News KABALI IndoNesiAN CultuRE On The WOrlD: JUMLAH TAMBURU (GENDANG) DALAM KEDUDUKAN SARA LIYA

Jumat, 16 Maret 2012

JUMLAH TAMBURU (GENDANG) DALAM KEDUDUKAN SARA LIYA

Oleh : Ali Habiu

Dalam pembagian 13 buah jumlah Tamburu atau Gendang yang dipakai oleh para Sara dalam lingkup pemerintahan Raja Liya atau Lakina Liya secara umum dapat dibagi menjadi :

Togo Ewulaa dan Togo Seru= 1 buah Tamburu
Togo Timi dan Togo Wotea= 1 buah Tamburu
Togo Bisitio dan Togo Kareke= 1 buah Tamburu
Togo Woru = 1 buah Tamburu
Meantuu Solodadhu= 5 buah Tamburu
Kontabitara= 3 buah Tamburu
Meantuu Agama= 1 buah Tamburu

Kemudian Sara Adat terdiri dari 9 orang dari masing-masing wilayah Togo yang terdiri dari :

Togo Ewulaa dan Togo Seru= 9 orang pemuka adat
Togo Timi dan Togo Wotea= 9 orang pemuka adat
Togo Bisitio dan Kareke= 9 orang pemuka adat
Togo Woru= 9 orang pemuka adat

Sara Adat tersebut sangat erat hubungannya dengan Meantuu Agama yang terdiri dari :

Khatibi
Imam
Modhi
Tamburu
Mokimu yang terdiri dari Mokimu Woru, Mokimu Wawo dan Mokimu Kareke

Sedangkan kedudukan masing-masing Sara terdiri dari :

Meantuu Solodadhu sebagai Panglima Perang dan yang mengatur Tamburu dimana ada acara ada. Meantuu Solodadhu mempunyai pasukan tombak sebanyak 40 orang dengan jumlah Tamburu yang mengawal pasukan sebanyak 5 buah Tamburu satu diantaranya Tamburu utama warna hitam yang memiliki daya megik atau daya ghaibmengingat Tamburu ini memiliki simbol-simbol bunyi apabila akan ada malapetaka, musibah, wabah penyakit atau serangan musuh. Berdasarkan simbol-simbol ini Meantuu Solodadhu melapor kepada Lakina Liya untuk mendengarkan perintah lebih lanjut.
Meantuu Nunu yang mengatur bagian-bagian kesejahteraan tanaman rakyat termasuk pengamanannya
Meantuu Tiworo yang mengatur pembagian dari masing-masing hasil produkasi tanaman termasuk pengamanannya
Meantuu Sampalu juga mengatur bagian-bagian tanaman termasuk pengamanannya
Meantuu Salah Mawi juga mengatur pembagian tanaman termasuk pengamanannya
Meantuu Sabandara mengatur pembagian hasil-hasil yang diperoleh dari laut termasuk pengamanannya
Meantuu Fapuru juga mengatur pembagian tanaman dan pengamannya
Meantuu Agama yang mengatur tentang syareat islam
Meantuu Tonga-Tonga mengatur pertanian
Bonto Wawo
Bonto Woru

Yang mengatur tentang kedudukan para Sara dalam acara adat terdiri dari :

Bonto Wawu
Bonto Woru

Adapun pesanan Tamburu sejumlah 13 buah pada acara adat tergantung siapa yang memesang dan apa kedudukannya atau derajatnya yang terdiri dari acara adat sebagai berikut

Sombooa
Karia'a
Tekawi'a
Temate'a

Sedangkan jumlahnya uang yang menjadi sumbangan kepada Sara tidak ditentukan besarnya tergantung dari kemampuan dari masing-masing pemesan****

LEMBAGA KABALI

LEMBAGA FORUM KOMUNIKASI KABALI adalah suatu lEMBAGA sWADAYA MASYARAKAT berbadan hukum yang bergerak dibidang Jasa Kepariwisataan mulai dari penyediaan gaeding, tavel agency, paket-paket wisata termasuk pengelolaan pariwisata budaya di wilayah Badan Otoritas Pariwisata Wakatobi. Selain itu sebagai agen pengelolaan Pelestarian dan Pengembangan Sejarah dan Kebudayaan Liya, Pelestarian Cagar Budaya Dunia Benteng Liya sebagai pelaku manajemen Pengelola Pariwisata Budaya sesuai Visi, Misi Kabali yang tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Lembaga ini.

Lembaga ini didirikan bedasarkan akte notaris YAYASAN FORKOM KABALI SULAWESI TENGGARA didirikan pada tanggal 9 Desember 2009 di Kendari dengan Akta Notaris Nomor : 9/2009 dan Kepaniteraan Pengadilan Negeri Kendari Nomor : 4/XII/12/2009 Sulawesi Tenggara, Notaris RAYAN RIADI,SH.,M.Kn.
Alamat Kantor : Jalan Wulele, Kompleks BTN Kendari Indah, Blok B/12 Kendari, Kode Pos 93117, Telpon 0401-3000051-085241593965, Email : forkomkabali@gmail.com.

Semua kunjungan turis baik dalam negeri maupun luar negeri khususnya di wilayah Benteng Liya manajemennya akan dikelola oleh Lembaga ini kerja sama dengan Badan Otoritas Pariwisata (BOP) Wakatobi.

Semua informasi yang tertulis melalui web blog ini adalah hak sepenuhnya sama Lembaga Kabali. Dilarang keras Menciplak atau mereduksi. Barang siapa yang menggunakan informasi yang termuat dalam web Blog ini adalah perbuatan pidana, kecuali terlebih dahulu mendapat izin dari Lembaga Forum Komunikasi Kabali.

Filosofis KabaLi Indonesia

KabaLi dalam bahasa pulau Wangi-Wangi atau Liya-Indonesia dapat diartikan sebagai Parang (pedang). Parang adalah terbuat dari besi baja dengan model sedemikian rupa dimana salah satu bagiannya tajam dan memiliki hulu pegangan. Kabali merupakan alat kelengkapan petani kebun dan nelayan untuk media bercocok tanam, menebas rerumputan, memotong kayu dan/atau memotong hewan/ikan yang hasilnya dapat langsung dimakan dan/atau dijual untuk dipakai dalam menyambung hidup manusia. Kabali dapat juga sebagai sarana alat perang dalam mempertahankan eksistensi hidup manusia terhadap lawan atau musuh-musuhnya maupun binatang buas. KabaLi dalam pengertian akronim adalah merupakan kepanjangan dari Ka=Keluarga, Ba=Besar, Li=Liya.
KabaLi dalam pengertian letter lechnya adalah sebagai suatu sarana cita-cita luhur untuk membangun komunikasi intensif baik internal maupun eksternal antar masyarakat dan pemerintah guna memajukan rakyat Liya-Indonesia khususnya masyarakat Liya di pulau wangi-wangi Kabupaten Wakatobi melalui kegiatan pelestarian dan pengembangan kebudayaannya serta promosi pariwisata budaya. Salah satu ikon yang menjadi prioritas penanganannya adalah Revitalisasi Kawasan Benteng Keraton Liya, Studi Teknis, Pemetaan Zoning Lapis 1, Lapis 2 dan Lapis 3 dan Pemugaran Benteng Keraton Liya secara bertahap mulai lapis ke-1, lapis ke-2 sampai lapis ke-3 dengan kerja sama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar, Balai Arkiologi Makassar. Pengembangan dan Pernaskahan Sejarah Budaya serta Pengembangan Seni Budaya Tradisional asli Liya-Indonesia dan program pengembangan desa Liya Raya sebagai Desa Wisata Budaya Lokal dan Nasional dengan bekerja sama dengan unsur-unsur lembaga terkait baik pemerintah pusat dan daerah, pihak swasta maupun lembaga-lembaga donatur nasional dan internasional. Penelitian dan Pengembangan Sejarah Budaya dan Penelusuran Makam Maha Patih Gajahmada yang terdapat di kawasan Liya-Indonesia. Promosi parawisata budaya melalui Gelar Budaya Liya kerja sama dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sayang gelar budaya tahun 2013 tidak dapat dilaksanakan karena Lembaga Kabali tidak mendapat sokongan dana dari pemerintah daerah kabupaten Wakatobi. Semua potensi pengrajin tradisional baik pengrajin tenung sarung, tembikar, besi, perak dan emas sudah dalam penggalangan kerja sama dengan instansional terkait. Demikian pula Seni Budaya Tradisional sudah dipersiapkan untuk siap tampil sekitar 24 ragam mulai jenis atraksi tradisional sampai seni tari tradisional.
Liya-Indonesia sebagai daerah khusus bekas wilayah kerajaan Majapahit memiliki konstelasi sejarah masa lalu yang erat kaitannya dengan keberadaan raja-raja di kawasan arabia, asia, afrika, mongolia, melayu, sumatera dsb semenanjung malaka bahkan raja-raja pulau jawa sebagaimana disebutkan dalam naskah-naskah kuno yang tersimpan di perpustakaan Leiden Belanda juga disebutkan dalam naskah asli Hikayat Negeri Buton bahwa baik Si Malui maupun Si Panjongan pernah menjadi Raja di Liya akhir abad ke XI sebelum mereka masuk ke tanah buton. Berdasarkan data situs dan artifak, etafak di Liya diduga bahwa Putri Khan asal Mongolia juga Bau Besi atau Raden Jutubun asal pulau Jawa pernah juga berkuasa di Liya, demikian pula Mahisa Cempaka Raja Singosari pernah mengasingkan diri ke Liya-Indonesia. Gajah Mada telah didapatkan makamnya di Liya-Indonesia tinggal menunggu pembuktian ilmiah melalui suatu penelitian komprehensif. Semoga segala upaya ini mendapat ridho dari Tuhan YME. amin

Kedepan diharapkan Kabali akan menjadi Ikon promosi Parawisata Budaya di Indonesia dan di Dunia sekaligus sebagai pelaku pengelolahnya dengan kerja sama berbagai agen-agen nasional dan internasional.
Pupuh IV Negarakretagama; Liya-Indonesia Termasuk Bekas Wilayah Kerajaan Majapahit: ..."Muwah Tanah i Bantayan Len Luwut tentang Udamakatrayadhi Nikanangsunusaspupul Ingkang Sakasanusa ..Banggawi Kuni Cra-Liya-o Wangi(ng)..Makadi Ning Angeka Nusatutur..." (Sumber ; Mattulada mengutip buku ‘Gajah Mada’ karangan Muhammad Yamin, terbitan Balai Pustaka Jakarta tahun 1945)

"Selamat Bergabung bersama KabaLi-Indonesia...!!"