KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI BANDA PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI NGIFI- LARIANGI LIYA, PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

Minggu, 18 November 2012

KESINAMBUNGAN PEMIMPIN WAKATOBI MASA DEPAN : "DIHARGAI KARENA KUALITASNYA"

Oleh : IR.LA ODE MUHAMMAD ALIHABIU,AMts.,M.Si *) 



 Pemimpin baru, seringkali dikaitkan dengan ‘model’ baru, ‘gaya’ baru, sehingga banyak yang mulai merasa penasaran, bagaimana nanti pimpinan baru itu akan bersikap dan bertindak. Apa yang disukai dan tidak disukainya. Pemimpin baru, mengingatkan saya pada pertanyaan seorang teman yang diajukan dalam suatu acara; “pemimpin bagaimana yang menurut anda cocok untuk zaman sekarang ini? Pertanyaan sederhana, tapi juga menyimpan kesulitan untuk menjawabnya. Jawaban bisa saja muncul beragam. Ada yang menjawab, pemimpin yang baik untuk abad sekarang adalah pemimpin yang merakyat. Ada juga yang mendambakan pemimpin yang mau melayani, bukan dilayani. Kepemimpinan gaya pejabat yang mau dilayani sudah tidak model lagi alias out of trend. Seorang teman lain menjawab bahwa sekarang yang lebih dibutuhkan adalah pemimpin yang mau mendengar, terbuka terhadap masukan, dan tidak membuat keputusan berdasarkan pertimbangan sendiri. Singkatnya pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang partisipatoris. Apa pun jawaban atas berbagai pertanyaan model kepemimpinan diatas, saya rasa dan mungkin anda juga akan sepakat bahwa siapapun orangnya, dari manapun asalnya, apapun latar belakangnya, bagaimanapun gayanya, seorang pemimpin haruslah respectable; bisa dihargai dan disegani-–kalau tidak mau menggunakan kata dihormati. Respectable disini mengandung arti respek atau penghargaan yang datang karena kualitas orang yang menjadi pemimpin itu, dan bukan respek yang diharuskan, apalagi dipaksakan. Kualitas respectable ini seringkali diperoleh seiring usia yang bertambah, melalui pengalaman hidup yang bermakna, walaupun beberapa orang tertentu memiliki semacam ‘bakat’ yang membuat mereka memiliki kualitas respectable yang memang sudah ‘bakatnya’. Tapi bakat adalah potensi yang selalu harus diasah agar tetap tajam dan semakin berkilau. Maka kualitas juga harus selalu dijaga dan dipelihara serta ditingkatkan. Lalu pertanyaan selanjutnya adalah; bagaimana sebetulnya pemimpin yang respectable itu?. Meminjam kata-kata bijak yang menjadi moto dunia pendidikan di Indonesia, saya berpendapat bahwa pemimpin yang respectable adalah pemimpin yang “tut wuri handayani”. Seorang pemimpin harus bisa berada di garis depan, membuka jalan bagi yang dipimpinnya. Ini tentunya mengharuskan seorang pemimpin memiliki pengetahuan lebih. Seorang pemimpin juga harus bisa berada di tengah, membaur dengan kelompok atau masyarakat yang dipimpinnya. Membaur di sini juga berarti mendapat perlakuan yang sama dengan yang dipimpin alias tidak ada yang diistimewakan. Bersedia mendengarkan pendapat dari mereka yang dipimpin untuk kemudian sama-sama membuat keputusan yang bijak, dan memperlakukan semua orang setara. Lalu, seorang pemimpin juga harus bisa berada di belakang, untuk mendorong dan memotivasi mereka yang dipimpinnya, memberi kesempatan orang lain untuk mengaktualisasikan potensi diri dan meraih prestasi. Untuk menjadi pemimpin yang demikian tentu dibutuhkan kelebihan dalam banyak hal, antara lain pemikiran yang cemerlang dan wawasan yang luas serta keberanian untuk menjadi kreatif dan bereksperimen agar bisa berada di depan. Tapi pikiran cemerlang dan wawasan luas saja tentu tidak cukup. Maka seorang pemimpin juga harus memiliki jiwa besar, hati yang lapang serta kepribadian yang bersahaja. Kualitas terakhir ini dibutuhkan agar seorang pemimpin bisa dan mau mendengarkan pendapat orang lain, dan di saat yang sama mau mengakui kelebihan orang lain serta dengan lapang dada memberikan kesempatan bagi orang lain untuk mengalami hal baru, sehingga dapat berkembang dalam pengetahuan dan kreativitas. Pemimpin yang demikian, selain bisa memajukan orang/kelompok yang dipimpin, juga akan memajukan dan meningkatkan kualitas dirinya sebagai seorang pemimpin. Karena dengan mendengarkan pendapat orang lain dan mengenali potensi atau kelebihan yang dimiliki orang lain, di saat yang sama dia juga belajar untuk mengenali kelemahan dirinya dan belajar untuk menerima kritik. Salah satu teori psikologi sosial yang dikenal dengan nama “Johari Window” (Jendela Johari), disebutkan bahwa ada empat area utama dalam hal apa yang bisa diketahui tentang seorang manusia (kepribadian dan potensi serta kelemahannya). Pertama adalah bagian “Saya tahu, orang lain tidak tahu”. Kedua, “Saya tahu, orang lain tahu”. Ketiga, “saya tidak tahu, orang lain tahu”. Keempat dan ini yang terakhir, “Saya tidak tahu, orang lain tidak tahu”. Teori ini mau menunjukkan bahwa sebagai seorang manusia pasti pengetahuan kita–bahkan tentang diri sendiri—tidak lengkap. Ada hal-hal tentang diri kita yang hanya kita yang tahu (pengalaman pribadi, perasaan, pemikiran yang tidak diungkapkan), ada juga hal-hal yang kita tahu dan orang lain juga tahu (perasaan dan pemikiran yang sudah diungkapkan, pengalaman bersama dengan orang lain, kemampuan yang sudah dibuktikan). Tapi ada juga hal-hal yang tidak kita sadari tetapi dilihat oleh orang lain (potensi maupun kelemahan), selain tentunya bagian yang sama-sama tidak kita dan orang lain ketahui. Dua bagian pertama tentunya menjadi sesuatu yang bisa kita evaluasi sendiri: potensi yang ditingkatkan dan kelemahan yang bisa kita perbaiki. Namun bagian yang ketiga hanya bisa menjadi hal yang kita ketahui kalau ada komunikasi dengan orang lain yang memiliki pengetahuan tersebut. Di sinilah kebijaksanaan dan kemauan serta kemampuan untuk mendengarkan akan membawa seorang pemimpin pada kemajuan dirinya. Karena hanya dengan mendengarkan dan terbuka terhadap kritiklah seorang pemimpin bisa mengenal bagian ketiga dari dirinya, untuk kemudian meningkatkan yang baik dan melengkapi yang kurang. Namun tentunya hanya pemimpin yang bersahaja yang mau dan mampu untuk mendengarkan orang lain serta terbuka terhadap kritik untuk selalu memperbaiki diri dan kepemimpinannya. Wacana yang berkembang di kalangan para petinggi Indonesia akhir-akhir ini dan bahkan menjadi perdebatan yang panjang dan seru adalah menyangkut usulan syarat pendidikan Sarjana Strata Satu (S1) bagi calon Bupati dan Wakil Bupati. Salah satu alasan yang mendasari munculnya usulan ini adalah anggapan bahwa seorang sarjana memiliki wawasan luas dan kemampuan untuk berpikir analitis selain juga kemampuan untuk berpikir praktis. Benar atau tidaknya anggapan ini tentunya masih bisa diperdebatkan. Namun kembali kepada kualitas pemimpin yang respectable sebagaimana yang di bahas diatas, maka muncul pertanyaan dalam benak sayadan mungkin dalam benak anda juga yaitu; sejauh mana tingkat pendidikan menjamin adanya kualitas-kualitas tersebut dalam diri seseorang? Secara pribadi, saya tidak percaya bahwa gelar kesarjanaan menjamin seorang manusia akan memiliki wawasan luas dan kemampuan berpikir yang lebih, apalagi kebijaksanaan dan kerendahan hati yang diperlukan untuk menjadi pemimpin yang merakyat, yang menggunakan gaya kepemimpinan partisipatoris, yang ”tut wuri handayani”. Secara pribadi saya lebih meyakini pendidikan seumur hidup, yang diperoleh dari pengalaman hidup bermasyarakat yang menumbuhkan idealisme, penghargaan terhadap orang lain, kepedulian dan empati terhadap sesama. Bagi saya pendidikan seumur hidup inilah yang membuat orang memiliki pengalaman dan kualitas yang dibutuhkan untuk menjadi seorang pemimpin yang respectable, pemimpin yang dihargai dan disegani karena pengetahuan, pengalaman, hati, kepribadian, dan kepemimpinannya. Pemimpin di masa mendatang Kabupaten Wakatobi bukan hanya pemimpin yang berkarateristik seperti diinginkan oleh para pengikutnya. Tapi, terdapat harapan-harapan bahwa Pemimpin di masa depan Wakatobi mampu memenuhi dan memiliki kondisi-kondisi seperti berikut ini:
1. The meaning of direction (memberikan visi, arah, dan tujuan)  
Seorang pemimpin yang efektif membawa kedalaman (passion), perspektif, dan arti dalam proses menentukan maksud dan tujuan dari kepemimpinannya. Setiap pemimpin yang efektif adalah menghayati apa yang dilakukannya. Waktu dan upaya yang dicurahkan untuk bekerja menuntut komitmen dan penghayatan.
2. Trust in and from the Leader (menimbulkan kepercayaan) 
Keterbukaan (candor) merupakan komponen penting dari kepercayaan. Saat kita jujur mengenai keterbatasan pengetahuan yang tidak ada seluruh jawabannya, kita memperoleh pemahaman dan penghargaan dari orang lain. Seorang pemimpin yang menciptakan iklim keterbukaan dalam kepemimpinannya adalah pemimpin yang mampu menghilangkan penghalang berupa kecemasan yang menyebabkan masyarakat yang dipimpinnya menyimpan sesuatu yang buruk atas kepemimpinnya. Bila pemimpin membagi informasi mengenai apa yang menjadi kebijakannya, pemimpin tersebut memberlakukan keterbukaan sebagai salah satu tolok ukur dari “performance” kepemimpinannya.
3. A sense of hope (memberikan harapan dan optimisme) 
Harapan merupakan kombinasi dari penentuan pencapaian tujuan dan kemampuan mengartikan apa yang harus dilakukan. Seorang pemimpin yang penuh harapan menggambarkan dirinya dengan pernyataan-pernyataan seperti ini: saya dapat memikirkan cara untuk keluar dari kemacetan, saya dapat mencapai tujuan saya secara energik, pengalaman saya telah menyiapkan saya di masa depan, selalu ada jalan dalam setiap masalah. Pemimpin yang mengharapkan kesuksesan, selalu mengantisipasi hasil yang positif.

4. Result (memberikan hasil melalui tindakan, risiko, keingintahuan, dan keberanian)
Pemimpin masa depan adalah pemimpin yang berorientasi pada hasil, melihat dirinya sebagai katalis –yang berharap mendapatkan hasil besar, tapi menyadari dapat melakukan sedikit saja jika tanpa usaha dari orang lain. Pemimpin yang seperti ini membawa antusiasme, sumber daya, tolerasi terhadap risiko, disiplin dari seorang “entrepreneur”. Apakah para pemimpin yang akan dipilih pada Pilbub Wakatobi 2011 sudah memiliki kualitas yang harus dimiliki seorang pemimpin?. Hanya rakyat yang tidak terprovokasi dan terintimidasi yang bisa menjawab pertanyaan ini dalam membuktikan kualitas calon pemimpin mereka. Tetapi sebagai calon pemimpin yang akan dipilih, tentunya mereka dipilih karena calon pemimpin tersebut memiliki kualitas lebih yang dapat dilihat oleh orang-orang yang telah memilih mereka, bukan?!.... Bukan dipilih kerena telah melakukan politik uang! ****)

*). Ketua Umum Lembaga Kabali Indonesia.