OLEH : ALI HABIU
Benteng keraton Liya seperti halnya benteng lainnya di nusantara dilengkapi dengan kelengkapan Lingga dan Yoni. Lingga = Watu Liya dan Yono = Watu Sahuu. Sedangkan atribut benteng lainnya adalah berupa Mesjid, Meriam, Kamali atau Istana, Baruga, Sumur Tua, Sebaran Keramik Cina, Pekuburan Tua, Batu Ghaib (Watu Poila), Pintu Masuk (Lawa) dan lain sebagainya.
Benteng keraton Liya seperti halnya benteng lainnya di nusantara dilengkapi dengan kelengkapan Lingga dan Yoni. Lingga = Watu Liya dan Yono = Watu Sahuu. Sedangkan atribut benteng lainnya adalah berupa Mesjid, Meriam, Kamali atau Istana, Baruga, Sumur Tua, Sebaran Keramik Cina, Pekuburan Tua, Batu Ghaib (Watu Poila), Pintu Masuk (Lawa) dan lain sebagainya.
Adanya benteng yang kokoh di Liya sangat berkaitan dengan fenomena bajak laut yang beroperasi di perairan tukang besi. Bajak laut tersebut yang beroperasi di perairan Tukang Besi berasal dari Papua, Tobelo, Lanun, Balangngi dan Mangindanao. Dari sekian suku bajak laut tersebut, bajak laut Tobelolah yang sering sekali mengganggu perairan wilayah ini yang diperkirakan terjadi sejak Abad Ke 18-19 karena perairan tukang besi merupakan jalur palayaran singkat antara barat dan timur serta merupakan wilayah transit untuk menuju ke pulau penghasil rempah-rempah seperti Maluku, Ternate dan sekitarnya.
Benteng ini diperkirakan mulai dibangun atau dierbaharui sejak Sultan Ke-IX Lang Kariri pada tahun 1712 dengan gelar Sakiunuddin Darul Alam berkuasa. Sultan ke IX memiliki 4 orang anak 3 laki-laki dan 1 orang perempuan dan salah satu orang anak laki-laki ini yang bernama La Ode Ali diperintahkan untuk memerintah dan menjadi Raja Liya Pertama dengan perkiraan terjadi tahun 1730. Namun demikian sejak awal Abad XI diperkirakan sudah ada tuan-tuan tanah atau penguasa kampung yang sering dikenal juga dengan istilah raja-raja kecil di Liya dan sekitarnya yang berpusat di pulau Oroho yang merupakan penyebaran dari perajurit-perajurit perang Putri Khan sebagai Raja Pertama di pulau Buton yang bermukim di gunung Ba'ana Meja Kamaru.
Luas Benteng Keraton Wolio diperkirakan seluas 23.375 Ha dengan panjang keliling 2740 meter dan tinggi 4 meter, lebar 2 meter memiliki 12 pintu masuk (Lawa) dan dibangun sejak pemerintahan Sultan Buton ke-VI bernama Gafarul Wadudu tahun 1632-1645.
Luas Benteng Keraton Liya diperkirakan hampir sama atau mungkin lebih luas dari Benteng Wolio mengingat panjang keliling Benteng Keraton Liya bisa mencapai 3.000 meter atau lebih?! dan memiliki 13 pintu masuk (Lawa). Untuk itu masih diperlukan penelitian secara aksiologis melalui suatu pengukuran secara langsung di lapangan atas setlemen Benteng Keraton Liya ini sehingga sejarah akan membuktikan apakah Benteng Keraton Liya Lebih Luas dari pada Benteng Keraton Wolio atau sebaliknya. Di Keraton Wolio terdapat lubang ghaib tembus Ka'bah Baitullah saat ini letaknya dalam mihrab (tempat Imam pimpin shalat) dalam mesjid Agung Keraton Wolio, namun kalau di Keraton Liya lubang ghaib tembus Ka'bah Baitullah letaknya sekitar 40 depah belakang mesjid Agung Keraton Liya.
Kini Benteng Keraton Liya yang kita banggakan ini telah mengalami degradasi dan kerusakan yang boleh dikatakan terbilang sangat parah. Oleh karena itu kini tiba saatnya dibutuhkan perhatian pemerintah pusat secara serius untuk segera melakukan rekonstruksi berupa studi teknis, pemetaan, pemintakan maupun pemugaran secara bertahap dan kini terjawab sudah teka teki yang selama ini menjadi pertanyaan para budayawan liya yakni mulai tahun 2010 ini melalui BP-3 Makassar sudah akan segera melakukan studi teknis penanganan Benteng Keraton Liya.
Semoga kita semua warga Togo Liya peduli dan bertekad untuk bersama melestarikannya, mengingat dari sejumlah 116 benteng yang terdapat di wilayah eks Kesultanan Buton hanya Benteng Liya memiliki luas benteng yang relatif besar menyamai atau bahkan melebihi luas Benteng Keraton Wolio. Mari kita menunggu pembuktiannya dari hasil studi lanjutan mulai Maret 2011. ****