OLEH : ALI HABIU
Pada hari Sabtu tanggal 16 Juli 2011 tepat jam 16.00 WIB bertempat di Baruga (Pandopo) Keraton Liya diadakah rapat konsolidasi dalam rangka menyatukan visi tentang Pemugaran Benteng Liya tahun anggaran 2011 yang saat ini tengah berlangsung. Pada rapat konsolidasi tersebut dihadiri oleh Ketua Umum (Ir.La Ode Muh.AliHabiu,AMts,M.Si), Sekretaris Umum (Umar Ode Hasani,SP,M.Si) dan Wakil Sekretaris, (La Ode Ali Ahmadi,SS) Bendahara Umum ( La Ode Salagu,SE) Badan Pengurus Pusat Lembaga Forum Komunikasi KabaLi Indonesia, Ketua Badan Pengurus Cabang Lembaga Forum Komunikasi Kabali Kabupaten Wakatobi (Hasan Ndou)beserta jajarannya (La Alidu, La Ode Biru dll), Kepala Desa Liya Togo, Kepala Desa Liya Bahari, Ketua LSM TNC (Salih Hanan,SP,M.Si), Tokoh Pemuda (La Ode Agu), Tokoh Masyarakat, Sekretaris, Kepala Bidang Sejarah dan Budaya, Kepala Seksi Destinasi pada Dinas Kebudayaan dan Parawisata Kabupaten Wakatobi. Rapat konsolidasi dibuka oleh Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Lembaga Forum Komunikasi KabaLI Indonesia dengan mengucapkan banyak terima kasih atas kehadiran para hadirin memenuhi undangan Kepala Dinas Kebudayaan dan Parawisata kabupaten Wakatobi.
Dalam pengantar pembukaan Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Lembaga Forum Komunikasi KabaLi Indonesia menyampaikan latar belakang berdirinya Lembaga ini adalah didadasarkan pertimbangan bahwa hampir semua kota-kota besar di Indonesia terdapat suku Liya yang sudah menrantau sekian lama antara lain di Makassar, Jakarta, Surabaya, Tanjung Uban/Pulau Batam, Samarinbda, Balikpapan, Kendari, Bau-Bau, Pasar Wajo, Ambon, Ternate, Maluku, Taliabo, Marauke, Manado dan Wangi-Wangi saat ini telah memiliki SDM yang sangat memadai. Data sementara menunjukkan bahwa dari sejumlah ethnis Liya di seluruh Indonesia terdapat sekitar 330 Sarjana dari berbagai jurusan dan berbagai tingkat. Diantaranya adalah tingkat Doktoral (S-3) = 3 orang, tingkat Magister of Sciences (S-2) = 38 orang, tingkat Sarjana (S-1) = 180 orang dan lebihnya adalah stratifikasi D-3, D-2 dan D-1. Dari potensi SDM tersebut belum ada satupun wadah atau lembaga yang mampu menyatukan aspirasi mereka untuk secara bersama-sama membangun negeri leluhur Benteng Keraton Liya yang dipandang sudah ratusan tahun belum pernah sedikitpun terjamah oleh pembangunan dari hasil sentuhan pemerintah, utamanya tentang Situs Cagar Budaya Benteng Liya, Lawa, aruga, baluara, Mesjid Agung Al Mubaraq, Benteng Pa'Tua sehingga diperlukan terobosan secara sistematias agar pemerintah mau membangun dan peduli akan pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya di daerah tersebut. Maka pada tangal 24 Desember 2009 setelah melalui 3 tahapan rapat formatur, dibentuklah Lembaga Forum Komunikasi Keluarga Besar Liya (baca : KabaLi) Indonesia di Kendari yang kemudian dikukuhkan dalam bentuk Notaris pada tanggal 29 Desember 200. Akte Notaris diterbitkan oleh Ryan Riyadi,SH,.M.Hum Kendari sekaligus menetapkan Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga dalam akter tersebut.
Setelah berdirinya lembaga ini, pengurus pusat secara intensif mengadakan surat-menyurat kepada Bapak Presiden, Menteri Kebudayaan, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Perindustrian, Ketua Bappenas untuk mengajak perhatian mereka agar Benteng Liya dapat di lestarikan peninggalan purbakalanya. Dan alhamdulillah dengan hanya waktu 3 bulan mampu mendatangkan Tim Arkiologis dari BPPP Makassar sebanyak 7 orang untuk turun ke Liya adakan survey dan pemetaan Benteng Liya tahap I berlangsung Maret 2010 dan Tahap ke II Mei 2010, Tahap III Maret 2011 dan Tahap ke IV Juni 2011. Pada tanggal 4 Juli 2011 Menteri Kebudayaan Republik Indonesia menetapkan Benteng Liya sebagai Cagar Budaya Dunia. Ada 2 alasan yang melatarbelakangi keputusan ini yakni Benteng Liya struktur bentengnya tidak memiliki pasangan mortal dan benteng Liya dari segi artifisial perbentengan terindah di dunia.
Pembangunan Penataan Bangunan dan Lingkungan (PPBL) Strategis Benteng Liya adalah Proyek asal Kementerian Pekerjaan Umum dalam rangka mensukseskan Kegiatan Sail Wakatobi Belitung (SWB) 2011 yang dengan sengaja diminta oleh Ketua Umum Lembaga Forum Komun ikasi KabaLi Indonesia agar sisa dana yang tidak terserap di wilayah lain di masukkan ke Liya. Masuknya kegiatan PPBL ke Liya atas usulan Ketua Umum melalui 3 tahapan survei yakni dilakukan pada bulan Februsrai 2011, Maret 2011 dan terakhir April 2011. Adapun sosialisasi kegiatan ini sudah dilakukan langsung ke masyarakat melalui tahapan-tahapan survei tsb. Jadi sangat keliru jika ada komponen masyarakat yang mengklaim bahwa tidak pernah terjadi sosialisasi dan tidak mengetuk pintu masuk rumah. Semua proses pemasukan proyek termasuk kegiatan lapangan dalam rangka pendataan diketahui secara penuh oleh Sekretaris Lembaga Adat Liya (H.La Ode Basir,SE), Tokoh Adat Lokal, Tokoh Masyarakat Lokal, Sara Mesjid Agung Al Mubaraq dan secara umum setelah melalui suatu proses konsultasi dan evaluasi menyetujui akan adanya kegiatan Perataan Lapangan Belakang Mesjid Al Mubaraq, Pembangunan 12 buah Pintu Lawa, pembangunan 1 buah Baruga dan Pembangunan 1 buah Pasangrahan Pusat pelatihan Seni Budaya Kabali dan berbagai akses road dalam kawasan Benteng Liya. Hanya saja kami juga mengakui bahwa pada tanggal 18 April 2011 mestinya diadakan sosialisasi pembangunan Revitalisasi Benteng Liya kepada semua elemen/komonen masyarakat Liya, namun berhubung karena kondoso cuaca tidak mengizinkan selama itu hujan turun terus-menerus maka kami dengan sangat menyesal tak dapat melakukan sosialisasi dan 4 hari lamanya keberadaan kami di Liya terpaksa kembali ke Kendari. Begitu pula H. La Ode Basir selaku sekretaris Lembaga Adat Liya juga sangat sibuk dengan pekerjaan sebagai pengawas penerbangan di Matahora sehingga juga tak sempat lakukan sosialisasi dengan semua perangkat Adat atas adanya rencana Revitalisasi Benteng Liya. Setiap kegiatan bahkan para tamu Tim PPBL dari Kendari dan Jakarta yang mendarat di pelabuhan udara Matahora disambut oleh Beliau dan sekaligus kami perkenalkan Tim tersebut berikut tujuannya ke Liya. Oleh karena itu kiranya tak perlu lagi kita menyalahkan siapapun namun marilah kita semua memandang ke depan dengan kerja sama semua elemen masyarakat untuk bersama-sama kita bangun negeri kita Liya. Siapapun warga Liya adalah anggota Kabali mempunyai hak dan kewaajiban yang sama dalam melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Liya.
Sebagai penutup pengantar, Ketua Umum meminta kepada semua elemen, semua komponen masyarakat, pemuda, tokoh adat untuk bersama-sama dengan Kabali membangun dan melestarikan Situs Cagar Budaya Benteng Keraton Liya. Jika ada diantara kita yang mampu secara sosial ekonomi dan mempunyai pigur yang berpengaruh di masyarakat, kami ajak marilah membangun negeri kita dengan menyumbangkan apapun yang berguna bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Liya. Semua elemen dan komponen masyarakat akan mendukung kegiatan apapun yang bermanfaat bagi rakyat kita.
Dalam diskusi pada acara konsolidasi tersebut cukup berjalan alot dan khidmat dimulai dari sekretaris Lembaga Adat Liya yang intinya memberikan apresiasi terhadap segala usaha Lembaga KabaLi sehingga bisa memasukkan kegiatan PPBL sekaligus mengkritik bahwa sayang tidak melalui ketuk pintu tiba-tiba kegiatan sudah ada. Dia juga telah melapor resmi ke Polisi untuk meminta Polisi menghentian pekerjaan jika ada tanda-tanda merusak situs cagar budaya. Kami menanggapi kritikan ini dengan senang hati sebab ternyata kita semua sangat peduli terhadap keselamatan situs cagar budaya kita. Hanya saja mungkin maksudnya baik namun prosedur yang di tempu keliru. Mestinya laporan Lembaga Adat Liya di tujukan kepada Bupati Wakatobi sebagai penanggungjawab pakerjaan ini atau langsung ke Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Energi Kabupaten Wakatobi sebagai pemilik kegiatan PPBL ini. Di lapangan memang kita tak temui papan proyek serta direksi keet kontraktor pelaksana. Hal ini disebabkan karena kegiatan PPBL Benteng Liya merupakan salah satu item dari keseluruhan pekerjaan di wilayah Wakatobi sehingga papan nama proyek menurut laporan dari asisten teknik PPK PPBL Benteng Liya yang sempat kami temui mengatakan bahwa papan tsb terdapat di Waha karena di pantai Waha ada juga pekerjaan Public Service di sepanjang pantainya. Lain halnya dengan Salih Hanan,SP.,M.Si mempermasalahkan perubahan lapangan alun-alun belakang mesjid agung keraton Liya dengan memberikan ilustrasi bahwa sejak zaman Yaro Liya La Ode taru tak pernah dirubah model lapangan tsb. Dan sebagai jawabnya telah dijelaskan oleh Umar Ode Hasani,SP,M.Si bahwa menurut pendataan sementara Lembaga Kabali bahwa di Liya terdapat 18 orang Raja dan semua Raja-raja yang pernah berkuasa di Liya bahkan sampai neneknya yang lebih duluan berkuasa dari La Ode Taru tak pernah mempermasalahkan lapangan alun-alun ini. Lembaga Kabali membenahi alun-alun belakang mesjid Al Mubaraq Liya dengan atas pertimbangan kemauan masyarakat dan pertimbangan bagi peningkiatan ekonomi masyarakat. Dasar pertimbangan ini di atur dalam Pragraf Revitalisasi yakni Pasal 80 s/d Pasal 83 Undang-Undang Nomor : 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dalam rangka pengembangan ekonomi kerakyatan masa akan datang Lembaga KabaLi telah mengatur sedemikian rupa agar alun-alun belakang mesjid tsb dapat digunakan sebagai sarana konteksi Peragaan Seni Budaya Tradisional asli Liya. Kawasan Liya Raya dalam waktu dekat sudah akan menjadi Desa Wisata Budaya Nasional sehingga perlu ada potensi sumber daya yang dimiliki yang bisa kita jual dan menghasilkan ekonomi. Potensi tersebut adalah Seni Budaya Tradisional kita.
Para Turis baik lokal maupun manca negara yang akan saksikan peragaan seni budaya tsb terlebih dahulu memesan peket-peket yang akan disediakan dengan nilai tertentu yang mendapat persetujuan dari Dinas Kebudayaan dan Parawisata Kabupaten Wakatobi. Pagar pembatas antara jalan dengan lapangan merupakan area penonton yang terdiri dari para turis tsb dan tidak boleh masuk dalam ruang lapangan supaya acara pentas seni budaya bisa berjalan tertib dan lancar. Turis dalam menonton peragaan seni budaya khususnya Posepa'a tentu harus merasa aman dengan demikian pagar batas tersebut merupakan area local saving bagi mereka. Dengan demikian merekapun mengeluarkan kocenya tak hitung-hitung berapa banyak jika mereka merasa aman dan senang terhadap sesuatu yang kita tampilkan. Persoalan tanah top soil yang merupakan lapis terakhir sebelum penanaman rumput adalah sudah cukup baik sebab tanah top soil (tanah hitam) adalah merupakan humus bukan tanah soft clay sehingga tak perlu diragukan plastisitasnya jika terkena hujan.
Dalam diskusi pada acara konsolidasi tersebut cukup berjalan alot dan khidmat dimulai dari sekretaris Lembaga Adat Liya yang intinya memberikan apresiasi terhadap segala usaha Lembaga KabaLi sehingga bisa memasukkan kegiatan PPBL sekaligus mengkritik bahwa sayang tidak melalui ketuk pintu tiba-tiba kegiatan sudah ada. Dia juga telah melapor resmi ke Polisi untuk meminta Polisi menghentian pekerjaan jika ada tanda-tanda merusak situs cagar budaya. Kami menanggapi kritikan ini dengan senang hati sebab ternyata kita semua sangat peduli terhadap keselamatan situs cagar budaya kita. Hanya saja mungkin maksudnya baik namun prosedur yang di tempu keliru. Mestinya laporan Lembaga Adat Liya di tujukan kepada Bupati Wakatobi sebagai penanggungjawab pakerjaan ini atau langsung ke Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Energi Kabupaten Wakatobi sebagai pemilik kegiatan PPBL ini. Di lapangan memang kita tak temui papan proyek serta direksi keet kontraktor pelaksana. Hal ini disebabkan karena kegiatan PPBL Benteng Liya merupakan salah satu item dari keseluruhan pekerjaan di wilayah Wakatobi sehingga papan nama proyek menurut laporan dari asisten teknik PPK PPBL Benteng Liya yang sempat kami temui mengatakan bahwa papan tsb terdapat di Waha karena di pantai Waha ada juga pekerjaan Public Service di sepanjang pantainya. Lain halnya dengan Salih Hanan,SP.,M.Si mempermasalahkan perubahan lapangan alun-alun belakang mesjid agung keraton Liya dengan memberikan ilustrasi bahwa sejak zaman Yaro Liya La Ode taru tak pernah dirubah model lapangan tsb. Dan sebagai jawabnya telah dijelaskan oleh Umar Ode Hasani,SP,M.Si bahwa menurut pendataan sementara Lembaga Kabali bahwa di Liya terdapat 18 orang Raja dan semua Raja-raja yang pernah berkuasa di Liya bahkan sampai neneknya yang lebih duluan berkuasa dari La Ode Taru tak pernah mempermasalahkan lapangan alun-alun ini. Lembaga Kabali membenahi alun-alun belakang mesjid Al Mubaraq Liya dengan atas pertimbangan kemauan masyarakat dan pertimbangan bagi peningkiatan ekonomi masyarakat. Dasar pertimbangan ini di atur dalam Pragraf Revitalisasi yakni Pasal 80 s/d Pasal 83 Undang-Undang Nomor : 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dalam rangka pengembangan ekonomi kerakyatan masa akan datang Lembaga KabaLi telah mengatur sedemikian rupa agar alun-alun belakang mesjid tsb dapat digunakan sebagai sarana konteksi Peragaan Seni Budaya Tradisional asli Liya. Kawasan Liya Raya dalam waktu dekat sudah akan menjadi Desa Wisata Budaya Nasional sehingga perlu ada potensi sumber daya yang dimiliki yang bisa kita jual dan menghasilkan ekonomi. Potensi tersebut adalah Seni Budaya Tradisional kita.
Para Turis baik lokal maupun manca negara yang akan saksikan peragaan seni budaya tsb terlebih dahulu memesan peket-peket yang akan disediakan dengan nilai tertentu yang mendapat persetujuan dari Dinas Kebudayaan dan Parawisata Kabupaten Wakatobi. Pagar pembatas antara jalan dengan lapangan merupakan area penonton yang terdiri dari para turis tsb dan tidak boleh masuk dalam ruang lapangan supaya acara pentas seni budaya bisa berjalan tertib dan lancar. Turis dalam menonton peragaan seni budaya khususnya Posepa'a tentu harus merasa aman dengan demikian pagar batas tersebut merupakan area local saving bagi mereka. Dengan demikian merekapun mengeluarkan kocenya tak hitung-hitung berapa banyak jika mereka merasa aman dan senang terhadap sesuatu yang kita tampilkan. Persoalan tanah top soil yang merupakan lapis terakhir sebelum penanaman rumput adalah sudah cukup baik sebab tanah top soil (tanah hitam) adalah merupakan humus bukan tanah soft clay sehingga tak perlu diragukan plastisitasnya jika terkena hujan.
(bersambung...........................................)