OLEH : RAHMAD HARDIANTO (LA HARDI)
Pak Ali Habiu (di:
http://opinionpublikator.blogspot.com/2010/05/provinsi-buton-raya-dalam-perspektif.html), terkait Raja Luwuk ke-1. Itu benar bahwa ada pengaruh
Kerajaan Buton di Kerajaan Luwu. Cuman Pak Ali Habiu agak sedikit salah dengan
menulis: “Sawerigading sebagai Raja Luwu ke-1 merupakan anak Raja Buton ke-1
dari Kerajaan Lasalimu”. Yang, insya ALLAH, benar adalah BULAWAMBONA sang Raja Buton ke-2 (anak dari Raja
Buton ke-1, yakni WA KAA KAA, dengan suaminya SIBATARA) menikah dengan LA BALUWU (Raja Luwu ke-1). Ini benar-benar fakta
sejarah, bukan saya mengarang-ngarang dengan penuh subyektifitas saya.
Nantilah, insya ALLAH, semoga kita panjang umur untuk sampai mengetahui
rahasia-rahasia yang menjadi kebesarannya Buton.
Oya,
bahkan itu benar sekali apa yang ditulis oleh Kepala Pusat Penelitian Budaya
dan Seni Etnik Sulawesi Lembaga Penelitian UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR, yakni: Dr.A. Halilintar Lathief, di Tribun Timur dalam
edisi terbitan 6 April 2010 lalu. Sang doktor Halilintar menulis bahwa:
“Pattimura sebenarnya adalah seorang Muslim keturunan orang Wanci, Kabupaten
Wakatobi (dulu Buton), Provinsi Sulawesi Tenggara”. “Adalah Abd. Rahman Hamid (http://www.facebook.com/profile.php?id=1690528556)
yang juga mengaku peneliti Wakatobi, lalu tampil mengkritik wacana sebelumnya
dengan cukup pedas. Bahkan penulis buku “Spirit Bahari Orang Buton ini”, mencap
bahwa Halilintar Lathief tak paham sejarah daerah itu.” Dua kalimat terakhir di
atas saya kutip dari: Tribunnews.com (artikel
ditulis pada Selasa, 6 Juli 2010 17:05 WIB). … Saya ketawa saja membaca
tanggapannya saudaraku (secara umur dia adalah junior saya) Abdul Rahman Hamid
yang kalau tidak salah adalah salah seorang dosen sejarah dalam membantah
seorang doktor yang (lagi-lagi kalau tidak salah..) merupakan salah seorang dosen
di tempat kuliahnya dulu, hahaha… Kalau benar-benar kita mengaku sebagai
peneliti (eh, di pernyataan itu dimaksudkan mengaku sebagai peneliti sejarah
to..?), kesimpulan pak doktor Halilintar itu akan malah belum terlalu hebat
kalau menurut penilaian saya. Ingin baca contoh lain, contoh fakta sejarah yang
lebih “gila”(dimana itu merupakan bukti KEBESARAN-nya leluhur-leluhur) kah..?
Sekali lagi, apa yang akan saya tulis ini bukan klaim saya yang dilandasi unsur
subyektifitas dari seorang geologist yang berasal dari etnis Liya – Buton –
Muna. Ini benar-benar fakta sejarah. Silahkan membaca & “membaca” sejarah
Indonesia & dunia untuk membuktikannya... Ok, sejauh mana kita mengetahui
bahwa ternyata: “ LAKILAPONTO (etnis
Tolaki menyebutnya sebagai Haluoleo) adalah juga RAJA
di KERAJAAN TERNATE selama tahun 1466-1486..? ” … Setelah meletakkan
jabatan & digantikan keturunannya (anaknya) di Kerajaan / Kesultanan
Ternate, yakni: Zainal Abidin (menjabat
tahun 1486-1500), LAKILAPONTO sang
leluhur kita itu MENJELAJAH (BER-EKSPLORASI; he is an explorationist, like me,
hehehe…) dulu ke sekeliling Nusantara, termasuk ke tanah suci untuk berhaji
& menyambangi makam leluhurnya (sudah tentu adalah leluhurnya orang Buton
juga to..?) yang merupakan seorang ULAMA YANG SANGAT MULIA. Jadi, adalah KEBOHONGAN BESAR & MERUPAKAN PEMBELOKKAN SEJARAH
(FAKTA) ketika disebut bahwa beliau (LAKILAPONTO) di-Islam-kan oleh
Syaikh Abdul Wahid pada tahun 1540. Hal itu kemudian diyakini secara LATAH pada
beberapa bulan lalu oleh para pengambil keputusan di Kota Bau-Bau, dengan
menetapkan angka 469 tahun sebagai umur Kota Bau-Bau (di tahun 2010) yang
berarti bahwa LAKILAPONTO diduga (perhatikan: HANYA DIDUGA; termasuk oleh salah
seorang profesor di bidang sejarah & didukung oleh beberapa profesor lainnya..)
dilantik menjadi Sultan Buton ke-1 pada tahun 1541, hiks… Memang SANGAT KURANG
AJAR benar “MEREKA-MEREKA” yang jadi PENGHIANAT-PENGHIANAT-nya SEJARAH
BUTON di “masa itu”. KASAR SEKALI PERMAINAN “mereka”. Akibatnya sangat-sangat
fatal & benar-benar MEMPERMALUKAN BEBERAPA PROFESOR di bidang
sejarah, termasuk para pengambil kebijakan di Kota Baubau (malas-ku mengetikkan
kata “Baubau” ee..) pada masa sekarang.
Hiks…
… Bagaimana bisa dinyatakan LAKILAPONTO memeluk Islam pada 1540, kalau
turunannya sendiri (anaknya di Kerajaan Ternate), yakni Sultan Ternate ke-1
jelas-jelas sudah menjadi SULTAN sejak tahun 1486..? Selisih tahunnya lama juga
boo.., yakni: 54 tahun. … Namun, ALHAMDULILLAH.., leluhur-leluhur kita bukanlah
orang-orang yang salaho & kabongo-bohongo. Mereka-mereka itu adalah para
“wali ALLAH” yang diberikan banyak kemampuan hebat, salah satunya karunia
layaknya “FUTURIST” (orang dengan kemampuan membayangkan masa depan; hati-hati
& bedakan dengan istilah peramal), sehingga meninggalkan JEJAK-JEJAK atau
KODE untuk kita “baca” di hari-hari sekarang. JEJAK-JEJAK yang mana menjadi KUNCI
YANG MEMBUKA AIB dari PARA PENGHIANAT sejarah Buton hehehe… (jujur
saya nyatakan bahwa saya sangat bangga & sangat bersyukur menjadi bagian
dari turunan leluhur-leluhur seperti: MIA PATAMIANA
- LAKILAPONTO). … Coba kita urai, bagaimana yang sebenarnya terjadi
diantara tahun 1530 – 1540 M..? … Dalam salah satu dokumentasi yang dibuat oleh
seorang pejabat Belanda (dokumentasi ini yang kemudian menjadi landasan klaim
mengenai masuknya Islam di Buton oleh para ahli sejarah terdahulu sampai hari
ini; bahkan sampai tingkatan & kelas profesor sejarah, hiks..), disebutkan
bahwa diantara tahun 940 – 948 H, pada masa Raja Buton yang ke-6, bernama
Lakina LA PONTO, datang seorang guru bernama ABDUL
WAHID bersama istrinya bernama WA ODE
SOLO & seorang anak laki-laki bernama LEDI PENGHULU. Cukup saya
berikan contoh sampai di situ saja. Malas juga saya mau mengetik banyak-banyak
(INI SAJA SUDAH TERLALU BANYAK UNTUK UKURAN SEBUAH KOMENTAR TO..?, hiks..).
Coba kita “baca”, bukan sebatas di-baca. Namun, sekali lagi, mari kita “baca”.
Siap..?, hehehe… \ … 1). Tahun 940-948 H sama dengan tahun 1532-1540 M &
disebutkan bahwa saat itu Lakina LA PONTO yang jadi raja ke-6 di Buton. --> Pada
semua sumber-sumber lisan yang berkembang di daerah-daerah di Sultra, semuanya
sependapat menyatakan bahwa LAKILAPONTO menjadi raja (di Kerajaan Buton &
Kerajaan Muna) & panglima perang di kerajaan-kerajaan “kecil” seperti:
Konawe, Mekongga, & Mornene (KALAU MAU JUJUR: yang sebenarnya LAKILAPONTO harusnya disebut RAJA, mengingat bahwa
kerajaan-kerajaan itu sendiri tidak memiliki raja, hanya dipimpin oleh para
tetua-tetua adat) setelah membunuh bajak laut Tobelo. Sehubungan dengan
aktifitas bajak laut, sumber-sumber Portugis & Spanyol hanya mencatat 2
peristiwa diantara tahun 1500 – 1600 M. Yang pertama adalah “gosip” (tidak
melihat langsung, hanya mendengar berita) dinyatakan terjadi pada tahun 1512
(catatan Tomé Pires, seorang Portugis). Yang kedua adalah perjumpaan armada
Spanyol dengan bajak laut, dimana dialami pada pelayaran Ekspedisi Saavedra
(tahun 1527-1529) yang mana bertemu bajak laut pada 23 Februari 1528. Ekspedisi
Saavedra sendiri dimaksudkan untuk menindaklanjuti hasil Ekspedisi Magalhães
(ejaan Portugis asli; dia sejatinya tetap seorang Portugis), Magelhaens (ejaan
Belanda), Magellanes (ejaan Spanyol; ekspedisi dibiayai raja Spanyol), Magellan
(ejaan Inggris) yang telah lalu (dimulai: 20 September 1519, berakhir: 6
September 1522). Menurut sumber-sumber lisan di Buton & Muna, Lakilaponto
menjadi Raja Buton setelah membunuh bajak laut Tobelo. Bahkan, khususnya oleh
masyarakat di pesisir Lasalimu, berkembang kisah adanya “Parabela Magele” yang
dikaitkan-kaitkan masyarakat di sana dengan Ekspedisi Magellan. Parahnya..,
oleh salah seorang PROFESOR di bidang SEJARAH, bersama tim peneliti yang
dipimpinnya, BEGITU CEROBOH dengan
membenarkan kisah itu & berani menulis, semisal: “Pada tahun 1541 dalam
perjalanan pulang Magelhaens dari Ternate ke Eropa singgah di Buton (Pantai
Lasalimu)”. Masih ada beberapa kecerobohan lainnya. Sampai 3 kali diseminar
regional-kan dihadapan banyak pihak (bahkan tercatat total dihadiri 4 orang
PROFESOR di bidang sejarah), tetap saja tidak sadar bahwa Ekspedisi Magellan
berlangsung antara tahun 1519-1522, bukannya tahun 1541. … TERBUKTI MI
KESALAHAN PENETAPAN UMUR KOTA BAU-BAU, akibat asal mencontek sumber atau hasil
penelitian yang ceroboh to..? Jadi, embel-embel PROFESOR itu bukan jaminan
kasian. Semoga cepat direvisi itu kesalahan-kesalahan yang ada, amin… … -->
Kita kembali pada pembahasan dokumentasi dari seorang pejabat Belanda yang
kemudian menjadi landasan klaim mengenai masuknya Islam di Buton adalah tahun
1540 bersamaan kedatangan sang syaikh. Oya, kita jangan lupa dengan fakta
sejarah yang mencatat era Portugis di Indonesia adalah tahun 1509-1602, era VOC
adalah tahun 1602-1800, & era Belanda adalah tahun 1800-1942. JADI..,
pertanyaan sederhana & PALING PRINSIPIL untuk mengetahui BENAR atau SALAH
(BOHONG)-nya laporan sang pejabat Belanda (catat: bukan VOC kasian..) adalah
dari mana dia mengetahui bahwa di tahun 1532-1540 datang seorang Syaikh Abdul
Wahid, sementara tidak ada catatan atau sumber tertulis lain, selain yang dia
tulis di atas tahun 1800-an..? E-e-e-eh…, ternyata dokumentasinya dia buat
berdasarkan sumber-sumber lisan saja (“GOSIP”), padahal di mana-mana semua
tradisi lisan (KISAH atau MITOS) tidak ada yang sampai begitu hebatnya
dilengkapi dengan keterangan bilangan tahun. Artinya..? Benar sekali, dia itu
melakukan KEBOHONGAN dengan mencantumkan angka tahun 940-948 H. Kenapa dia
harus melakukan itu..? Tentu saja untuk mengubur fakta sejarah yang sebenarnya
mengenai kapan persisnya Islam masuk di Buton (itu cuman salah 1 jawaban,
hehehe…). … 2). Dalam laporannya, sang pejabat Belanda menyebut bahwa ABDUL
WAHID disertai istrinya (WA ODE SOLO) & seorang anak laki-laki bernama LEDI
PENGHULU. --> Masuk akal-kah pada tahun 1532-1540 sudah ada gelar WA ODE..?
Kapan mulai eksisnya gelar WA ODE & LA ODE..? Lagi-lagi KEBOHONGANNYA
terlihat di nama sang anak laki-laki, yang disebut sebagai LEDI. Mana ada
sumber lisan Buton yang menyatakan ada nama “berbau” Buton atau “berbau” Islam
seperti LEDI..? Mungkin maksudnya LA ODE di’..? Hahaha.., sama saja, jika
maksudnya adalah LA ODE, karena saat era Lakilaponto belum dikenal gelar ODE di
Buton, adapun di Muna saat itu hanya dikenal gelar SUGI. Kalau kita lanjutkan
“membaca” dokumentasinya, banyak sekali KEBOHONGAN yang dia buat (hampir bisa
dikatakan PENUH KEBOHONGAN), hiks… KESIMPULANNYA adalah pendapat yang
menyatakan Kerajaan Buton “di-Islam-kan” oleh Syaikh Abdul Wahid pada tahun
1540 (atau terserah mau dibilang tahun 1532) adalah SUATU KEBOHONGAN YANG
NYATA. Sumber-sumber yang kuat & dilengkapi dengan angka tahun adalah sumber
atau berita Cina. Yang juga berisi angka-angka tahun adalah
peninggalan-peninggalan Kerajaan Majapahit, dll. Namun, untuk dapat mengetahui
kaitannya dengan Kerajaan Buton, tentu saja, tidak bisa hanya sekedar membaca
biasa, tetapi perlu “pembacaan” yang mendalam. Secara tidak langsung,
sumber-sumber itu menyatakan bahwa Kerajaan Buton sejak awalnya didirikan atas
dasar Islam. Hampir lupa, Kerajaan Buton didirikan pada tahun 1295 M. Nanti mi
saya, insya ALLAH, tunjukkan secara jelas di silsilah raja-raja Buton di masa MIA PATAMIANA – MURHUM. Oya, dengan “pembacaan”
mendalam terhadap berbagai sumber yang ada di Nusantara, sebagai mana yang saya
nyatakan di bagian awal, dapat diketahui bahwa LAKILAPONTO adalah pernah juga
menjadi RAJA di KERAJAAN TERNATE. … 2 jam yang lalu • SukaTidak Suka • Rahmad
Hardianto … Dari semua pemaparan saya di atas, apa yang paling menjadi inti
yang saya ingin sampaikan..? Yah itu tadi.., yang sejalan dengan makna dalam
hadits: “Everything happens for a reason.” Bahwa bukanlah hanya sekedar
kebetulan kalau dulunya wilayah Afdeling (“afdeling” adalah kata Belanda yang
artinya bagian atau unit) BUTON, LAIWOI, & sekitarnya pada awalnya
dimasukkan dalam 1 provinsi, yakni PROVINSI SULAWESI SELATAN – TENGGARA.
Padahal, kalau tidak aneh karena terlalu luas sendiri & bakal menimbulkan
kecemburuan (ATAU-kah SEJAK AWAL SKENARIO-NYA
MEMANG HENDAK MEMBUAT NAMA BESAR BUTON TENGGELAM, ditambah “luka
sejarah” plus juga DENDAM YANG BEGITU BESAR
TERHADAP BUTON..???) mungkin namanya adalah PROVINSI BAGIAN TIMUR JAWA.
Khusus untuk eks wilayah KERAJAAN BUTON, harus diakui bahwa BELANDA memang
benar-benar jago & sangat-sangat berhasil dalam menerapkan politik Devide
et impera. Wilayah KERAJAAN BUTON yang pada awalnya (ketika dimasa MIA
PATAMIANA) hanya mencakup sekitar hampir keseluruhan daerah-daerah Provinsi
Sultra sekarang ini, oleh penerusnya makin diperluas lagi wilayah pengaruhnya
hingga hampir mencapai keseluruhan wilayah Indonesia timur. Saya tanya kepada
kita semua yang mengaku sebagai ORANG-ORANG BUTON pada hari-hari
sekarang (bukan hanya yang tergabung dalam grup “Mia Patamiana” ini) : Sejauh
mana kita sadar bahwa BULAWAMBONA (putri sulung WA KAA KAA - SIBATARA), sebelum
pulang untuk menjadi Raja ke-2 di Buton, awalnya adalah RAJA (penguasa) di BULA
– AMBON..? Oya, BULA adalah nama daerah di timur laut Pulau Seram; kaya akan
minyak & pernah saya teliti ketika nongkrong selama hampir 3 tahun di
perusahaan minyak Kuwait, yakni Kufpec Ltd. Hari-hari ini, Kufpec bersama-sama
dengan perusahaan minyak Jepang (Japex), & perusahaan minyak Inggris
(Premier) sedang bersiap untuk mem-bor (ngebor boo, hehehe..) 1 sumur
eksplorasi dalam blok minyak yang diberi nama BUTON BLOCK. Alhamdulillah saya
yang menjadi wakilnya orang Buton untuk meneliti potensi minyak di daerah kita
& saya yang kebenaran membawa mereka masuk ke Buton pada tahun 2006 lalu.
Demikian juga, sejauh mana kita sadar bahwa LAKILAPONTO,
sebelum pulang untuk menjadi Raja ke-6 di Buton, awalnya adalah RAJA
(penguasa) di TERNATE..? Saya yakin banyak dari kita yang pernah berkunjung ke
Ternate..? Namun, berapa banyak dari kita yang sempat meneliti &
merenungkan akan apa hebatnya Kerajaan Ternate, sehingga sultan-sultan setelah
Sultan Murhum begitu “takut” untuk diserang oleh “sepupu-sepupu”-nya yang
berasal dari sana..? Tau-kan kalau Pulau Ternate itu begitu kecil (lingkaran
keliling wilayahnya hanya sepanjang sekitar 40 km saja)..? Benteng
pertahanannya..? Aduuhhh kasian inaeee.., ukuran benteng-benteng di sana (hanya
setempat-setempat) mungkin hanya sebesar 10 kali ukuran gode-gode-nya anak-anak
deker kasian… Saya yang pernah bolak-balik & total hampir 3 bulan di
Ternate, mempelajari bahwa orang-orang Ternate yang sejatinya adalah
sepupu-sepupu kita merupakan orang-orang yang ramah. Ketika saya diketahui
sebagai orang Buton, mereka benar-benar menganggap saya layaknya saudara atau
“adik” & mereka begitu senang (kata lain supaya saya tidak tulis bangga)
mengetahui bahwa saya adalah orang Buton yang berteman dengan mereka. Oya, di
sana ada ujar-ujar-an & keyakinan bahwa orang-orang Buton itu adalah
adiknya orang-orang Ternate (ini yang saya suka, soalnya bikin saya selama di
sana dimanja jadi “bos” bo.., hahaha…). Terus.., kenapa bisa sampai Kerajaan
Buton, eh salah.., kenapa bisa sampai Kesultanan Buton takut akan serangan dari
“sepupu-sepupu”-nya dari Kesultanan Ternate..? Sebenarnya pertanyaan ini sama
juga untuk ke kondisi di Kerajaan Gowa (tentu kita sadar to.., kalau dulu ada
saudara kita yang namanya ARU PALAKA, tetapi riwayatnya begitu dikaburkan atau
“dihapus” dari ingatan kolektif-nya “saudara-saudara” kita di kerajaan asal
beliau..). Apa jawabannya..? Ya itu tadi, politik Devide et impera… HEHEHE…, saudara-saudara kita yang jadi
sejarawan atau antropolog dari Buton pada masa-masa atau hari-hari sekarang ini
mungkin jadi begitu bangganya jika sudah melihat & mengkoleksi
tulisan-tulisan terkait Kerajaan Buton (eh.., lagi-lagi salah ketik, harusnya
Kesultanan buton di’..?) yang sebagian besar dikoleksi di negeri Holand atau
Londo atau Walanda hahaha…. Mungkin saking terlenanya, sampai-sampai melupakan
logika sederhana & rasionalitas untuk mempertanyakan dahulu (sebelum
membaca & “menelan bulat-bulat”) kebenaran isi tulisan-tulisan yang sengaja
dibuat oleh para pejabat Belanda. Kondisi itu sangat-sangat berbeda 180 derajat
dengan kami yang mempelajari bumi (geologist), yakni diminta untuk selalu
mempertanyakan dahulu (secara objektif) kebenaran isi & kesimpulan dari suatu
tulisan (terserah mau disertasi orang yang KONON pintarnya sejagat sekalipun,
kami diberi pesan moral untuk membangun anggapan dasar bahwa kesimpulannya itu
salah, sampai kami membuktikan bahwa kesimpulan di disertasi yang dibaca itu
memang benar..). … Kembali ke masalah politik Devide et impera & KASUS
provinsi idaman sebagian orang Buton hari ini… Akan-kah kita yang sekarang mau
jadi “Belanda”-nya dengan “mengobok-obok” & makin “merobek-robek” wilayah
yang sudah setengah mati dibangun oleh MIA PATAMIANA
– LAKINAPONTO..? Semoga kita tidak sampai menjadi “Belanda-Belanda
hitam” & “PENGHIANAT-PENGHIANAT” yang
menghianati hasil kerja keras & kreasi para leluhur kita, utamanya: MIA PATAMIANA - LAKILAPONTO, amin… … 2 jam yang
lalu • SukaTidak Suka • 1 orang Rahmad Hardianto … “Everything happens for a
reason.” – Prophet Muhammad SAW (Peace be Upon Him) – Kalimat di atas merupakan
hadits shahih, namun jangan tanya saya mengenai riwayat perawinya. Yang ingin
tau, coba cari tau mi. Nanti kalau sudah dapat riwayat p...erawinya yang benar
jangan lupa untuk berbaik hati menginformasikannya di “topik” ini nah..?,
hehehe… Jika saja kita dibenarkan untuk berandai-andai (larangan berandai-andai
ini juga hadits-nya shahih kasian..), kemungkinan besar hari ini justru
Kabupaten Buton-lah yang mengelola potensi tambang emas di Bombana sana,
termasuk semua potensi nikel laterit di seluruh Pulau Kabaena, to..? Demikian
pula, kemungkinan (kalau dulu tidak dipecah) hari ini Kabupaten Buton-lah yang
mengelola potensi pariwisata bawah laut Wakatobi yang sudah terbukti
“kebesaran” nilainya to..? Padahal, “besar”-nya value (nilai) potensi bawah
laut Wakatobi itu adalah SANGAT-SANGAT KECIL NILAINYA di banding potensi yang
ada di daratan Wakatobi. Cuman, mungkin.., yang jadi kepala daerahnya Wakatobi
hari ini masih kurang berpikir lagi untuk bisa “membaca” potensi yang ada di
daratannya di’..?, hiks… Namun, sebagai mana hadits yang saya kutip di atas,
segala hal itu sudah dijamin oleh ALLAH bahwa PASTI ADA HIKMAH &
MANFAATNYA. Terus.., kira-kira apa-apa saja hikmah dari memecah-mecah
Kabupaten Buton pada tahun-tahun lalu..? Ya itu tadi, selain fakta-fakta yang
sudah coba saya terangkan di atas, hikmah lainnya dari kebijakan untuk
memecah-mecah Kabupaten Buton pada hari-hari kemarin adalah AGAR KITA JANGAN
SAMPAI BODOH LAGI UNTUK MELAKUKAN KESALAHAN SEPERTI ITU (kesalahan yang
sama). Bukan-kah kata pepatah: “hanya keledai yang mau jatuh pada lubang yang
sama..?”. Jadi.., biar tidak sampai dinilai sebagai KELEDAI, sudah-sudah mi
& jangan pernah lagi untuk bermimpi membentuk “Provinsi Buton Raya”
kasian... Kalau misal sesorang (ini misal saja lho.., saya tidak bilang ada
kenyataan seperti yang akan saya tulis berikut ini), sekali lagi, kalau misal
seseorang hanya ingin menjadi gubernur, kenapa harus dengan jalan memecah-mecah
daerah pemerintahan yang dikepalai..? Tidak Pe-De kah.. untuk “BERTARUNG”
SECARA FAIR (JUJUR)"..? Nah.., kalau itu baru MAU BERMIMPI maju saja
sudah tidak Pe-De, terus kenapa punya mimpi ingin maju jadi kepala daerah..?
Saya terangkan:
Dari garis ibu, silsilah saya jelas adalah dari Sipanjonga. Walau saya tau nama aslinya, tetapi hanya nama julukannya-lah yang akan saya pasang di silsilah. Itu demi untuk tidak dikultuskannya diri beliau sang pendiri Kerajaan Liya, Kerajaan Buton, Kerajaan Muna, Kerajaan Moronene, Kerajaan Mekongga, Kerajaan Konawe, & kalau tidak salah (soalnya saya belum terlalu yakin untuk yang terakhir ini, mengingat datanya untuk Kerajaan Ternate masih tidak terlalu kuat) beliau juga adalah pendiri Kerajaan Ternate.
Saya ulangi, silsilah saya dari garis ibu adalah dari Sipanjonga, sang leluhur orang-orang Liya & kemudian diakui jadi leluhurnya juga orang-orang di kerajaan-kerajaan lainnya di atas (ada yang benar, ada juga yang hanya mengaku-ngaku). Dari Sipanjonga, menurun sampai ke Sultan Murhum yang berasal dari campuran "darah" Liya-Buton-Muna. Dari Sultan Murhum, silsilah saya berlanjut ke garis keturunan Tanailandu, namun ada juga selipan garis keturunan Kumbewaha, tetapi kembali lagi ke Tanailandu (Abdul Ganiyu, sang Kenepulu Bula) sampai ke kakek saya (Lakina Batauga), yang akhirnya menikahi wanita Muna (mungkin demi memperkuat kembali kekerabatan dgn orang-orang Muna).
Adapun, silsilah saya dari garis bapak (ayah saya) adalah benar-benar senantiasa murni (turun-temurun) dari Liya (Sipanjonga). Tidak ada campuran dari suku lainnya. Walaupun misalnya ada pernikahan dgn suku lain, namun para buyut saya dari Liya, alhamdulillah sang LAKI-LAKI-nya selalu adalah orang Liya.
Begitu murni terjaga garis keturunan saya dari garis bapak saya, hingga ke kakek saya yang hanya jadi imam di masjid Keraton Liya.
Oya, etika kakek saya jadi imam di masjid Keraton Liya, saat itu yang jadi Lakina Liya dalah Laode Taru (bapaknya Ali Bosa kalau tidak salah..) yang berasal dari Wolio, bukan murni dari Liya.
Dulu-dulu-nya jujur saya sangat kecewa karena di nama saya, di nama bapak saya, & terus ke atas di nama-nama buyut saya tidak ada kata "ODE" (LA ODE) -nya. Padahal kalau dari garis mama (ibu), begitu jelas ODE-nya. Oya, hanya untuk informasi saja, ibu Wa Ode Maasra Manarfa adalah tante saya.
Saya dulu benar-benar kecewa karena tidak ada ODE dari garis bapak saya. Bukannya saya gila akan gelar ODE, cuman saya heran saja, kenapa sifat-sifat luhur dari leluhur di garis bapak saya (saya ketahui dari cerita-cerita para tetua di Liya) tidak diperjelas dgn kata ODE. Padahal, menurut saya, sifat-sifat luhur yang ada pada buyut-buyut saya itu adalah seharusnya dimiliki para bangsawan.
Itu semua akhirnya terjawab (walau belum terjawab FULL) ketika saya menginjakkan kaki kembali di Liya (pada tahun 2008 lalu) setelah belasan tahun meninggalkan Liya.
Saat itu, saya sebagai anak bungsu, menjadi wakil dari bapak saya untuk mengurus pertikaian yang tengah terjadi dalam keluarga besar, yakni mengenai masalah tanah-tanah warisan kakek saya (imam masjid Keraton Liya). Kakak-kakak saya saat itu sedang sibuk semua, baik ada yang menjadi kepala bank, ada yang tengah menemani suaminya yang sedang kuliah S3 di Australia, & ada yang lagi sibuk dgn proyek-proyeknya. Oya, saya adalah bungsu dari 4 bersaudara (3 orang kakak kandung saya).
Kejelasan alasan kenapa buyut-buyut saya tidak ada yang dipasangi ODE di depan namanya akhirnya saya ketahui dari salah seorang sepupu bapak saya, yakni seorang nenek yang sudah berusia lanjut. Saat itu usianya sudah 120 tahun lebih (padahal bapak saya baru sekitar 70 tahunan saat itu), namun kekuatan badan & daya ingatnya layaknya seperti masih umur 60 tahunan. Hebatnya lagi, shalatnya tetap terjaga di usianya yang sudah sangat lanjut itu.
Sang nenek (sepupu bapak saya) itu pada akhirnya mengisahkan ke saya tentang leluhur orang-orang Liya. Memang tidak sepenuhnya jelas, karena ada bagian-bagian peristiwa yang "terpotong" atau tidak diingatnya. Alhamdulillahnya, masih di sekitar Liya, saya bertemu nenek lain yang saya yakin sama sekali tidak ada kaitan darahnya dgn saya. Dia meyakinkan saya bahwa pertemuan saya dgn dia itu ada maknanya. Kata sang nenek, banyak orang yang bercita-cita besar (semisal untuk menjadi presiden atau jabatan-jabatan tinggi lainnya) berusaha mencarinya, tetapi mereka ada yang tidak bisa menemuinya karena si nenek itu juga senang bepergian keluar pulau.
Si nenek benar-benar meyakinkan saya bahwa peristiwa dipertemukannya saya dgn dia sebenarnya sudah "diatur". Saat itu saya (demi alasan bersopan santun) hanya diam saja mendengar semua ucapan si nenek. Mungkin karena si nenek itu merasa bahwa saya tidak yakin, jadinya si nenek mengajak saya ke suatu tempat & menunjukkan suatu makam yang katanya adalah orang besarnya negeri "ini" (berulang kali dia katakan tentang hal itu).
Di sana saya dimintanya untuk beberapa waktu diam merenungkan diri saja (sambil dia berzikir), terus (setelah dia selesai berzikir) si nenek meminta saya mendoakan arwah "orang" di makam itu, akhirnya meminta saya mengikuti kata-katanya yang saya nilai adalah suatu BATATA berupa permohonan kepada ALLAH (melalui para wali ALLAH di dunia) akan semua cita-cita besar & luhur yang ingin saya capai & tuju.
Sepulang dari Liya, sekitar hampir sebulan kemudian, saya mendapat kabar bahwa sepupu bapak saya (sang nenek berusia 120 tahun lebih) meninggal dunia. Saya saat itu jadi berpikir, apa mungkin sepupu ayah saya itu dipanjangkan umurnya sampai saya bertemu dgn dia..? Itu cuma jadi pikiran saya...
Meskipun sudah mulai jelas, siapa-siapa leluhur saya dari garis bapak, namun ada bagian-bagian penting yang masih agak kurang jelas. Alhamdulillah, di facebook saya dipertemukan ALLAH untuk mengenal & bisa bertanya pada Pak Ali Habiu & abang Ali Ahmadi yang merupakan saudara-saudara saya sesama orang Liya.
Memang saya juga sudah bertanya pada orang-orang yang saya pikir mengetahui benar akan "rahasia" Buton. Terbantu juga memang dengan info-info mereka. Namun, saya akui, bagian terbesar yang membuat semuanya menjadi terang adalah info dari sebagian tulisan di blog Pak Ali Habiu yang meminta kita semua yang mengaku orang Buton agar memikirkan sejarah Liya (sambil membeberkan fakta-fakta yang ada tetapi mungkin masih kurang jelas oleh Pak Ali Habiu). Jujur, saya benar-benar berterima kasih dgn ajakan untuk merenungkan itu, Pak Ali Habiu.
Karena itu, ketika beberapa hari lalu ada orang-orang yang terang-terangan mengejek & mentertawai isi tulisan-tulisan Pak Ali Habiu (mungkin di pikiran mereka Pak Ali Habiu tidak lebih adalah seorang yang stress atau mungkin mau hampir gila, tabe..) saya langsung mengirim pesan agar Pak Ali Habiu meresponnya sambil saya berjanji akan tampil membela Pak Ali Habiu andai ada yang kembali "menyerang" lagi Pak Ali Habiu.
Sayang sekali.., mungkin karena kematangan emosi Pak Ali Habiu (MOSEGA-nya orang Liya kan tidak selamanya harus ditunjukkan langsung di', Pak Ali Habiu..?), beberapa hari lalu Pak Ali Habiu hanya merespon seadanya di grup Mia Patamiana. Namun, alhamdulillah.., tampil juga abang Ali Ahmadi yang menyindir keras orang-orang yang sudah terang-terangan menghina Pak Ali Habiu. Saya saat itu belum melihat kesempatan untuk tampil membela Pak Ali habiu, karena mereka tidak merespon sindiran abang Ali Ahmadi.
Kesempatan saya membalikkan mereka adalah kemarin. Moment-nya benar-benar pas untuk saya menunjukkan bukti-bukti terkait info dari pak Ali Habiu (lewat opini & silsilah yang sedang saya buat). Sekaligus saya benar-benar menyerang mereka-mereka yang hanya berani (PENGECUT) mengkritik bahkan menghina orang lain dgn TIDAK BERANI menunjukkan diri asli mereka. Hanya lewat "topeng" saja, sesuatu yang sangat2 berbeda dgn kita-kita orang Liya.
DEMI ALLAH.., BENAR-BENAR
DEMI ALLAH.., BETOAMBARI ITU ADALAH LELUHUR ORANG LIYA.
Saya tidak akan pernah ikhlas melihat kenyataan di sekitar makam leluhur saya diwarnai kemaksiatan seperti itu...
Mohon.., sangat-sangat saya memohon agar Pak Ali Habiu & abang Ali Ahmadi juga menentang kondisi itu...
Demikian dulu dari saya. Maaf saya menulis begini banyak. Tabe jika sekiranya ada kata-kata saya yang terlihat sombong atau tidak sopan. Insya ALLAH tidak ada maksud saya seperti itu (misal dinilai sombong..) & mohon maaf jika terlihat seperti itu. Tabe...
Sebagai isyarat dari saya tentang apa yang saya nyatakan di atas adalah: benar kalimat-kalimat yang diucapkan almarhum ayahnya Pak Ali Habiu yang menyatakan akan datang bangsa-bangsa dari segala penjuru (Belanda, Jepang, Turki, dll..) ke Buton. Saya sudah "melihat" itu, Pak Ali Habiu. Sebagai bukti, insya ALLAH saya-lah yang "membawa" masuk perusahaan-perusahaan minyak dari kuwait, Jepang, & Inggris waktu tahun 2006. Sekarang pun mereka masih punya kepentingan di Buton. Oya, saya "membawa" masuk 3 negara di atas ke Buton waktu saya masih nongkrong di salah 1 perusahaan itu (Kufpec, perusahaan milik Kuwait).
Tinggal
tunggu saja saatnya & saya berdoa semoga saya bisa secepatnya jadi pemimpin
di Buton, amin...
Tabe..,
satu lagi, saya insya ALLAH mengetahui sebagian besar "rahasia" di
tanah Liya, Buton, & sekitarnya (termasuk Ternate - bahkan sampai ke tanah
Arab).
Saya
Insya ALLAH sudh mengetahui siapa itu SIPANJONGA,
siapa sebenarnya itu istrinya, & siapa sebenarnya itu anak-anak mereka (WA KAA KAA & BETOAMBARI),
Salam,
La Hardi- ASLI ORANG LIYA
La Hardi- ASLI ORANG LIYA