mo uka kua bata maka O lagu-lagu, O kalumo I lagu-a
hengkoruompumo o lagu mbeayaka o mai-mai parantai te yaino he doiton torusu
maka no awi-E, maka O wila, sam-beyakamo nombule O wilan torus-torusu. O kalu I
wila-a O ita te ko-O u-ahu baa-baa
bale. Dari po wikiri-mo kua ku wilamo
kua iso, O Alamo te wikiri kua, ka
wilamo kua ahu iso, parantai ara I iso bara aneke mia, ako ka-mepetulu di-iso.
Keesokan harinya, sang adik kembali
menangis memanggil-manggil ibunya, karena tak kuasa melihat adiknya yang terus
menangis, kemudian ia memutuskan untuk mengantar kembali adiknya ke tepi
pantai, setelah tiba dibatu besar sambil membelai rambut adiknya kemudian sang
kakak kembali menyanyi. Namun hingga sekian kali ia bernyanyi ibu yang dinanti
tak kunjung dating. Karena adiknya tersebut menangis terus, maka digendonglah anak tersebut lalu ia berjalan meninggalkan
tepi pantai tetapi mereka tidak kembali pulang ke rumah, mereka berjalan terus.
Setelah lama berjalan dan lelah mereka kemudian beristirahat, dari kejauhan
tempak oleh mereka kepulan asap api sebesar mayang kelapa. Kemudian dia
berpikir untuk menuju ke tempat tersebut, mudah-mudahan di tempat tersebut ada
seseorang yang dapat menolong mereka.
O wila mo…..owila-owila kambedda te ko-o iso
sa eyaka te mia, kambedda te ahu wa
kinamboro. Dari la-amo no rato sa no hepago-Emo te Wa Kinamboro atu, maka no
ala ako-E te-imanga. Maka no Ema te-I kakano , aro te komiu no ema te ia kaka
ane basa umpa ate miu, no balo kua aro te iyaku ate su basa ate wembe. Aro te
iyai-u, aro te iyaisu sa basa ate manu. Ara wanatu mangamo-ka, Ako ku wila iyaku
kua Iiso
Lalu berjalan menuju arah asap api,
setelah lama berjalan, ternyata tempat (sumber) asap tersebut bukan manusia,
tetapi Wa Kina-kinam-Boro (Raksasa). Setibanya di tempat tersebut, kedua anak
tersebut disambut oleh Wa Kina-kinam-Boro, kepada mereka kemudian disajikan makanan. (setelah
mereka disajikan makanan, lalu) WKB bertanya kepada kakaknya, kalau kamu
sekarang kira-kira sebesar apa atimu, I (kakak) menjawab atiku sebesar ati
kambing. Kalau ati adikmu kira sebesar apa, kakaknya menjawab kalau ati adikku
mungkin sebesar ati ayam. Baik lah kata WKB, silahkan kalian makan aku akan
bepergian keluar beberapa saat.
Sa talikuno, O
mai-si-E te Dago, no gau kua ara ki humadda hopo ako te iyaku ai manga-atu ako
ku manga-E te iyakute. Wa Kinamboro iso
a wila a kumansi te koni-no, ako a-manga te ate miyu, suru no emanako te
ate miyu. O hadda mo I kaka-no ana, maka
O wa-E yai no, helawe mo I manga-a no hopo akomo te dago, ako la-A ku lola Ako komiu.Pasi O manga a dago O sampe-mo I kapeno, maka O lola akoE kua umbu kaluku gaddi, maka tuhu a manu.
Setelah WKB pergi, kedua anak tersebut
ditemui oleh seekor Jago. Jago tersebut menyampaikan, jika kalian mau (tidak
keberatan) sudikah kamu memberikan makanan itu untuk saya. WKB tadi itu
sebenarnya ia pergi mengasah giginya untuk memakan kalian berdua, itulah
sebabnya ia menanyakan seberapa besar ati kalian berdua. Lalu mereka memberikan
makanan tersebut kepada Jago, dan sebagai imbalannya, aku akan terbangkan
kalian (menyelamatkan kalian). Setelah Jago tersebut makan, maka kedua anek
tersebut naik ke sayap Jago lalu mereka berdua di terbangkan dan hinggap di
atas pohon kelapa.
Sabantara O umba
na Wa Kinamboro, O Umba ke moho busano (dalam ke adaan capek), ke to maEka-no,
te rounu no hawasomo la-a, maka orangamo, no ita-E na ana bou iso I umbu kaluku
iso, parantai no hempisi no hei-no I manga-a
O kaha-E la-a kaluku, sa kaha-a O guntiE
a-la-a kaluku dari no tobata, hua leama
O-tobata O-raho te soha u-lange.
Beberapa saat kemudian datanglah WKB,
dia muncul dalam keadaan yang tampak lelah, wajahnya tampak sangat menakutkan,
dari raut mukanya tergambar bahwa ia lagi marah. Tatkala ia melihat/menolek ke
atas pohon kelapa tampaklah kedua anak
tersebut sedang bersembunyi. Karena ia sangat ingin memangsa anak tersebut,
maka dengan marah Ia menggigit batang pohon kelapa tersebut, dengan sekejap
batang kelapa tersebut rebah, beruntung ketika rebah kedua anak tersebut
terayun dan terlempar ke atas pintu langit.
Dhari olinda na
amai kua lange. Kamba I soha iso (lange) aneke daga. Dari no Ema-E, te daga
iso, te komiu ana mina I umpa? Maka no
tula-tula ako emo, sabba ane. Maka no
wae te daga tain-tai, ako ku-laporo ako komiu kua Raja, mako no laporo akoE,
kua ka-iso-E aneke ana bou do dua a wana
iso rupano, no waE te Raja kua, maike kua ana, dari O maiki emo, O kombiti Emo
te raja ana. Te ama Iyana O melemo, O rodda mo te Wa Kinamboro karamanoho O
mange-E.
Jadi anak tersebut telah berpindah
tempat yaitu di langit. Ternyata di pintu tersebut terdapat seorang penjaga.
Oleh penjaga anak tersebut ditanya, sebenarnya kalian berdua ini berasal dari
mana? Mereka kemudian menceritakan seluruh kisah hidup mereka. Sang penjaga
kemudian mengatakan, kalian tunggu sebentar di sini, saya akan melaporkan
keberadaan kalian kepada Raja. Kepada Raja jaga menyampaikan bahwa di luar ada
dua orang anak, wajahnya seperti ini. Mendengar laporan penjaga, Raja
mengatakan; bawa kedua anak tersebut ke sini, lalu kedua anak tersebut dibawa
(beruntung) mereka kemudian dipelihara oleh Raja. Kedua anak tadi merasa
gembira, mereka menbayangkan jika mereka masih berada dibawa cengkraman WKB,
mungkin saat ini mereka telah dimangsa.
Sa wakutu te Raja-ana Ombale-mbale, maka O wae ai kakano kua kuddumahani I-laha-a u-kutu,
kudumahani, dari ombalemo, ama O laha-E kutunu, maka no sengka-sengka-E a hutonu iso no itamo te aso u-mobela I
kapalano, O bubuti na Lu-uno, te Lu-uno ana no raho te kapala na Raja ana, dari
O namisimo te monoha a Raja ana, O Topelemo, tara u heddoito m beaka no balo
parantai O-moboha no bisara, dari no
Ema O ha-a nu doito ai, karomo
hempia mako O balo Kobbe ku heddoito
parantai ku rodda-rodda te ina su, Te ina su yaku ana O simbi-I te aamasu I
kapalano te tenda parantai O hawasoako te rengka ko-mangaE tei kami, O koho akoE
te yai su, O doito parantai te rengka iso mbeyaka no hadda akoE parantai O sama
kua bara I manga-manga-E dari no simbi a kapala ina su sawengka O tombo
I-lange sawengka I mawi.
Hari berganti hari, satu waktu sang Raja
sedang santai berbaring, anak tersebut
kemudian dipanggil oleh Raja, lalu ditanya, apakah kamu bisa menyisir dan
mencari kutu. Anak tersebut menjawab Ia, saya bisa. Kalau begitu coba kamu
sisir rambut saya dan cari kutunya. Setelah anak tersebut menyisir rambut Raja,
setiap kali ia menyisir bagian tengah kepala, tampak oleh anak tersebut bekas
luka, melihat hal tersebut, teringatlah anak tadi kepada ibunya, sambil
meneteskan air mata dan air mata tersebut jatuh membasahi pundak Raja. Karena
merasa ada air yang menetes di atas pundaknya, maka sang Raja menolek, ternyata
air tersebut adalah air mata si anak. Lalu Ia ditanya, mengapa kamu menangis,
semula anak tersebut tidak menjawab pertanyaan Raja, namun setelah beberapa
kali ditanya, maka anak tersebut kemudian menjawab.
Aku menangis, teringat ibuku, sewaktu di dunia kami hidup berempat
dengan ayah, ibu dan seorang adik saya yang masih kecil. Suatu saat, ayah saya
mejemur ikan, dan berpesan kepada ibu agar ikan tersebut jangan diberi kepada
siapapun. Tetapi karena adik saya menangis terus, maka ibu saya memotong ikan
tersebut untuk diberi kepada adikku, nahas, ayah saya marah, lalu ia menebas
tubuh ibuku, yang satu bagian terlempar ke laut dan yang satunya lagi terlempar
ke langit. Mendengar cerita tersebut, sang Raja kemudian menangis, dan
mengatakan ternyata kalian berdua adalah
anakku. ****
*). Kordinator Bidang Seni Budaya dan Pernaskahan Sejarah
Pada Lembaga Forkom KabaLi Indonesia.