KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI BANDA PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI NGIFI- LARIANGI LIYA, PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

Minggu, 15 November 2015

JANGAN POLITISASI ACARA ADAT SARA MANDATI DENGAN KEPENTINGAN POLITIK TERTENTU

HUMAS KABALI INDONESIA



Pada tanggal 31 Oktober 2015, Sara Mandati Mengadakan acara pesta adat, pelaksanaannya di wakili oleh saudara La Ode Usman Baga, BA, SE selaku Ketua Panitia penyelenggara acara Pesta Rakyat Togo Mandati mengundang masyarakat wangi-wangi selatan secara terbuka untuk menghadiri acara tersebut dengan waktu acara jam 15.00 WIT sampai selesai. Adapun lokus acara adalah makan Luluta dan lain-lain  bertempat di halaman  Baruga Sa'ra Mandati di Kelurahan Mandati III, Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi. Dalam acara tersebut dapat dlihat dalam rekaman gambar dibawah ini penuh sesak dengan massa calon Bupati tertentu, sementara dalam undangan acara tersebut merupakan Pesta Rakyat Togo Mandati yang sifatnya berlaku umum. Kabali melihat bahwa acara ini sudah bermuatan politik tertentu dengan mempolitisasi keberadaan Lembaga Sa'ra Mandati. Maka dalam konteksi kejadian ini postulat,  dapat dikatakan bahwa konteksi acara ini dalam implementasinya di lapangan kita sedang mengalami transisi moral antara moral tradisional dan moral moderen yang berdampak "omoronggamo a adhati u sa'ra"


Bila kita mau jujur, mari kita kembali membuka lembaran sejarah budaya buton masa lalu (mohon maaf kalau salah), di Mandati hanya terdapat Sa'ra (kepala Sa'ra) yang bertugas memimpin hukum adat masyarakatnya membantu Sarana Wolio dalam menertibkan masyarakat di wilayah pemerintahan Kesultanan Buton. Jika ada persoalan masyarakat atau sa'ra yang tak bisa diselesaikan di Mandati maka penyelesaiannya diputuskan di Baruga Keraton Buton.

Di wilayah kepulauan tukang besi yang masa pemerintahan Hindia Belanda menyebutnya sebagai Onder Afdelling Tukang Besi Island, atau kini dikenal dengan sebutan Wakatobi yang terdiri dari pulau Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko, masal lalu di masa kelsultanan Buton  hanya terdapat 2 Lakina, yakni Lakina Kaledupa (Barata Kaledupa) yang disimbolkan dengan 3 Tamburu dan Lakina Liya (Bobato Mancuana Matanayo) yang disimbolkan dengan 12 Tamburu.

Jika ada persoalan-persoalan adat dan masyarakat di wilayah Wakatobi maka akan diselesaikan dan diputuskan di Baruga Keraton Buton oleh Sarana Wolio. Namun demikian satu dan lain hal jika Kesultanan Buton memandang bahwa persoalan adat dan masyarakat tersebut tidak menimbulkan dampak luas terhadap pemerintahan Kesultanan Buton, maka penyelesaiannya diputuskan di Baruga Keraton Liya melalui Sa'ra Liya sebagai Bobato Mancuana Matanayo dan di Kaledupa sebagai Barata yang diberi mandat oleh Sultan Buton untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Oleh karena itu bangunan Baruga hanya terdapat di Kaledupa dan di Liya sedangkan di wilayah lain tidak sama sekali terdapat bangunan Baruga karena kedudukan perangkat adatnya hanya sebagai Sa'ra (Kepala sa'ra) bukan Lakina (baca sebut Raja). Di wilayah sara pada waktu itu hanya terdapat Bantea yakni tempat kumpul-kumpulnya masyarakat saling tukar menukar informasi dan Batanga yaitu sebagai sarana dalam membahas masalah atas informasi yang berkembang di Bantea.

Dalam kejadian ini, Kabali menghimbau kepada kita semua,  bahwa mari kita jaga adhati dan melestarikannya sesuai dengan nilai-nilai budaya masa lalu, bara toronggae adhati..., bara omorongga a adhatinto..., jaga nama baik dan kedudukan sara sebagai pemangku adat masyarakat. *****