OLEH : ALI HABIU
Setelah
wafatnya Raden Wijaya tahun 1309 dan digantikan oleh anaknya yang
bernama Raden Jayanegara, Pemerintahan Kerajaan Majaphit sering
dironrong oleh berbagai pemberontakan yang dilakukan oleh para
dharmaputra atau pejabat istana, antara lain ; pemberontakan Nambi tahun
1316, pemberontakan Semi tahun 1318 dan pemberontakan Kuti tahun 1319.
Ketika terjadi pemberontakan Kuti inilah muncul nama Gajah Mada. Ia
adalah anggota pasukan pengawal Raja Jayanegara yang berhasil
menyelamatkan raja dalam peristiwa Bedander. Ketika itu Raja Jayanegara
mengungsi dan sebagai imbalannya Gajah Mada diangkat menjadi Patih di
Kahuripan dan selanjutnya menjadi Patih di Daha.
Setelah Raja Jayanegara
wafat digantikan oleh Tribhuwanatunggadewi dan tak lama terjadi
pemberontakan Sedeng tahun 1331 dan berhasil dipadamkan oleh Gajah Mada.
Sebagai balasan jasanya Gajah Mada diangkat menjadi Perdana Menteri
(Mangkubumi).
Pada saat dilantik inilah Gajah
Mada mengucapkan suatu sumpah terkenal yang disebut Sumpah Palapa. Dalam
sumpah itu, Gajah Mada bertekad untuk tidak beristirahat sampai seluruh
Nusantara dipersatukan dibawah panji Majapahit. Gajah Mada wafat tahun
1364 dan hingga saat ini belum jelas dimana disemayamkan.
Para pakar
sejarah hingga saat ini masih menyangsikan siapa sebenarnya Gajah Mada
itu !! dan dari mana asal muasalnya !!, serta dimana letak makam
aslinya. Hingga saat ini para ahli arkiologis belum pernah ada yang
melakukan penelitian masalah lokasi asli kuburan Gajah Mada sehingga
letak Makam Gajah Mada yang sebenarnya hingga saat ini belum ada persis
yang mengetahuinya. Disamping itu juga kedatangannya dikerajaan
Majapahit masih dianggap misterius karena semua lembaran sejarah
Indonesia sampai saat ini belum ada pragraf yang menjelaskan masalah
ini.
Muncul pertanyaan ; “Apa
hubungan Kerajaan Majapahit dengan Buton” ?!. Jawabnya adalah
berdasarkan fakta sejarah Buton, mengkisahkan bahwa sejak awal tahun
1236 sampai tahun 1300-san, pulau Buton telah dimasuki oleh orang-orang
besar dan sakti mandraguna. Seperti misalnya Sipanjonga orang sakti
berasal dari suku Melayu negeri Pasai dengan membawa pembantu utamanya
bernama si Tamanajo. Berikut si Malui dan si Sajawankati dari Melayu
Pariaman, Musarafatul Izzati al fakhriy (Wa Kaa Kaa) dari negeri Yastrib
Madina yang merupakan keturunan Saiyida Ali Bin Abithalib membawa
bersama Muhammad Ali Idrus, Dun Kung Sang Hiang sebagai panglima perang
kaisar tiongkok (kubilaikan) dan Sang Ria Rana seorang pujangga Melayu.
Selanjutnya muncul pula 3 (tiga) Orang kakak beradik, yakni anak Raden
Wijaya sebagai Raja Majapahit masing-masing bernama Raden Sibatera,
Raden Jatubun (Bau Besi) dan Lailan Mangrani atau putri Lasem dlsb.
Seluruh orang-orang besar dan
sakti tersebut datang kepulau Buton dengan mereka mencarinya berdasarkan
perintah bathin atau petunjuk yang diperoleh dari orang tua atau
leluhurnya, datang bersama dengan masing-masing 40 kepala keluarga.
Dalam sejarah Buton, Raja pertama Buton yakni Wa Kaa Kaa serta Raden
Sibatera hanya meiliki anak yang bernama Bula Wambona, sedangkan Raden
Jatubun dan putri Lasem tidak jelas disebutkan kawin dengan siapa dan
punya anak bernama siapa. Sehingga muncul hipotesis dalam tulisan ini,
bahwa premis Gajah Mada merupakan anak yang berasal dari salah seorang
dari kedua anak Raden Wijaya tersebut yakni Raden Jatubun atau putri
Lasem. Sebagai sintesis adalah bahwa Gajah Mada setelah dewasa diutus
kembali ke kerajaan Majapahit untuk memperkuat pasukan perang disana.
Mengapa di utus ke Majapahit !?, Karena penguasa kerajaan ini masih erat
bertalian darah dengannya. Adapun masuknya ketiga kakak beradik anak
Raja Majapahit tersebut ke pulau Buton adalah jauh hari sebelum wafat
ayahandanya yakni Raden Wijaya tahun 1309. Sehingga secara analisis
dapat dikatakan bahwa Gajah Mada lahir akhir abad XIII dan ketika muncul
di Jawa tahun 1319 usianya sudah cukup dewasa.
Kedatangan ketiga anak Raden
Wijaya itu ke pulau Buton bukan secara kebetulan tetapi merupakan
petunjuk dan perintah bathin sang Raja Raden Wijaya yang diperoleh dari
hasil pertapaannya, mengingat ketika itu kerajaan yang dipimpinnya
mengalami banyak pemberontakan yang datangnya berasal dari orang-orang
dalam Istana sendiri, dan diperintahkan anaknya untuk mencari pulau
Buton ini. Adapun tujuannya ; pertama adalah untuk menyelamatkan ke tiga
anaknya yakni Raden Sibatera, Raden Jatubun dan putri Lasem dari
serangan pemberontak yang muncul dalam lingkungan pejabat istana. Dimana
pulau Buton yang dipilih pada saat itu merupakan negeri yang relative (negeri keresian)
aman dan kedua ialah untuk menyebarkan pemerintahannya dan pengembangan
Bandar baru diwilayah lain disamping penyebaran keturunan. Adapun Raden
Wijaya berpesan: “Berangkatlah anak-anakku, berangkatlah 20 generasi
nanti akan kembali bersatu dengan Bangsa Leluhurmu yaitu dalam
Kebangsaan Nusantara”
Di Desa Lasalimu terdapat Gunung
Mada, konon diceritakan sebagai tempat mula kembalinya Gajah Mada
setelah meninggalkan kerajaan Majapahit dengan membawa pasukan setianya
sebanyak 40 orang. Sedangkan di kelurahan Majapahit di Batauga, konon
dicerikakan sebagai tempat wafatnya Gajah Mada yang terdapat didalam
satu liang bersama 40 orang pengikutnya. Mereka secara bersama-sama
menguburkan/menimbunkan diri mendampingi mahpati Gajah Mada di dalam
liang itu. Demikian pula di gunung Takimpo konon juga diberitakan sebagai tempat makamnya Gajah Mada beserta 40 orang prajurit setianya. Dan hasil tutur foklour masyarakat Liya disebutkan bahwa Gajah Mada Moksa di salah satu Goa di pulau Oroho wilayah Kerajaan Liya.
Begitu setianya para prajuritnya tak mau berpisah jauh
dengan sang maha pati Gajah Mada setelah wafat. Selama 40 hari dan 40
malam secara terus menerus gendang para perajurit mengiringi jasad sang
mahpatih Gajah Mada di dalam liang tersebut dan setelah hari ke-41 bunyi
genderang sekaligus hilang sunyi senyap ibarat ditelan bersama
keheningan alam. Menandakan bahwa seluruh prajurit setia Gajah Mada yang
ikut menguburkan diri bersama Gajah Mada diliang tersebut sudah wafat
semua. Konon dikisahkan bahwa sampai dengan saat ini pada malam-malam
tertentu masyarakat disekitar liang tersebut yang terdapat disalah satu
Desa di Kelurahan Majapahit Kecamatan Batauga masih sering mendengar
bunyi genderang para parajurit Gajah Mada itu sehingga daerah ini
termasuk disakralkan oleh penduduk setempat.
Jika hipotesis ini benar,
berarti tak salah lagi bahwa Gajah Mada adalah cucu Raden Wijaya. Gajah
Mada selama berada di pulau Buton sejak kecil sampai menjelang dewasa
dibawa bimbingan orang-orang sakti dan dia telah menimba ilmu bathin dan
kanukragan yang amat dasyat. Setelah usia Gajah Mada dipandang cukup
dewasa (usia antara 15 s/d 20 tahunan), barulah sang ayah mengutusnya kembali ke pulau
jawa untuk memperkuat kerajaan pamannya yakni Raden Jaya Negara sebagai
Raja Majapahit. Setelah selesai tugasnya dalam memperjuangkan
bersatunya Nusantara dibawah Kerajaan Majapahit yang berlangsung selama
kurang lebih 43 tahun. maha patih Gajah Mada akhirnya ia kembali lagi ke
pulau Buton pada tahun 1364 untuk menemui kembali kedua orang tuanya.
(dalam sejarah tahun 1364 diberitakan Gajah Mada wafat).
Dalam
catatan Mpu Prapanca (Negarakertagama) jelas ada disebut Butun (buton), LIYA- wangiwangi,
Selayar,dan Bontain, sebagai wilayah Kerajaan Majapahit.
“…..muwah tanah i bantayan pramuka bantayan len luwuk tentang udamakatrayadhi nikanang sunusaspupul ikangsakasanusanusa makassar butun banggawi kuni gra-LIYA-o wangi (ng) salaya sumba solo muar,….”( Mattulada mengutip buku ‘Gajah Mada’ karangan Muhammad Yamin, terbitan Balai Pustaka Jakarta tahun 1945).
“…..muwah tanah i bantayan pramuka bantayan len luwuk tentang udamakatrayadhi nikanang sunusaspupul ikangsakasanusanusa makassar butun banggawi kuni gra-LIYA-o wangi (ng) salaya sumba solo muar,….”( Mattulada mengutip buku ‘Gajah Mada’ karangan Muhammad Yamin, terbitan Balai Pustaka Jakarta tahun 1945).
Begitu besar makna sumpah Palapa
bagi Gajah Mada sehingga diapun berjanji untuk tidak akan pernah tidur
sebelum seluruh Nusantara dapat dipersatukan oleh kerajaan
Majapahit----adalah merupakan suatu perjuangan yang amat berharga pada
zamannya. “Apakah semangat juang Gajah Mada ini masih dimiliki oleh para
pemimpin bangsa kita saat ini, dalam memperjuangkan tetap utuhnya
Negara Kesatuan Republik Indonesia” ??. Masih dalam tanda Tanya besar,
sebab gaya kepemimpinan para pejabat kita saat ini ialah lebih cendrung
kebaratan, konsepsi pola pikir dan tingkah laku kepemimpinan lebih
individualistik, postulat merupakan produk kapitalistis, liberalistis,
komunistis. Bukannya gaya kepemimpinan berdasarkan doktrin sesepuh para
leluhur yang amat tersohor pada zamannya yang bersahaja, adil dan
sederhana itu. Kata orang kampung ; “Amat sayanglah para pemimpin kita
saat ini mereka tinggalkan begitu saja kebudayaan nenek moyang kita
dahulu, tanpa mau mereka dengan sungguh - sungguh untuk mempelajarinya.
Padahal disana para nenek moyang kita amat kaya akan sifat, sikap, gaya
dan ilmu kepemimpinan”.
Semangat juang maha pati Gajah
Mada yang tertuang dalam Doktrin Perjuangan Gajah Mada, meliputi 15
(lima belas) Sumpah Palapa sebagai esensi dasar soko guru dalam
melangkah memperjuangkan kesatuan seluruh nusantara dalam kekuasaan
Majapahit. Adapun isi Sumpah Palapa yang dikutif dalam naskah Bung Karno
yang ditanda tangani 1 Maret 1955 yang tertera dalam dokumen Doktrin
Perjuangan Penyelesaian Amanah Rakyat, sebagai berikut :
1.VIJ N A
Vijna artinya sifat Bijaksana
yang khidmat. Sikap ini mencerminkan rasa tabah dalam keadaan genting,
namun tidak lupa daratan dalam keadaan senang. Sikap ini juga mendidik
kita untuk rendah hati, tidak pongah dan takabur atau sombong. Kita
tidak perlu putus asa ketika menderita, tetapi tidak perlu lupa diri
dalam keadaan senang. Didalam diri yang Vijna, terdapat rasa bersahaja
yang seimbang.
2.MANTRIWIRYA
Mantriwirya,artinya sifat ini
mendidik kita untuk menjadi pembela buat yang tertindas, menolong bagi
yang teraniaya. Kita harus berani karena benar dan takut karena salah.
Sikap ini mendidik kita berani karena ada sesuatu yang pelu dibela,
bukan sesuatu yang perlu kita tundukkan dan kita kalahkan. Sikap ini
datang dari kesadaran fikir, rasa dan raga yang menyatu serta
berkebenaran yang sejati. Bukan karena perasaan diri kuat dan perkasa.
Kekuatan hanya bisa menundukkan dan mengalahkan tapi tak pernah berhasil
menciptakan kebenaran dan keadilan.
3.WICAKSANENG NAJA
Wicaksaneng Naja,artinya sikap
ini mendidik kita berjiwa patriotik dan demokratis. Terhadap kawan dan
lawan kita harus bersikap terbuka dan jantan. Sikap ini mendidik kita
jangan suka menari di atas bangkai dan kuburan lawan. Musuh yang jujur
itu kadang lebih baik dari kawan yang munafik. Dalam diri manusia selalu
ada hal yang baik dan buruk. Tehadap keadaan ini kita harus bersikap
bijaksana dan terbuka.
4.MATANGGWAN
Matanggwan,artinya sikap ini
bertalian dengan kepercayaan atau rasa kepercayaan. Kalau kita diberi
kepercayaan atau amanah, janganlah kita bersikap ingkar atau cidera.
Sebab kepercayaan adalah tanggung jawab yang harus kita penuhi. Kita
dipercaya bukan lantaran kita kuat dan perkasa, tapi lantaran kita mampu
bertangungjawab terhadap kepercayaan yang kita terima sebagai amanah
dari orang lain.
5.SATYA BHAKTI APRABHOE
Satya Bhakti Aprabhoe artinya,
adalah sikap yang berhubungan dengan loyalitas kita pada atasan,
pimpinan dan kenegaraan. Satya Bhakti memang soal loyalitas, tetapi
loyalitas musti lahir dari rasa kesadaran dan bukan mitos atau dogma
pribadi. Satya bhakti adalah kode etik pengabdian. Berarti itu bukan
kultus pemujaan suatu terhadap seseorang yang kebetulan berkuasa.
6.SARJANA PASAMO
Sarjana Pasamo artinya, ialah
sikap perwira atau sikap kesatria yang paripurna. Kesatria yang bersikap
paripurna (sarjana pasamo) berhati tabah terhadap goncangan apapun.
Sementara dia tetap taat pada pimpinan yang baik. Sikap ini mendidik
kita supaya tetap berwajah manis dan ramah, sabar dan teguh pada
pendirian. Kita kadang harus ikhlas kehilangan sesuatu dan tidak merasa
miskin karena memberikan sesuatu. Juga tidak merasa sudah puas karena
mencapai atau memiliki sesuatu.
7.WIGNIWAS
Wigniwas artinya, adalah sikap
yang membicarakan tentang kewibawaan. Sebenarnya kewibawaan itu terletak
pada diri pemimpin yang pandai dan mahir. Dalam hal ini dituntut untuk
mahir dalam ilmu historika dan logika. Untuk itu memerlukan pula
beberapa ilmu diantaranya ; Kosmology, Konmogonie, Polemos, Egosentros,
Logos dan Eros. Disamping itu juga pandai pidato dan mengerti ilmu jiwa
lingkungan. Sikap ini menunjukan pada adanya sikap yang tegus dalam
prinsip, berani dalam mengambil prakarsa dan tuntas jika suatu langkah
sudah diambil.
8.DIROTSABA
Dirotsaba artinya, adalah sikap
intensif dalam segala hal. Tekun dalam pada sesuatu yang diyakininya
akan berhasil baik. Berkesungguhan dalam berfikir dan berbuat. Juga
dalam hal ini tanpa harus kehilangan rasa yang manusiawi. Apapun yang
direncanakan dan dikerjakan , cara mengerjakannya itu tetap
sungguh-sungguh dan bukan iseng. Biarpun dalam beberapa hal mempunyai
kelemahan dan kekurangan, Namun seorang kesatria tidak akan terpengaruh.
Dan keadaan ini tidak akan membikin keperibadian dan kebesaran pribadi
kesatria menjadi sirna. Jadi sifat ini mendidik kepada kita untuk tetap
tegar dan mempengaruhi suasana ataupun lingkungan tanpa terpengaruh
sedikitpun.
9.TANLALANO
Tanlalano artinya, ialah sikap
manusia yang polos dalam duka dan suka, manusia harus tetap berwajah
cerah. Manusia tidak perlu lari dari kenyataan ataupun lari dari dirinya
sendiri, apapun yang menimpa dirinya. Sikap ini juga mendidik kita
untuk tetap waspada tetapi waspada dan hati-hati yang tanpa dilandasi
rasa benci, dengki, curiga dan prasangka. Mahpatih Gajah Mada mengatakan
maksud dari pada diri yang Tanlalano adalah manusia itu harus selalu
Setiti, Ngastiti, Surti dan Ati-ati. Tetapi tanpa dilandasi dengan hati
yang ; Iri, Dengki, Srei, Dahwen, Panasten dan Patiopen.
10.TANSATRISNA
Tansatrisna artinya, sikap ini
menunjukan pada sikap kita untuk tidak memihak sejak kita tahu bahwa
jalan yang sebenar benarnya telah kita miliki. Mahpatih Gajah Mada
mengatakan bahwa kebenaran itu ada 5 (lima) macam, antara lain :
• Kebenaran yang sejati
• Kebenaran yang dapat diterima oleh seluruh bangsa
• Kebenaran yang hanya dapat diterima oleh satu golongan saja
• Kebenaran yang palsu
• Kebenaran yang sesat.
Sikap Tansatrisna ini mendidik
kita untuk tidak pilih kasih dan pandang bulu. Tidak selalu berselera
untuk pamrih dan tidak punya pertimbangan buat kepentingan diri sendiri.
Berarti pula kita tidak punya selera untuk pamrih.
11.DWIGNYATCIPTA
Dwignyatcipta Artinya, sikap ini
mendidik kita sopan santun atau suatu watak yang sangat berbudaya.
Dalam berhubungan dengan manusia sesama akan tampil sikap kita yang tahu
akan tata krama dan berbudi luhur. Dalam sikap ini sangat menonjol
sekali nilai demokratis. Jiwa Gajah Mada yang agung. Sikap ini
mengajarkan kepada kita supaya siap dan sedia serta rela mendengar
pendapat orang lain kendatipun pendapat itu tidak kita setujui.
12.SIH SAMASTHA BHOEA ERA
Sih Samastha Bhoea Era Artinya,
sikap ini membicarakan mengenai nilai-nilai yang patriotik. Seorang
pahlawan tidak hanya cukup asal berani saja secara fisik, mental dan
ideologi saja. Seorang pahlawan mesti harus mempunyai hati dan akhlak
pahlawan, berbudi dan berjiwa pahlawan. Disamping itu harus dapat
membentuk generasi muda pahlawan. Sikap tersebut sebagai ciri pahlawan
dan untuk membesarkan pahlawan. Tetapi membesarkan pahlawan tidak sama
dan bukan mendewakan pahlawan dan memuja buta pahlawan itu.
13.GYNONG PRATITDYA
Gynong Prattitdya Artinya, sikap
ini berbicara tentang watak moral yang tinggi. Manusia yang baik harus
selalu mengerjakan yang baik dan harus dapat membuang jauh segala
tingkah laku serta perbuatan yang buruk. Menurut keterangan Mahpatih
Gajah Mada, baik itu adalah tingkat terendah, sedangkan urutannya ialah
Baik, Bijaksana dan Bajiksana. Dalam hal ini juga berbicara tentang jiwa
dan watak keterbukaan. Sebab cuma orang yang berwatak terbuka maka dia
berani membuang segala yang buruk dalam dirinya.
14.SOEMANTRI
Soemantri Artinya, sikap ini
mendidik kita supaya memperlihatkan sikap yang selalu sadar, setai,
teguh bulat dan utuh. Pribadi yang sumantri adalah memperlihatkan
kepaduan antara ; Loyalitas, Dedikasi, Kreativitas, Dinamika dan
Integritas diri manusia. Manusia yang Soemantri adalah manusia yang
selalu ketiga kesadaran yang menyatu. Kesadaran itu ialah Kesadaran
pikir, Kesadaran Rasa dan kesaaran raga. Disamping itu juga mengetahui
ketiga kehendak, yakni kehendak yang disadari, Kehendak yang didorong
oleh nafsu dan Kehendak yang supra.
15.HANYAKEN MOESOEH
Hanyaken Moesoeh Artinya, sikap
ini kita dididik untuk dapat mengetahui dengan jelas dan mengendalikan
dengan jelas mengenai musuh itu. Yang sebenarnya musuh itu mempunyai
gambaran dua dimensi, yakni musuh yang fisik/wadag disebut musuh luar
yang kelihatan/dapat dilihat. Musuh ini mudah diketahui dan dapat
dikendalikan. Sehingga dengan demikian sehingga musuh yang diluar ini
dapat kita jadikan sahabat dapat juga kita jadikan syarat kesuksesan
kita.
Namun dalam penguasaan musuh ini
kita harus ingat bahwa kita menang tapi kalau bisa jangan ada yang
merasa dikalahkan. Selanjutnya terdapat musuh yang tidak kelihatan yakni
musuh yang bersarang didalam diri kita sendiri. Musuh inilah yang agak
susah kita kendalikan dan apalagi kita musnahkan. Rumah dari musuh yang
tersamar ini adalah keinginan (krenteg, karep serta tumindak ).
Kesemuanya ini memerlukan emosi, yang mana didalam diri kita terdapat
dua jenisnya, ialah 6 akar kejahatan emosi dan 6 akar budi luhur emosi.
Ke lima belas butir Sumpah Palapa oleh Gajah Mada itu senantiasa diamalkan dan dijadikan pedoman dalam setiap kepemimpinan Raja-Raja Liya, Raja-Raja Wolio dan para Sultan di negeri Buton, sehingga ketika mereka memimpin amat dihormati oleh masyarakatnya dan sangat disegani oleh lawan-lawannya. ****