KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI BANDA PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI NGIFI- LARIANGI LIYA, PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

Minggu, 19 April 2015

EKSISTENSI KEDAULATAN HUKUM TANAH SARA LIYA WILAYAH LAGIAMPA DAN SEKITARNYA

Press Conference Lembaga Kabali

Oleh Humas Kabali Indonesia


Badan Pertanahan Nasional, Kantor Wilayah Sulawesi Tenggara No. 745/600.18/X/2011 tanggal 3 Oktober 2011 memberikan klarifikasi atas hak-hak kedaulatan Ulayat Adat sara Liya atas permintaan berdasarkan Surat Inspektur Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara No.590/300/INSP/2011, tanggal 26 Agustus 2011, sebagai berikut 
  1. Bahwa berdasarkan UU No.5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, Pasal 3 berbunyi "dengan mengingat ketentuan-ketentuan pada Pasal 1 dan pasal 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa dan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan yang lebih tinggi. Sehubungan dengan dengan pertanyaan Bapak Inspektur bahwa apakah memang ada status tanah ulayat (tanah ulayat sara Liya) dan apa dasar kepemilikannya, maka dapat kami jawab bahwa status tanah ulayat (tanah ulayat sara Liya) diakui oleh undang-undang sebagaimana yang telah disebutkan di atas dan yang menjadi asar kepemilikannya adalah sesuai dengan pasal 3 tersebut di atas. Tentang status tanah ulayat (tanah ulayat Sara Liya) dikaitkan dengan Hak Ulayat masyarakat hukum adat sesuai Peraturan menteri Agraria/BPN-RI No.5 Tahun 1999, masih ada apabila a). terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum terpadu yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. b). Terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum adat (sara Liya) dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari. c). Terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan penguasaan dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku (hukum adat Liya) dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum adat (masyarakat  Liya).
  2. Bahwa mengenai mekanisme apabila tanah ulayat jika digunakan oleh negara (pemerintah daerah kabupaten wakatobi), diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/KBPN No.5 Tahun 1999, di Pasal 4 Ayat 1 huruf b, menyatakan penguasaan bidang-bidang tanah yang termasuk tanah ulayat (tanah ulayat sara Liya) oleh instansi pemerintah, badan hukum atau perorangan yang bukan masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan hak atas tanah menurut ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria berdasarkan pemberian hak dari negara setelah tanah tersebut dilepaskan oleh masyarakat hukum adat itu (Sara Liya) atau oleh warganya ( warga adat Liya) sesuai dengan ketentuan da tata cara hukum adat yang berlaku.  Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 4 Ayat 2 bahwa pelepasan tanah ulayat (tanah ulayat sara Liya) sebagaimana dimaksud Ayat 1 huruf b untuk keperluan pertanian atau keperluan lain yang memerlukan hak guna usaha atau hak pakai, dapat dilakukan oleh masyarakat hukum adat dengan penyerahan penggunaan tanah untuk jangka waktu tertentu, sehinggga  sesudah jangka itu habis, atau sesudah tanah (tanah hak ulayat sara Liya) tersebut tidak dipergunakan lagi bahkan ditelantarkan selanjutnya harus dilakukan berdasarkan persetujuan baru dari masyarakat hukum adat (sara Liya) yang bersangkutan sepanjang hak ulayat masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih sesuai dengan ketentuan Pasal 2 tersebut.  Dari bunyi Pasal 2, perlu ada kesepakatan lebih lanjut antara masyarakat hukum adat (sara Liya) dengan instansi pemerintah segera setelah waktu yang ditentukan telah berakhir.
  3. Bahwa mengenai apakah tanah ulayat dapat ditetapkan dengan Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati. Dapat kami informasikan bahwa dalam menentukan masih adanya hak ulayat (hak ulayat sara Liya) sebagaimana dimaksud dalam pasal 1, perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu oleh pemerintah daerah dengan mengikut sertakan para perangkat adat dan masyakakat adat (Sara Liya) yang ada di daerah yang bersangkutan.  Kemudian antara masyarakat hukum adat dan instansi yang mengelolah sumber daya alam, ketentuan mengenai masih adanya hak ulayat ini dapat ditetapkan dengan Peraturan Daerah sesuai dengan yang termaktub dalam Pasal 6 dan daerah dimaksud sesuai dengan pasal 1 Ayat 1.
  4. Sehubungan dengan area tanah (Tanah Lagiampa) yang diklaim sebagai tanah ulayat (tanah ulayat sara Liya) yang dipergunakan sebagai area Pusat Penghijauan Nasional (PPN) dapat dikaitkan dengan penjelasan pada point 3 di atas yang mana kepemilikan tanah ulayat (tanah ulayat sara Liya) dikembalikann ke masyarakat hukum adat (sara Liya). Jika jangka waktu penggunaan tanah tersebut telah habis dan dapat berlanjut jika instansi pemerintah yang melaksanakan pusat penghikauan nasional tersebutmembuat kesepakatan lebih lanjut tentang batas waktu penggunaan tanah hak ulayat saraliya tersebut.

Dikeluarkan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Provinsi Sulawesi Tenggara.

Kepala Kantor Wilayah,


HS. Ali Jabbar,SH.,MH
NIP.19580808 197903 1 002


Butir-butir kesepakatan antara tokoh masyarakat, sara Liya, mahasiswa dan pemuda se Liya Raya.
  1. Mendesak pemerintah daerah kabupaten wakatobi baik Bupati dan perangkat dinas terkait maupun DPRD untuk segera membuat Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur tapal batas hak ulayat Sara Liya dengan hak ulayat Sara Mandati dan menetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi;
  2. Mendesak pemerintah daerah kabupaten wakatobi melalui Bupati Wakatobi mengeluarkan Peraturan Bupati yang mengatur dan/atau mengakui seluruh wilayah  tanah hak ulayat milik Sara Liya dengan melibatkan seluruh masyarakat adat Liya.
  3. Mendesak pemerintah daerah kabupaten wakatobi baik DPRD maupun Bupati dan perangkat dinas terkait untuk segera membuat Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur tata kelolah hukum adat dalam wilayah pemerintahan kabupaten wakatobi dan menetapkannya sebagaiPeraturan Daerah.
  4. Mendesak pemerintah daerah kabupaten wakatobi melalui Bupati dan perangkat dinas terkait untuk mengeluarkan Peraturan Bupati yang isinya semua wilayah tanah hak ulayat  Sara Liya yang memiliki hutan lindung dapat dikelola dan/atau dapat dipakai semua pepohonan yang tumbuh di atasnya oleh masyarakat adat untuk kepentingan tertentu sebagaimana yang telah berlaku masa lalu sepanjang telah melalui musyawarah adat dan/atau perintah dari kepala sara (Meantu,u Liya)