KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI BANDA PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI NGIFI- LARIANGI LIYA, PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

Jumat, 03 Juni 2016

PEMBEBASAN TANAH SELUAS 1000 HA UNTUK KEPERLUAN BOP WAKATOBI HARUS DILAKUKAN SECARA DEFACTO DAN DEJURE




OLEH  : DIREKTUR KABALI




 Ir.L.M. Ali Habiu,A.MTs.,M.Si


Keberadaan Kasawan Strategi Pariwisata Nasional (KSPN) Wakatobi tidak bisa lagi masyarakat menolaknya sebab penunjukan KSPN Wakatobi telah ditetapkan bedasakan Undang-undang No. 10 Tahu  2009 Tentang Kepariwisataan, disebutkan pada Pasal 1 ayat 10, yakni :

“Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti petumbuhan ekonomi, social dan budaya, pembedayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup serta petahanan dan keamanan”

Kawasan Strategis pariwisata nasional wakatobi, terdapat dalam  nomor urut ke 18 dari 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional yang tertuang pada Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pengembangan kepariwisataan nasional Tahun 2010 – 2025. Dan masuk dalam10 Top Destinasi Pariwisata nasional prioitas masa pemerintahan Jokowi_Yusuf Kalla sampai tahun 2019 yang diharapkan bisa menggenjot kunjungan turis manca negara sejumlah 500  ribu orang dan bisa menyumbangkan devisa bagi  negara.

Mengapa Pariwisata menjadi prioitas unggulan bagi penerimaan devisa bagi negara ?. Jawabnya sebab Pariwisata adalah sektor unggulan (Tourism is Leading Sector), dengan pertimbangan :


  •  Meningkatnya destinasi dan investigasi pariwisata, menjadikan pariwisata sebagai faktor kunci dalam pendapatan eksport, penciptaan lapangan kerja, pengembangan usaha dan infastruktur.
  • Pariwisata telah mengalami ekspansi dan diversifikasi bekelanjutan, dan menjadi salah satu sektor ekonomi yang tebesar dan tercepat petumbuhannya di dunia.
  •  Meskipun krisis global telah terjadi beberapa kali, jumlah perjalanan wisatawan internasional tetap menunjukkan pertumbuhan yang positif. (25 juta tahun 1950, 278 juta tahun 1980, 528 juta tahun 1995, 1,14 milyar tahun 2014.)
  • Perbandingan PDB langsung menurut lapangan usaha

Ø  Pada tahun 2015, Tavel dan Tourism secara langsung menyumbang 2,4 Trilium Dolla pada PDB
Ø  Konstribusi pada PDB Global ini lebih dari dua kali lipat dibanding industri lokomotif, dan hampir 50 % lebih besar dari industri kimia global
Ø  Sektor Tavel dan Tourism setara dengan sektor pendidikan dan sektor perbankan secara global.

PERMASALAHAN YANG SEDANG  DIHADAPI PEMBENTUKAN BOP WAKATOBI

Pemasalahan utama yang kini sedang dihadapi oleh rancana dibentuknya BOP Wakatobi adalah masalah kepemilikan Lahan seluas 1000 HA untuk percepatan investasi pariwisata, khususnya infrastuktur yang bekaitan dengan Amenitis, Aksesibilitas dan Atraksi, sepeti Lahan untuk Pembangkit Tanaga Listrik, Lahan untuk Fiber Optic Internet\dan alat telekomunikasi lain, Lahan untuk penediaan air bersih, Lahan untuk rumah sakit bertaraf internasional, Lahan untuk pembangunan Jobe pertamina khususnya Aftur dan fasilitas lainnya.

Memang lahan di wilayah wakatobi semua bermasalah sebab di wilayah ini tidak ada namanya tanah negara, melainkan semua tanah yang kosong (tanah tanah yang tidak bepenghuni) adalah tanah Ulayat milik masyaakat adat, bukan milik tokoh adat atau tokoh sara. Temasuk didalamnya peruntukan hutan lindung itu pada hakekatnya adalah tanah milik ulayat yang sejak dahulu kala para Raja dan perangkatnya telah memelihara hutan hutan tersebut dengan baik dinamai sebagai “Motika” yang mana pepohonan di dalam wilayah motika tersebut tidak boleh sembarang ditebang atau diambil kecuali hanya ada keperluan kampung atau keperluan adat atas perintah dan izin dari Raja atau pemangku adat.

Lain lagi hal yang terjadi di pulau wangi-wangi, sesuai laporan masyarakat sudah banyak tanah milik ulayat (Tanah Sara atau Motika) telah berubah status menjadi Tanah Hak Milik dan dimiliki secara peroangan dari kalangan pejabat disana. Perubahan status tanah ulayat (Tanah Motika) menjadi Hak Milik itu postulat ditengarahi ada kaitannya dengan penyalahgunaan administasi di tingkat kelurahan dan kecamatan yang dimainkan oleh oknum oknum tertentu atas perintah kemudian dijual ke pejabat di daerah. Masyarakat harus mampu mengambil sikap dalam melindungi tanah milik ulayat (Sara) agar tanah milik hak-hak masyarakat adat bisa dipertahankan keutuhannya.

Oleh karena itu, jika saat ini terdapat gesekan antara pemerintah daerah dan masyarakat adat dalam usaha pembebasan lahan seluas 1000 HA untuk keperluan BOP Wakatobi itu bisa terjadi lebih daripada karena pada dasarnya pemerintahan Hugua selama 10 Tahun ini tidak pernah mau memberikan apresiasi kepada masyarakat adat baik itu secara  defacto yaitu bahwa pemerintah mau mengakui sepenuhnya bahwa tanah ulayat itu benar adanya dan pemberian pengakuan secara  dejure yakni bahwa pemerintah daerah mau mengakui secara yuridis atas adanya tanah tanah milik hak ulayat tersebut,  dengan menerbitkan Peraturan Daerah Tantang Tapal Batas Milik Hak Ulayat, termasuk didalamnya penegasan pengakuan adanya tanah Motika.

Penerbitan PERDA  tantang  Tapal Batas Tanah Milik Hak Ulayat seperti misalnya Tanah Hak Ulayat Milik Sara Mandati – dengan Tanah Hak Ulayat Milik Sara Liya, dan seterusnya Liya – dengan Kapota, Mandati – Wanci demikian juga wilayah-wilayah lain di pulau  Kaledupa, Tomia dan Binongko itu sangat penting sekali artinya bagi masyarakat adat. Sebab dengan diterbitkannya PERDA yang mengatur Tanah Tanah milik Hak Ulayat menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah sangat menghargai dan menghormati keberadaan atas tanah-tanah peninggalan leluhur milik hak ulayat masing-masing wilayah yang dahulu kala diperolehnya melalui peperangan dan pejuangan berdarah darah dengan waktu yang lama.

Sekaligus dalam PERDA tentang Tapal Batas Tanah Milik Hak Ulayat diatur sedemikian rupa berbagai upaya jika pemerintah ingin mengelola tanah tanah milik Hak Ulayat tersebut sebagaimana diatur dalam UU No.5 Tahun 1960 Tentang Landreform, dan PP turunannya serta Peraturan Mendagri yang mengatur tentang Hak Ulayat dan Peraturan Menteri Negara Agraria No.5 Tahun 1999 Tentang Tanah Hak Ulayat.

Pada pinsipnya jika BOP Wakatobi ingin mengambil lahan milik Tanah Hak Ulayat milik masyarakat adat, maka langkah pertama tama segera terbitkan lebih dahulu PERDA yang mengatur tentang Tapal Batas Tanah Milik Hak Ulayat. Didalam PERDA tersebut diatur juga pasal pasal yang jika BOP ingin mengambil tanah milik hak ulayat itu yang pada dasarnya dibagi 3 pasal (sesuai hasil telaahan Inspektur Wilayah Povinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2012 yang diberikan kepada Lembaga Kabali) yakni :


  1. Pemerintah daerah memakai jangka pendek atau jangka panjang tanah milik hak ulayat dilakukan melalui perjanjian kontrak antara pemerintah daerah (BOP) dengan Lembaga Adat. Dalam kontrak tersebut disebutkan berapa luas lahan yang mau dibebaskan dan nilai jual lahannya dan total biaya selama kontrak. Berikut disebutkan sistem pembayarannya juga bagaimana tata cara pengelolaan dana tersebut setelah diterima oleh Lembaga Adat (misalnya berapa persen untuk mendorong modal ekonomi masyarakat, berapa persen untuk dipakai honoarioum para pemangku adat, berapa persen untuk dipakai perbaikan kampong, dlsb). Termasuk penetapan penunjukan Stuktur lembaga adat dengan peangkatnya dan penunjukan inspektur daerah sebagai perwakilan pemerintah daerah dalam pengawasan konstribusi dana yang masuk ke lembaga adat tersebut atas kontak yang telah disepakati;
  2. Pemerintah daerah memakai jangka pendek atau jangka panjang melalui sewa pakai dst;
  3. Pemerintah daerah memakai jangka panjang melalui pembebasan dan pembelian penuh menjadi Hak Milik Negara atau Hak Milik Daerah
Diharapkan Pemerintahan baru dibawah komando H.Arhawi uda,SE – Ilmiaty Daud, M.Si yang rencana akan dilantik tanggal 28 Juni 2016 oleh Mendagri bisa segera menangani masalah konflik lahan yang menjadi sengketa antara masyarakat adat dengan pemerintah daerah dalam rangka pembebasan tanah seluas 1000 HA untuk kepentingan BOP Wakatobi yang diharapkan bulan Agustus 2016 PERDA tentang Tapal batas Tanah Milik Hak Ulayat diseluruh wilayah Wakatobi sudah bisa terbit dan akhir Tahun 2016 ini sudah bisa membebaskan lahan seluas 1000 HA untuk penguasaan tanah untuk kepentingan BOP Wakatobi telah diselesaikan dengan baik.

Dan segera memberikan sosialisasi kepada seluruh masyarakat wakatobi tentang dampak pariwisata kepada masyarakat dan bagaimana cara masyarakat wakatobi menghadapi dampak pariwisata itu melalui peningkatan  ketahanan budaya sebagai benteng etika dan moral masyarakat dalam menghadapi budaya asing yang dibawa oleh para turis manca negara agar ketahanan prikehidupan masyarakat tetap utuh dan lestari sesui dengan nilai-nilai tradisi, adat istiadat dan budaya serta agama yang dianutnya.

Pariwisata Budaya yang selama ini dimasa pemerintahan Hugua tidak pernah mau diangkat menjadi progam andalan daerah juga sangat penting digalakkan dalam kerangka memberikan kovegensi ketahanan budaya kepada masyarakat wakatobi sekaligus dapat mendorong bagi konstribusi peningkatan ekonomi reel masyaakat lokal. ****

(Kabali, Kader Penggerak Pariwisata Wakatobi)