KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI BANDA PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI NGIFI- LARIANGI LIYA, PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

Jumat, 19 Desember 2014

MOHON PERHATIAN PEMERINTAH PUSAT, "PAKET WISATA BUDAYA DI DESA WISATA LIYA TOGO MATI SURI"



OLEH : HUMAS KABALI INDONESIA


Sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Hugua sebagai Bupati Wakatobi pada pertemuan pengurus pusat Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia tanggal 22 Desember 2012 dengan Bupati Wakatobi dan para staf ahlinya di ruang kerja Bupati Wakatobi,  bahwa pengelolaan industri pariwisata desa Wisata Liya Togo dikelolah sendiri oleh masyarakat lokal, maka kami telah merespon perintah tersebut dan mendirikan Lembaga Pengelola Pariwisata Budaya Kabali Indonesia dengan membentuk kepengurusan dan memodali usaha dengan melibatkan hampir 100 % masyarakat lokal yang bermukim dikawasan Benteng Liya Togo serta telah menyusun Liflet Wisata Budaya serta manajemen pengelolaannya. Sayang sekali setelah kami bentuk Lembaga Pengelola Wisata ini serta setelah kami serahkan Liflet paket-paket Wisata Budaya di Desa Wisata Liya Togo sampai hari ini tidak pernah lagi pemerintah daerah melalui SKPD Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mau melibatkan lembaga ini untuk mengelola berbagai wisata budaya saat para turis manca negara berkunjung ke Wakatobi (Hoga dan Onebaa) dan mampir di pulau wangi-wangi.












Hal ini diperburuk lagi bahwa semua Liflet paket informasi wisata dan paket wisata Benteng Liya yang telah kami serahkan ke pemerintah daerah Wakatobi yang dijanjikan akan diperbanyak dicetak ofset dan dipromosikan ke manca negara ternyata hanya isapan jempol belaka. Kenyataan bahwa paket program wisata budaya Kabali Indonesia telah diadopsi menjadi cultural visit pachage  yang menjadi salah satu paket baru dimanajemen Patuno Resort milik Hugua dkk. Dan sejak tahun 2013 hingga saat ini semua kegiatan-kegiatan budaya di wilayah desa wisata Liya Togo telah diambil alih oleh manajemen Paturo Resort kerja sama dengan pemerintah daerah kabupaten Wakatobi, tidak lagi diserahkan secara penuh kepada masyarakat Liya melalui Lembaga Pengelola pariwisata Budaya Kabali Indonesia.

Kini semua komponen yang berhubungan dengan manajemen pengelolaan wisata budaya milik lembaga pengelola wisata budaya kabali indonesia telah mati suri, mulai dari pranata sisten seni budayanya sampai dengan kelompok industri kerajinan rakyat seperti industri tenung sarung tradisional, industri pembuatan anyaman tikar, industri pengrajin perak, besi, tembaga, industri krupuk dari rumput laut, ikan karang dlsb.







Mohon bantuan bapak Presiden Joko Widodo agar industri seni budaya tradisional milik masyarakat Liya dapat kembali hidup juga industri  para pengrajin tradisional dapat kembali hidup agar perekonomian masyarakat di kawasan benteng Liya dapat berputar dan meningkat dalam upaya mensejahterakan kehidupan masyarakatnya. Saat ini tingkat sosial ekonomi pri kehidupan masyarakat kawasan benteng Liya masih terdapat kemiskinan absolut postulat diperkirakan sekitar 18,60 % dan kemiskinan permanen merata diperkirakan postulat sekitar 64 %. Pola kehidupan masyarakat eks Kerajaan Liya tersebut pada umumnya adalah petani nelayan dengan peralatan sangat sederhana dan petani pekebun dengan lahan yang tidak subur (bercocok tanam di atas tanah sela-sela batuan). Selebihnya masyarakat yang hidup pra sejahtera terdiri dari para guru dan PNS serta pedagang asongan dipasar-pasar tradisonal sekitar 17,40 %.****

Selasa, 16 Desember 2014

MOHON BANTUAN PEMERINTAH PUSAT ; "SANGGAR SENI BUDAYA KABALI INDONESIA PUSAT BENTENG LIYA MATI SURI" !



OLEH  : HUMAS KABALI INDONESIA


 Gedung Sanggar Kabali, Kini Sepi Kegiatan Pelatihan Seni


Kegiatan Sanggar Seni Budaya Kabali Indonesia pusat Benteng Liya yang sejak bulan Juni 2012 lalu telah menjadi Desa Wisata (Desa Wisata Liya Togo) yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Destinasi Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif kini sejak tahun 2012 hingga saat ini telah mati suri. Keadaan mati suri tersebut disebabkan karena ternyata pemerintah daerah kabupaten Wakatobi kebijakan program kerjanya tidak pernah memasukkan Sanggar Seni Budaya Kabali Indonesia sebagai salah satu sanggar yang mendapat pembinaan dan bantuan stumulan dalam rangka melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai tradisi dan budaya masyarakat Liya  khususnya dibidang seni tari tradisional dan seni atraksi tradisional. Kejadian ini sangat kami sesalkan mengakibatkan seluruh bantuan peralatan seni budaya mulai dari gendang, gambus, kecapi sampai gong serta seluruh komponen penarinya tidak lagi dimanfaatkan oleh kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan ekonomi kerakyatan yang sejak tahun 2010 sampai 2012 masih sering tampil menyambut para turis manca negara yang berkunjung ke wilayah Benteng Liya.

Para pelatih dan pengurus sanggar seni budaya Kabali Indonesia saat ini semua menjadi fakum karena tidak adanya perhatian Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Wakatobi melalui program-program SKPD yang bersangkutan yang dianggarkan menggunakan dana APBD II, sehingga baik para pelatih seni budaya maupun para pengurus tidak bisa berbuat apa-apa karena mereka tidak mendapatkan dana stumulansi untuk menggerakkan pelatihan dan organisasi.

Selama dibentuknya Sanggar Seni Budaya Kabali Indonesia pusat Benteng Liya, Wangi-Wangi sejak tahun 2010 hingga saat ini belum ada satu rupiahpun dana yang diterima oleh pengurus sanggar terutama untuk biaya pengadaan pakaian para panari yang bermotifkan tradisional, sehingga ketika sanggar tersebut masih aktif tahun 2010 hingga 2012 seluruh stribut pakaian dipakai motif apa adanya hasil swadaya para pengurus dan penari. Hal ini juga sangat disesalkan mengingat bahwa hampir semua Sanggar-sanggar yang dibawah binaan langsung oleh pemerintah daerah kabupaten Wakatobi, seperti Sanggar Wanianse, Sanggar Kanamingku, Sanggar-sanggar seni budaya di Tomia dan Kaledupa setiap tahunnya mendapat bantuan biaya operasional melalui SKPD Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Wakatobi yang bisa mencapai 500 jutaan rupiah dalam setahunnya.
Salah satu penyebabnya adalah Sanggar Seni Budaya Kabali Indonesia tidak masuk dalam dokumen program Visi-Misi Bupati Wakatobi dan Peranan anggota DPRD Kabupaten Wakatobi selama hampir 8 tahun ini tidak sama sekali mendapat perhatian serius untuk membicarakan masalah ini di forum-forum acara konsultasi dewan dengan SKPD yang bersangkutan

Gedung Sanggar Kabali Bantuan Direktorat PBL Kemen PU 2012


Sanggar Seni Budaya Kabali Indonesia memiliki beragam seni tari tradisional mulai dari Honari Liya, Lariangi Liya, Lariangi Kareke, Honari Mosega, Honari Tamburu, Honari Kenta-Kenta, Atraksi Seni Posepaa, Atraksi Seni mansa'a Liya, Seni Atraksi Posemba Ae, Seni Atraksi Posemba Wemba, Seni Atraksi Makan Kulit Kerang, Seni Atraksi Bakar Diri, Seni Atraksi Menempa Parang dari Tangan, Seni Atraksi Tombak Menonbak dan lain sebagainya.

Pengurus pusat Lembaga Kabali Indonesia sangat mengharapkan diera pemerintahan Jokowi-JK saat ini melalui kementerian yang terkait dapat memperhatikan potensi yang dimiliki Sanggar Seni Budaya Kabali Indonesia ini dengan memberikan pembinaan-pembinaan, palatihan dan pendidikan serta bantuan-bantuan stumulansi dana operasional kegiatan dan pembinaan sanggar sehingga diharapkan semua komponen dan komunitas yang tergabung didalam sanggar tersebut termasuk organ-organ para penarinya dan para aktornya dapat meningkat perekonomiannya melalui bidang profesi seni yang telah mereka tekuni, dengan demikian  dapat kita entaskan kemiskinan absolut yang masih banyak terdapat di wilayah Benteng Liya-Desa Wisata Liya Togo kabupaten Wakatobi. 

Pak Jokowi...., Mohon bantuannya..!! Sudah capek kami menggagas dan menfasilitasi semua kepentingan masyarakat kami..., namun kerja-kerja pemerintah daerah kabupaten Wakatobi masih tebang pilih, kurang perhatian terhadap semua usaha kami selama ini dalam kerangka meningkatkan ekonomi kerakyatan yang mana kehidupan masyarakat Liya disekitar Benteng Liya diperkirakan masih terdapat tingkat kemiskinan absolut  28,7 % dan perlu pemerintah pikirkan nasib mereka itu.  ****