KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI BANDA PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI NGIFI- LARIANGI LIYA, PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

Rabu, 12 Desember 2012

BENTENG LIYA LAPIS KE-3 MEMUNGKINKAN PERTAHANAN BASIS TERDEPAN TENTARA MONGOLIA MENGHADAPI SERANGAN MUSUH KETIKA BERINVASI KE TANAH BUTON

OLEH : HUMAS KABALI INDONESIA

Di tanah buton tepatnya di Kamaru sejak pertengahan Abad ke IX telah datang serombongan pasukan dari kerajaan Mongolia yang dipimpin oleh seorang permaisuri putri Raja Mongol ketika itu bernama Putri Khan dengan membawa armada laut sejumlah 9 buah kapal dengan dikawal oleh prajurit tentara Mongolia sejumlah 299 orang. Kedatangan Putri Khan ke Kamaru itu atas desakan para leluhurnya untuk membuat pemerintahan kerajaan disana. Pusat pemerintahan Raja Putri Khan berada di gunung Ba'ana Meja Kamaru dan mengembangkan beberapa turunan kerajaan-kerajaan disana sebelum masuknya Si Pangjonga, Si Malui, Si Jawangkati, Si Tamanajo, Raden Sibatara, Raden Jutubun, Lailan Mangraini, Dungkung, Sang Ria Rana, Banca Patola, Kaudoro sebagai pendiri-pendiri Kerajaan Buton di Wolio.



Sampai saat ini kami masih mencari prasasti untuk membuktikan kisah ini, namun situs sendal kaki kiri Putri Khan yang diambil di puncak gunung Ba'ana Meja telah membuktikan secara ilmiah adanya stratifikasi usia tahun yakni seusia 10,5 abad. Belum jelas juga apa maksud leluhur Putri Khan sebagai anak Raja Mongolia ketika itu untuk memerintahkannya membuat kerajaan-kerajaan di Kamaru, namun jika kita merujuk sejarah Liya yang ditulis oleh Alm.La Ode Bumbu mengatakan bahwa di pulau Roh (Oroho) Liya sejak tahun 538 Masehi sudah ada permukiman disana yang terdiri  orang-orang saktu dari beberapa negara termasuk Mongolia, Tunisia, Kamboja dan Melayu. Postulat, mungkin ada hubungan-hubungan informasi secara langsung oleh mereke ke kerajaan-kerajaan di wilayah tersebut sehingga keberadaan Liya dan Kamaru dapat diketahui dengan baik oleh para pembesar istana kerajaan Mongolia.



Keberadaan Putri Khan sebagai Raja di Kamaru pertengahan Abad ke IX lalu dengan istananya terdapat di puncak gunung Ba'ana Meja sama sekali tidak memiliki benteng pertahanan sebagaimana kerajaan-kerajaan pada umumnya apalagi mereka sebagai pendatang disana. Jadi asumsi bahwa Benteng Liya Lapais ke-3 ini adalah merupakan benteng pertahanan mereka ketika itu dalam menghalau serangan lawan-lawannya dari dataran eropah timur dan asia adalah suatau hal yang bisa masuk akal bagi para sejarawan yang tengah mempelajari fenomena ini. Kita belum tahu persis apakah antara dataran pulau buton bagian timur ketika perengahan Abad ke IX lalu merupakan satu daratan dengan pulau Wangi-Wangi.." atau apakah jaraknya saat itu sangat dekat ?." Sejarah dunia mencatat bahwa pada pertengahan Abad ke XV pernah terjadi gempa bumi dasyat di kawasan asia tenggara dan disebutkan bahwa kala itu banyak pulau-pulau yang tenggelam.



Bisa jadi gunung Ba'ana Meja di Kamaru hanya sebagai tempat peristirahatan Putri Khan ketika itu, namun istana dan permukiman prajuritnya serta pertahanan militernya terdapat di Liya dengan membuat Benteng Pertahanan disana yakni Benteng Liya Lapis ke-3 dan lembahnya merupakan area permukiman saat itu.

Sejak tahun anggaran 2011 lalu Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia telah mengusulkan ke kementerian kebudayaan cq. direktorat museum dan purbakala untuk menangani survei teknis dan zonasi benteng Liya Lapis ke-3 ini, namun karena dana pendamping yang berasal dari APBD Provinsi mengalami perubahan dan tidak dicantumkan dalam pagu anggaran DIPA Tahun 2012 maka survei teknis dan zonasi yang biasanya dilaksanakan oleh BPPP Makassar terhenti. Mestinya pemerintah kabupaten Wakatobi mau memberikan dana pendampingnya melalui APBD II tahun anggaran 2013 sehingga tahun depan pelaksanaan pendataan teknis dan zonasi dapat dilakukan oleh BPPP Makassar. Sayang sekali kalau benteng peninggalan kejayaan Mongolia di nusantara yang begitu megah dan sisa-sisa runtuhannya masih utuh ditemukan di lapangan tidak dilirik dengan baik sebagai kekayaan budaya dan arkiologis nusantara sehingga duniapun yang mestinya sudah saatnya mereka ketahui keberadaan benteng ini masih luput dari perhatian mereka, padahal benteng ini dapat dijadikan momen untuk mendapatkan pengakuan Unesco sebagai salah satu cagar budaya dunia.****