KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI BANDA PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI NGIFI- LARIANGI LIYA, PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

Rabu, 18 April 2012

PENELUSURAN BENTENG KERATON LIYA ZONA INTI 3

OLEH : ALI HABIU



Pada hari Senin mulai jam 7.30 WIT Ketua Umum Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia bersama Tokoh Adat bernama La Madi telah menelusuri Benteng Keraton Liya Zona inti 3 (Lapis ke-3) yang dimulai dari lokasi Kota (Bastion) Tembaga yang terdapat di Desa One Melangka menuju Kota (Bastion) Intan yang terdapat diperbatasan Kampung Tua Ereke dengan One Melangka kemudian menuju Lawa (Lawang/Pintu Keraton) Baringi yang terdapat di kampung tua Ereke.

Perjalanan memakan waktu sekitar 2,5 jam mengingat menelusuri jejak Benteng Keraton Liya zone inti 3 (lapis ke-3) tersebut berjalan di atas bebatuan hitam yang sangat tajam yang kebanyakan lokasinya telah ditumbuhi oleh pepohonan-pepohonan kecil dan tali-tali dari jenis pohon tertentu yang kemudian harus dibersihkan lebih dahulu dengan menebasnya yang dilakukan oleh pengarah Jalan yakni Bapak La Madi.

 Bekas Lokasi Kota (Bastion) Tembaga


Bekas Lokasi Kota (Bastion) Intan dan La Madi


Dalam penelusuran jejak Benteng Keraton Liya zona inti 3 (Lapis ke-3) tersebut telah dijumpai susunan batu alam (batu karang) setinggi dada manusia (kira-kira 1,20 meter) dengan lebar rata-rata 60 cm yang terdapat di bagian kiri-kanan sepanjang jalan yang telah dilalui dengan lebar rata-rata jalan 1,50 meter menuju perbatasan Lawang Baringi. Belum diketahui secara pasti apakah memang Benteng Keraton Liya zone inti 3 (lapis ke-3) ini modelnya memang demikian atau ini merupakan jalan penghubung antara Lawang Baringi dengan Kota (Bastion) Intan dan Kota (Bastion) Tembaga yang mana kedua Kota tersebut sesungguhnya ada Benteng yang tinggi namun saat ini telah musnah akibat dari materialnya telah dirusak atau dibongkar oleh masyarakat untuk dipakai sebagai bahan pondasi bangunan rumah dan pagar batas antara kebun-kebun. Luas Benteng Liya zone inti 3 (Benteng Liya Lapis ke-3) berdasarkan data satelit diperkirakan seluas 3 kali luas Benteng Liya zone inti 2 atau kira-kira seluas 900.000 m2 atau 90 Ha, namun demikian hal ini belum bisa secara pasti mengingat bahwa ordinat sudut masih-masing bagian telah musnah sehingga bisa saja lebih luas dari perkiraan ini.





Menurut keterangan La Madi bahwa di Kota Tembaga (Bastion Tembaga) sepanjang arah Desa One Melangka pernah diketemukan adanya Benteng setingi sekitar 2,5 meter dengan lebar 1.00 meter mengarah ke atas gunung di wilayah Mandati Tonga, namun sebagian telah musnah akibat materialnya diangkut oleh penduduk sekitar untuk bahan pondasi. Namun demikian katanya masih bisa dijumpai benteng-benteng tersebut di daerah dalam yang saat itu tidak sempat ditelusuri.

Kota Tembaga dan Kota Intan dahulu kala setiap malam akan dijumpai oleh masyarakat kedua tempat inidari kejauhan bercahaya terang benderang ibarat ada lantera lampu disana seperti di lokasi Kota Tembaga menyerupai cahaya tembaga dan di Kota Intan menyerupai cahaya intan. Namun sayang sejak Polisi Mobrig (Mobil Brigade) datang pada tahun 1964 menyuruh masyarakat yang tinggal di kampung Tua Ereke dan Rea untuk meninggalkan lokasi penghuniannya dan dipaksa tinggal di daerah pantai seperti Desa Sempo, Desa Liya Mawi dan Lagundi maka secara berangsur tahun 1964 cahaya itu mulai pudar dan jarang lagi diketemukan. Ada kekuatiran bahwa kemungkinan kedua cahaya itu berasal dari intan tembaga dan intan berlian yang sengaja di simpan oleh penguasa pada zamannya (Si Malui, Si Jawangkati, Si Panjonga dan Bau-Besi) sebagai simbol-simbol alamiah yang dipakai sebagai signal maritim atau signal pertahanan ketika itu. Dugaan ini sangat memungkinkan sebab dapat disaksikan peninggalannya bahwa bendera Kerajaan Liya yang dipakai adalah berwarna kuning dengan garis-garis hitam tipis menyilang sama dengan bendera yang dipakai oleh Si Malui yang bernama "Buncaha"
Intan Tembaga dan Intan Berlian pada saat masuknya pasukan mobrig dari detasmen sulawesi selatan ada kemungkinan mereka mengambilnya karena setelah mereka pulang masyarakat tidak lagi menyaksikan adanya kilauan intan tembaga dan kilauan emas (intan berlian) di kedua kota (bastion) tersebut.








Adapun Luasan Kota Tembaga dan Kota Intan diperkirakan memiliki ukuran 4,00 x 4,00 = 16,00 m2 dengan tinggi benteng sekitar 2,5 meter dan lebar 1,20 meter. Pasangan benteng di kedua Kota ini saat ini telah musnah yang mana materialnya diangkut oleh penduduk One Melangka dan Desa Liya Mawi untuk dijadikan bahan pondasi bangunan rumah. Terakhir dijumpai Kota ini pasangan Bentengnya masih utuh tahun 1990-an lalu  atau sekitar 20 tahun lalu. Demikian yang dituturkan oleh La Madi. ****