KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI BANDA PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI NGIFI- LARIANGI LIYA, PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

Kamis, 16 September 2010

BALUARA (BASTION) DIBELAKANG MESJID AGUNG KERATON LIYA DI BUAT OLEH RAJA LAKUNDARU ATAU TALO-TALO ATAU LAKUERU

Oleh : Ali Habiu *)


Foto Ini Merupakan Kenangan Wa Ode Onta Salah Satu Pejuang Liya Yang Gagah Berani Dalam Melindungi Keraton Liya dari Serangan Perompak. Beliau Sudah Wafat Tanggal 24 Maret 2010 Lalu Dalam Usia 138 Tahun.


Berdasarkan artifak sejarah dan pembuktian arkiologis di lokasi Baluara atau Bastian yang terletak dibelakang mesjid Agung Keraton Liya menunjukkan secara signifikan bahwa yang membuat benteng Baluara tersebut adalah Raja terakhir sebelum masuknya sangia manuru atau sultan ke XIX Buton dengan memerintahkan anaknya yang bernama La Ode Ali untuk menjadi Raja I dari keturunan bangsawan Buton.

Oleh karena itu masih dalam premis bahwa diperkirakan sejak pertengahan Abad ke XI sudah ada sekelompok komunitas manusia yang mendiami Pulau Oroho yang tak lain merupakan gabungan ethnis dari sebagian prajurit Putri Khan dari Kerajaan Kamaru asal Mongolia-Tartar dalam rangka penyebaran kekuasaan dan sebagian dari para bajak laut asal Mangindanau Filiphina, Papua, Bonerate, Tobelo, Lanun, Balangingi sehingga diperkirakan terdapat raja-raja kecil atau penguasa para hulubalang bajak laut disini yang semakin tahun semakin besar kekuasaanya termasuk sistem pertahanannya dan terakhir adalah Raja Lakundara atau Lakueru atau Talo-Talo. Berdasarkan pemantauan secara metafisis diperoleh informasi bahwa sejak pertengahan Abad XI hingga tahun 1513 telah terjadi 20 penguasa atau raja para pemimpin hulubalang dan terakhir Talo-Talo tidak lagi berpihak kepada Bajak Laut bahkan atas kordinasi dengan Raja Buton para bajak laut ditumpas oleh Talo-Talo.

Kisah ini dipekuat oleh penuturan Wa Ode Dhama seorang nenek berusia lebih kurang 115 tahun mengatakan dengan semangatnya bahwa terakhir Talo-Talo menumpas para bajak laut di selat antara Pulau Oroho dengan  Pantai Sempo sebanyak 40 orang dalam satu kapal. Setelah ditaklukkan maka semua kepala para penjagal atau sanggila lalu  diambil di bawah oleh Talo-Talo ke darat sambil masyarakat menyambutnya dengan sebuah irama lagu kemenangan :

                                         "...LAKUERU MINANDIPASI..."
                                         "...NODENDE BAKI NA LONTOI..."

 Fose Wa Ode Dhamu Saat Menceritakan
Kisah Talo-Talo dari Tutur Keturunannya

Memang masalah kesaktian orang-orang dahulu kala para leluhur negeri Liya tak bisa dipandang enteng begitu saja mengingat percaya atau tidak percaya kekuatan ghaib dari mereka kadang kala masih dirasakan oleh masyarakat Liya saat ini. 

 Inilah Topi Asli Milik Talo-Talo Yang Masih
Menyimpang Daya Ghaib

Sebagai bukti nyata walaupun diperoleh secara media supranatural oleh penulis mengalaminya sendiri dimana ketika penulis memasang dikepalanya sebuah Topi Kebesaran Talo-Talo secara tiba-tiba penulis kemasukan sesuatu roh ghaib dari Talo-Talo dan dengan lantang bersuara dan mengatakan bahwa : 

"HAI ANAK-ANAKKU PEWARIS NEGERI LIYA MULAI SEKARANG BANGKITLAH BANGUN DAN KEMBANGKAN KEBUDAYAAN LELUHURMU"... "KINI ZAMAN SUDAH TIBA SAATNYA UNTUK MEMBANGUN NEGERIMU....' BANGKITLAH MELALUI WADAH FORKOM KABALI SEBAB DISITU ADA SAYA MELINDUNGIMU ...MEJAGAMU SEMUA YANG MAU MEMBANGUN NEGERI LIYA UNTUK MENGENANG HASIL-HASIL PERJUANGAN KAMI ITU.  JANGAN KAMU TAKUT..., AKU ADA BERSAMAMU...."
"DAN BALUARA (BASTION) YANG ADA DIBELAKANG MESJID ITU KUBANGUN DARI HASIL KERJA TANGANKU SENDIRI BERSAMA RAKYATKU WAKTU ITU.... UNTUK KUJADIKAN TEMPAT PENGINTAIANKU DARI PARA SANGGILA ATAU MUSUH DAN TEMPAT ACARA-ACARA KHUSUS..., BUKAN TEMPAT  LAIN...! SEKARANG YANG BANYAK MENGHANCURKAN NEGERIKU LIYA ADALAH PARA KAUMU YANG INGIN MENINGGIKAN DERAJAT KAUMNYA SENDIRI TANPA MAU KERJA SAMA DENGAN GOLONGAN KAUM LAINNYA...!?

 Inilah Modhi Mesjid Agung Keraton Liya
La Ebu Usia 97 Tahun Yang Menceritakan 
Riwayat Baluara Dari Tutur Leluhurnya
Yang Terdapat di Belakang Mesjid.

La Ebu seorang Modhi pada  mesjid Agung Keraton Liya usia 137 tahun menceritakan riwayat tutur keturunannya mengatakan bahwa Baluara (bastion) yang terdapat di belakang mesjid agung telah jauh hari ada  sebelum Raja Liya La Ode Taru berkuasa. Tingginya pasangan batu karang/gunung pada Baluara tersebut sama dengan tingginya pasangan batu karang/gunung pada seluruh benteng pada lapis pertama yang diperkirakan setinggi 3 meter. Namun akibat dari zaman roumusa Jepang, pasangan batu karang/gunung Benteng tersebut di ambil oleh masyarakat atas perintah Romusa untuk dijadikan bahan pondasi jalan baik yang terdapat dalam lingkungan keraton maupun di luar lingkungan keraton.  Masa penjajahan Jepang di Indonesia adalah masa paling pahit bagi penderitaan seluruh masyarakat Liya akibat dari keharusan kerja paksa sampai-sampai artifak benteng keraton milik leluhurnya di rusak akibat dari materialnya dipakai untuk bahan jalan. Kisah inilah sebagian masyarakat Liya yang masih menyaksikan keadaan saat itu dan turunannya tak bisa terima perasaan marah itu akuibat dari siksaan yang diterima oleh tentara jepang.

Oleh karena itu pada kesempatan ini dihimbau kepada seluruh pengurus besar  Lembaga Forkom KabaLi Indonesia baik di tingkat pusat maupun cabang-cabang agar senantiasa dapat bahu membahu dan saling kerjasama yang baik untuk memajukan kebudayaan Liya sebagai salah satu trend yang dapat dijadikan potensi obyek parawisata budaya dan dengan demikian potensi ekonomi dari pendapatan pada sektor ini dapat memajukan kesejahteraan kehidupan masyarakat kita dikemudian hari setara dengan daerah-daerah lain yang telah berkembang di Indonesia.****

*)Ketua Umum Lembaga KabaLI.