KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI BANDA PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI NGIFI- LARIANGI LIYA, PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

Sabtu, 05 Februari 2011

PENJELASAN RAHMAD HARDIANTO MASALAH LAKILA PONTO, SI PANJONGA, BETOAMBARI DAN WA KAA KAA


 OLEH : RAHMAD HARDIANTO (LA HARDI)




Pak Ali Habiu (di: http://opinionpublikator.blogspot.com/2010/05/provinsi-buton-raya-dalam-perspektif.html), terkait Raja Luwuk ke-1. Itu benar bahwa ada pengaruh Kerajaan Buton di Kerajaan Luwu. Cuman Pak Ali Habiu agak sedikit salah dengan menulis: “Sawerigading sebagai Raja Luwu ke-1 merupakan anak Raja Buton ke-1 dari Kerajaan Lasalimu”. Yang, insya ALLAH, benar adalah BULAWAMBONA sang Raja Buton ke-2 (anak dari Raja Buton ke-1, yakni WA KAA KAA, dengan suaminya SIBATARA) menikah dengan LA BALUWU (Raja Luwu ke-1). Ini benar-benar fakta sejarah, bukan saya mengarang-ngarang dengan penuh subyektifitas saya. Nantilah, insya ALLAH, semoga kita panjang umur untuk sampai mengetahui rahasia-rahasia yang menjadi kebesarannya Buton.

Oya, bahkan itu benar sekali apa yang ditulis oleh Kepala Pusat Penelitian Budaya dan Seni Etnik Sulawesi Lembaga Penelitian UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR, yakni: Dr.A. Halilintar Lathief, di Tribun Timur dalam edisi terbitan 6 April 2010 lalu. Sang doktor Halilintar menulis bahwa: “Pattimura sebenarnya adalah seorang Muslim keturunan orang Wanci, Kabupaten Wakatobi (dulu Buton), Provinsi Sulawesi Tenggara”. “Adalah Abd. Rahman Hamid (http://www.facebook.com/profile.php?id=1690528556) yang juga mengaku peneliti Wakatobi, lalu tampil mengkritik wacana sebelumnya dengan cukup pedas. Bahkan penulis buku “Spirit Bahari Orang Buton ini”, mencap bahwa Halilintar Lathief tak paham sejarah daerah itu.” Dua kalimat terakhir di atas saya kutip dari: Tribunnews.com (artikel ditulis pada Selasa, 6 Juli 2010 17:05 WIB). … Saya ketawa saja membaca tanggapannya saudaraku (secara umur dia adalah junior saya) Abdul Rahman Hamid yang kalau tidak salah adalah salah seorang dosen sejarah dalam membantah seorang doktor yang (lagi-lagi kalau tidak salah..) merupakan salah seorang dosen di tempat kuliahnya dulu, hahaha… Kalau benar-benar kita mengaku sebagai peneliti (eh, di pernyataan itu dimaksudkan mengaku sebagai peneliti sejarah to..?), kesimpulan pak doktor Halilintar itu akan malah belum terlalu hebat kalau menurut penilaian saya. Ingin baca contoh lain, contoh fakta sejarah yang lebih “gila”(dimana itu merupakan bukti KEBESARAN-nya leluhur-leluhur) kah..? Sekali lagi, apa yang akan saya tulis ini bukan klaim saya yang dilandasi unsur subyektifitas dari seorang geologist yang berasal dari etnis Liya – Buton – Muna. Ini benar-benar fakta sejarah. Silahkan membaca & “membaca” sejarah Indonesia & dunia untuk membuktikannya... Ok, sejauh mana kita mengetahui bahwa ternyata: “ LAKILAPONTO (etnis Tolaki menyebutnya sebagai Haluoleo) adalah juga RAJA di KERAJAAN TERNATE selama tahun 1466-1486..? ” … Setelah meletakkan jabatan & digantikan keturunannya (anaknya) di Kerajaan / Kesultanan Ternate, yakni: Zainal Abidin (menjabat tahun 1486-1500), LAKILAPONTO sang leluhur kita itu MENJELAJAH (BER-EKSPLORASI; he is an explorationist, like me, hehehe…) dulu ke sekeliling Nusantara, termasuk ke tanah suci untuk berhaji & menyambangi makam leluhurnya (sudah tentu adalah leluhurnya orang Buton juga to..?) yang merupakan seorang ULAMA YANG SANGAT MULIA. Jadi, adalah KEBOHONGAN BESAR & MERUPAKAN PEMBELOKKAN SEJARAH (FAKTA) ketika disebut bahwa beliau (LAKILAPONTO) di-Islam-kan oleh Syaikh Abdul Wahid pada tahun 1540. Hal itu kemudian diyakini secara LATAH pada beberapa bulan lalu oleh para pengambil keputusan di Kota Bau-Bau, dengan menetapkan angka 469 tahun sebagai umur Kota Bau-Bau (di tahun 2010) yang berarti bahwa LAKILAPONTO diduga (perhatikan: HANYA DIDUGA; termasuk oleh salah seorang profesor di bidang sejarah & didukung oleh beberapa profesor lainnya..) dilantik menjadi Sultan Buton ke-1 pada tahun 1541, hiks… Memang SANGAT KURANG AJAR benar “MEREKA-MEREKA” yang jadi PENGHIANAT-PENGHIANAT-nya SEJARAH BUTON di “masa itu”. KASAR SEKALI PERMAINAN “mereka”. Akibatnya sangat-sangat fatal & benar-benar MEMPERMALUKAN BEBERAPA PROFESOR di bidang sejarah, termasuk para pengambil kebijakan di Kota Baubau (malas-ku mengetikkan kata “Baubau” ee..) pada masa sekarang.
Hiks… … Bagaimana bisa dinyatakan LAKILAPONTO memeluk Islam pada 1540, kalau turunannya sendiri (anaknya di Kerajaan Ternate), yakni Sultan Ternate ke-1 jelas-jelas sudah menjadi SULTAN sejak tahun 1486..? Selisih tahunnya lama juga boo.., yakni: 54 tahun. … Namun, ALHAMDULILLAH.., leluhur-leluhur kita bukanlah orang-orang yang salaho & kabongo-bohongo. Mereka-mereka itu adalah para “wali ALLAH” yang diberikan banyak kemampuan hebat, salah satunya karunia layaknya “FUTURIST” (orang dengan kemampuan membayangkan masa depan; hati-hati & bedakan dengan istilah peramal), sehingga meninggalkan JEJAK-JEJAK atau KODE untuk kita “baca” di hari-hari sekarang. JEJAK-JEJAK yang mana menjadi KUNCI YANG MEMBUKA AIB dari PARA PENGHIANAT sejarah Buton hehehe… (jujur saya nyatakan bahwa saya sangat bangga & sangat bersyukur menjadi bagian dari turunan leluhur-leluhur seperti: MIA PATAMIANA - LAKILAPONTO). … Coba kita urai, bagaimana yang sebenarnya terjadi diantara tahun 1530 – 1540 M..? … Dalam salah satu dokumentasi yang dibuat oleh seorang pejabat Belanda (dokumentasi ini yang kemudian menjadi landasan klaim mengenai masuknya Islam di Buton oleh para ahli sejarah terdahulu sampai hari ini; bahkan sampai tingkatan & kelas profesor sejarah, hiks..), disebutkan bahwa diantara tahun 940 – 948 H, pada masa Raja Buton yang ke-6, bernama Lakina LA PONTO, datang seorang guru bernama ABDUL WAHID bersama istrinya bernama WA ODE SOLO & seorang anak laki-laki bernama LEDI PENGHULU. Cukup saya berikan contoh sampai di situ saja. Malas juga saya mau mengetik banyak-banyak (INI SAJA SUDAH TERLALU BANYAK UNTUK UKURAN SEBUAH KOMENTAR TO..?, hiks..). Coba kita “baca”, bukan sebatas di-baca. Namun, sekali lagi, mari kita “baca”. Siap..?, hehehe… \ … 1). Tahun 940-948 H sama dengan tahun 1532-1540 M & disebutkan bahwa saat itu Lakina LA PONTO yang jadi raja ke-6 di Buton. --> Pada semua sumber-sumber lisan yang berkembang di daerah-daerah di Sultra, semuanya sependapat menyatakan bahwa LAKILAPONTO menjadi raja (di Kerajaan Buton & Kerajaan Muna) & panglima perang di kerajaan-kerajaan “kecil” seperti: Konawe, Mekongga, & Mornene (KALAU MAU JUJUR: yang sebenarnya LAKILAPONTO harusnya disebut RAJA, mengingat bahwa kerajaan-kerajaan itu sendiri tidak memiliki raja, hanya dipimpin oleh para tetua-tetua adat) setelah membunuh bajak laut Tobelo. Sehubungan dengan aktifitas bajak laut, sumber-sumber Portugis & Spanyol hanya mencatat 2 peristiwa diantara tahun 1500 – 1600 M. Yang pertama adalah “gosip” (tidak melihat langsung, hanya mendengar berita) dinyatakan terjadi pada tahun 1512 (catatan Tomé Pires, seorang Portugis). Yang kedua adalah perjumpaan armada Spanyol dengan bajak laut, dimana dialami pada pelayaran Ekspedisi Saavedra (tahun 1527-1529) yang mana bertemu bajak laut pada 23 Februari 1528. Ekspedisi Saavedra sendiri dimaksudkan untuk menindaklanjuti hasil Ekspedisi Magalhães (ejaan Portugis asli; dia sejatinya tetap seorang Portugis), Magelhaens (ejaan Belanda), Magellanes (ejaan Spanyol; ekspedisi dibiayai raja Spanyol), Magellan (ejaan Inggris) yang telah lalu (dimulai: 20 September 1519, berakhir: 6 September 1522). Menurut sumber-sumber lisan di Buton & Muna, Lakilaponto menjadi Raja Buton setelah membunuh bajak laut Tobelo. Bahkan, khususnya oleh masyarakat di pesisir Lasalimu, berkembang kisah adanya “Parabela Magele” yang dikaitkan-kaitkan masyarakat di sana dengan Ekspedisi Magellan. Parahnya.., oleh salah seorang PROFESOR di bidang SEJARAH, bersama tim peneliti yang dipimpinnya, BEGITU CEROBOH dengan membenarkan kisah itu & berani menulis, semisal: “Pada tahun 1541 dalam perjalanan pulang Magelhaens dari Ternate ke Eropa singgah di Buton (Pantai Lasalimu)”. Masih ada beberapa kecerobohan lainnya. Sampai 3 kali diseminar regional-kan dihadapan banyak pihak (bahkan tercatat total dihadiri 4 orang PROFESOR di bidang sejarah), tetap saja tidak sadar bahwa Ekspedisi Magellan berlangsung antara tahun 1519-1522, bukannya tahun 1541. … TERBUKTI MI KESALAHAN PENETAPAN UMUR KOTA BAU-BAU, akibat asal mencontek sumber atau hasil penelitian yang ceroboh to..? Jadi, embel-embel PROFESOR itu bukan jaminan kasian. Semoga cepat direvisi itu kesalahan-kesalahan yang ada, amin… … --> Kita kembali pada pembahasan dokumentasi dari seorang pejabat Belanda yang kemudian menjadi landasan klaim mengenai masuknya Islam di Buton adalah tahun 1540 bersamaan kedatangan sang syaikh. Oya, kita jangan lupa dengan fakta sejarah yang mencatat era Portugis di Indonesia adalah tahun 1509-1602, era VOC adalah tahun 1602-1800, & era Belanda adalah tahun 1800-1942. JADI.., pertanyaan sederhana & PALING PRINSIPIL untuk mengetahui BENAR atau SALAH (BOHONG)-nya laporan sang pejabat Belanda (catat: bukan VOC kasian..) adalah dari mana dia mengetahui bahwa di tahun 1532-1540 datang seorang Syaikh Abdul Wahid, sementara tidak ada catatan atau sumber tertulis lain, selain yang dia tulis di atas tahun 1800-an..? E-e-e-eh…, ternyata dokumentasinya dia buat berdasarkan sumber-sumber lisan saja (“GOSIP”), padahal di mana-mana semua tradisi lisan (KISAH atau MITOS) tidak ada yang sampai begitu hebatnya dilengkapi dengan keterangan bilangan tahun. Artinya..? Benar sekali, dia itu melakukan KEBOHONGAN dengan mencantumkan angka tahun 940-948 H. Kenapa dia harus melakukan itu..? Tentu saja untuk mengubur fakta sejarah yang sebenarnya mengenai kapan persisnya Islam masuk di Buton (itu cuman salah 1 jawaban, hehehe…). … 2). Dalam laporannya, sang pejabat Belanda menyebut bahwa ABDUL WAHID disertai istrinya (WA ODE SOLO) & seorang anak laki-laki bernama LEDI PENGHULU. --> Masuk akal-kah pada tahun 1532-1540 sudah ada gelar WA ODE..? Kapan mulai eksisnya gelar WA ODE & LA ODE..? Lagi-lagi KEBOHONGANNYA terlihat di nama sang anak laki-laki, yang disebut sebagai LEDI. Mana ada sumber lisan Buton yang menyatakan ada nama “berbau” Buton atau “berbau” Islam seperti LEDI..? Mungkin maksudnya LA ODE di’..? Hahaha.., sama saja, jika maksudnya adalah LA ODE, karena saat era Lakilaponto belum dikenal gelar ODE di Buton, adapun di Muna saat itu hanya dikenal gelar SUGI. Kalau kita lanjutkan “membaca” dokumentasinya, banyak sekali KEBOHONGAN yang dia buat (hampir bisa dikatakan PENUH KEBOHONGAN), hiks… KESIMPULANNYA adalah pendapat yang menyatakan Kerajaan Buton “di-Islam-kan” oleh Syaikh Abdul Wahid pada tahun 1540 (atau terserah mau dibilang tahun 1532) adalah SUATU KEBOHONGAN YANG NYATA. Sumber-sumber yang kuat & dilengkapi dengan angka tahun adalah sumber atau berita Cina. Yang juga berisi angka-angka tahun adalah peninggalan-peninggalan Kerajaan Majapahit, dll. Namun, untuk dapat mengetahui kaitannya dengan Kerajaan Buton, tentu saja, tidak bisa hanya sekedar membaca biasa, tetapi perlu “pembacaan” yang mendalam. Secara tidak langsung, sumber-sumber itu menyatakan bahwa Kerajaan Buton sejak awalnya didirikan atas dasar Islam. Hampir lupa, Kerajaan Buton didirikan pada tahun 1295 M. Nanti mi saya, insya ALLAH, tunjukkan secara jelas di silsilah raja-raja Buton di masa MIA PATAMIANA – MURHUM. Oya, dengan “pembacaan” mendalam terhadap berbagai sumber yang ada di Nusantara, sebagai mana yang saya nyatakan di bagian awal, dapat diketahui bahwa LAKILAPONTO adalah pernah juga menjadi RAJA di KERAJAAN TERNATE. … 2 jam yang lalu • SukaTidak Suka • Rahmad Hardianto … Dari semua pemaparan saya di atas, apa yang paling menjadi inti yang saya ingin sampaikan..? Yah itu tadi.., yang sejalan dengan makna dalam hadits: “Everything happens for a reason.” Bahwa bukanlah hanya sekedar kebetulan kalau dulunya wilayah Afdeling (“afdeling” adalah kata Belanda yang artinya bagian atau unit) BUTON, LAIWOI, & sekitarnya pada awalnya dimasukkan dalam 1 provinsi, yakni PROVINSI SULAWESI SELATAN – TENGGARA. Padahal, kalau tidak aneh karena terlalu luas sendiri & bakal menimbulkan kecemburuan (ATAU-kah SEJAK AWAL SKENARIO-NYA MEMANG HENDAK MEMBUAT NAMA BESAR BUTON TENGGELAM, ditambah “luka sejarah” plus juga DENDAM YANG BEGITU BESAR TERHADAP BUTON..???) mungkin namanya adalah PROVINSI BAGIAN TIMUR JAWA. Khusus untuk eks wilayah KERAJAAN BUTON, harus diakui bahwa BELANDA memang benar-benar jago & sangat-sangat berhasil dalam menerapkan politik Devide et impera. Wilayah KERAJAAN BUTON yang pada awalnya (ketika dimasa MIA PATAMIANA) hanya mencakup sekitar hampir keseluruhan daerah-daerah Provinsi Sultra sekarang ini, oleh penerusnya makin diperluas lagi wilayah pengaruhnya hingga hampir mencapai keseluruhan wilayah Indonesia timur. Saya tanya kepada kita semua yang mengaku sebagai ORANG-ORANG BUTON pada hari-hari sekarang (bukan hanya yang tergabung dalam grup “Mia Patamiana” ini) : Sejauh mana kita sadar bahwa BULAWAMBONA (putri sulung WA KAA KAA - SIBATARA), sebelum pulang untuk menjadi Raja ke-2 di Buton, awalnya adalah RAJA (penguasa) di BULA – AMBON..? Oya, BULA adalah nama daerah di timur laut Pulau Seram; kaya akan minyak & pernah saya teliti ketika nongkrong selama hampir 3 tahun di perusahaan minyak Kuwait, yakni Kufpec Ltd. Hari-hari ini, Kufpec bersama-sama dengan perusahaan minyak Jepang (Japex), & perusahaan minyak Inggris (Premier) sedang bersiap untuk mem-bor (ngebor boo, hehehe..) 1 sumur eksplorasi dalam blok minyak yang diberi nama BUTON BLOCK. Alhamdulillah saya yang menjadi wakilnya orang Buton untuk meneliti potensi minyak di daerah kita & saya yang kebenaran membawa mereka masuk ke Buton pada tahun 2006 lalu. Demikian juga, sejauh mana kita sadar bahwa LAKILAPONTO, sebelum pulang untuk menjadi Raja ke-6 di Buton, awalnya adalah RAJA (penguasa) di TERNATE..? Saya yakin banyak dari kita yang pernah berkunjung ke Ternate..? Namun, berapa banyak dari kita yang sempat meneliti & merenungkan akan apa hebatnya Kerajaan Ternate, sehingga sultan-sultan setelah Sultan Murhum begitu “takut” untuk diserang oleh “sepupu-sepupu”-nya yang berasal dari sana..? Tau-kan kalau Pulau Ternate itu begitu kecil (lingkaran keliling wilayahnya hanya sepanjang sekitar 40 km saja)..? Benteng pertahanannya..? Aduuhhh kasian inaeee.., ukuran benteng-benteng di sana (hanya setempat-setempat) mungkin hanya sebesar 10 kali ukuran gode-gode-nya anak-anak deker kasian… Saya yang pernah bolak-balik & total hampir 3 bulan di Ternate, mempelajari bahwa orang-orang Ternate yang sejatinya adalah sepupu-sepupu kita merupakan orang-orang yang ramah. Ketika saya diketahui sebagai orang Buton, mereka benar-benar menganggap saya layaknya saudara atau “adik” & mereka begitu senang (kata lain supaya saya tidak tulis bangga) mengetahui bahwa saya adalah orang Buton yang berteman dengan mereka. Oya, di sana ada ujar-ujar-an & keyakinan bahwa orang-orang Buton itu adalah adiknya orang-orang Ternate (ini yang saya suka, soalnya bikin saya selama di sana dimanja jadi “bos” bo.., hahaha…). Terus.., kenapa bisa sampai Kerajaan Buton, eh salah.., kenapa bisa sampai Kesultanan Buton takut akan serangan dari “sepupu-sepupu”-nya dari Kesultanan Ternate..? Sebenarnya pertanyaan ini sama juga untuk ke kondisi di Kerajaan Gowa (tentu kita sadar to.., kalau dulu ada saudara kita yang namanya ARU PALAKA, tetapi riwayatnya begitu dikaburkan atau “dihapus” dari ingatan kolektif-nya “saudara-saudara” kita di kerajaan asal beliau..). Apa jawabannya..? Ya itu tadi, politik Devide et impera… HEHEHE…, saudara-saudara kita yang jadi sejarawan atau antropolog dari Buton pada masa-masa atau hari-hari sekarang ini mungkin jadi begitu bangganya jika sudah melihat & mengkoleksi tulisan-tulisan terkait Kerajaan Buton (eh.., lagi-lagi salah ketik, harusnya Kesultanan buton di’..?) yang sebagian besar dikoleksi di negeri Holand atau Londo atau Walanda hahaha…. Mungkin saking terlenanya, sampai-sampai melupakan logika sederhana & rasionalitas untuk mempertanyakan dahulu (sebelum membaca & “menelan bulat-bulat”) kebenaran isi tulisan-tulisan yang sengaja dibuat oleh para pejabat Belanda. Kondisi itu sangat-sangat berbeda 180 derajat dengan kami yang mempelajari bumi (geologist), yakni diminta untuk selalu mempertanyakan dahulu (secara objektif) kebenaran isi & kesimpulan dari suatu tulisan (terserah mau disertasi orang yang KONON pintarnya sejagat sekalipun, kami diberi pesan moral untuk membangun anggapan dasar bahwa kesimpulannya itu salah, sampai kami membuktikan bahwa kesimpulan di disertasi yang dibaca itu memang benar..). … Kembali ke masalah politik Devide et impera & KASUS provinsi idaman sebagian orang Buton hari ini… Akan-kah kita yang sekarang mau jadi “Belanda”-nya dengan “mengobok-obok” & makin “merobek-robek” wilayah yang sudah setengah mati dibangun oleh MIA PATAMIANA – LAKINAPONTO..? Semoga kita tidak sampai menjadi “Belanda-Belanda hitam” & “PENGHIANAT-PENGHIANAT” yang menghianati hasil kerja keras & kreasi para leluhur kita, utamanya: MIA PATAMIANA - LAKILAPONTO, amin… … 2 jam yang lalu • SukaTidak Suka • 1 orang Rahmad Hardianto … “Everything happens for a reason.” – Prophet Muhammad SAW (Peace be Upon Him) – Kalimat di atas merupakan hadits shahih, namun jangan tanya saya mengenai riwayat perawinya. Yang ingin tau, coba cari tau mi. Nanti kalau sudah dapat riwayat p...erawinya yang benar jangan lupa untuk berbaik hati menginformasikannya di “topik” ini nah..?, hehehe… Jika saja kita dibenarkan untuk berandai-andai (larangan berandai-andai ini juga hadits-nya shahih kasian..), kemungkinan besar hari ini justru Kabupaten Buton-lah yang mengelola potensi tambang emas di Bombana sana, termasuk semua potensi nikel laterit di seluruh Pulau Kabaena, to..? Demikian pula, kemungkinan (kalau dulu tidak dipecah) hari ini Kabupaten Buton-lah yang mengelola potensi pariwisata bawah laut Wakatobi yang sudah terbukti “kebesaran” nilainya to..? Padahal, “besar”-nya value (nilai) potensi bawah laut Wakatobi itu adalah SANGAT-SANGAT KECIL NILAINYA di banding potensi yang ada di daratan Wakatobi. Cuman, mungkin.., yang jadi kepala daerahnya Wakatobi hari ini masih kurang berpikir lagi untuk bisa “membaca” potensi yang ada di daratannya di’..?, hiks… Namun, sebagai mana hadits yang saya kutip di atas, segala hal itu sudah dijamin oleh ALLAH bahwa PASTI ADA HIKMAH & MANFAATNYA. Terus.., kira-kira apa-apa saja hikmah dari memecah-mecah Kabupaten Buton pada tahun-tahun lalu..? Ya itu tadi, selain fakta-fakta yang sudah coba saya terangkan di atas, hikmah lainnya dari kebijakan untuk memecah-mecah Kabupaten Buton pada hari-hari kemarin adalah AGAR KITA JANGAN SAMPAI BODOH LAGI UNTUK MELAKUKAN KESALAHAN SEPERTI ITU (kesalahan yang sama). Bukan-kah kata pepatah: “hanya keledai yang mau jatuh pada lubang yang sama..?”. Jadi.., biar tidak sampai dinilai sebagai KELEDAI, sudah-sudah mi & jangan pernah lagi untuk bermimpi membentuk “Provinsi Buton Raya” kasian... Kalau misal sesorang (ini misal saja lho.., saya tidak bilang ada kenyataan seperti yang akan saya tulis berikut ini), sekali lagi, kalau misal seseorang hanya ingin menjadi gubernur, kenapa harus dengan jalan memecah-mecah daerah pemerintahan yang dikepalai..? Tidak Pe-De kah.. untuk “BERTARUNG” SECARA FAIR (JUJUR)"..? Nah.., kalau itu baru MAU BERMIMPI maju saja sudah tidak Pe-De, terus kenapa punya mimpi ingin maju jadi kepala daerah..?

Saya terangkan:

Dari garis ibu, silsilah saya jelas adalah dari Sipanjonga. Walau saya tau nama aslinya, tetapi hanya nama julukannya-lah yang akan saya pasang di silsilah. Itu demi untuk tidak dikultuskannya diri beliau sang pendiri Kerajaan Liya, Kerajaan Buton, Kerajaan Muna, Kerajaan Moronene, Kerajaan Mekongga, Kerajaan Konawe, & kalau tidak salah (soalnya saya belum terlalu yakin untuk yang terakhir ini, mengingat datanya untuk Kerajaan Ternate masih tidak terlalu kuat) beliau juga adalah pendiri Kerajaan Ternate.


Saya ulangi, silsilah saya dari garis ibu adalah dari Sipanjonga, sang leluhur orang-orang Liya & kemudian diakui jadi leluhurnya juga orang-orang di kerajaan-kerajaan lainnya di atas (ada yang benar, ada juga yang hanya mengaku-ngaku). Dari Sipanjonga, menurun sampai ke Sultan Murhum yang berasal dari campuran "darah" Liya-Buton-Muna. Dari Sultan Murhum, silsilah saya berlanjut ke garis keturunan Tanailandu, namun ada juga selipan garis keturunan Kumbewaha, tetapi kembali lagi ke Tanailandu (Abdul Ganiyu, sang Kenepulu Bula) sampai ke kakek saya (Lakina Batauga), yang akhirnya menikahi wanita Muna (mungkin demi memperkuat kembali kekerabatan dgn orang-orang Muna).

Adapun, silsilah saya dari garis bapak (ayah saya) adalah benar-benar senantiasa murni (turun-temurun) dari Liya (Sipanjonga). Tidak ada campuran dari suku lainnya. Walaupun misalnya ada pernikahan dgn suku lain, namun para buyut saya dari Liya, alhamdulillah sang LAKI-LAKI-nya selalu adalah orang Liya.

Begitu murni terjaga garis keturunan saya dari garis bapak saya, hingga ke kakek saya yang hanya jadi imam di masjid Keraton Liya.

Oya, etika kakek saya jadi imam di masjid Keraton Liya, saat itu yang jadi Lakina Liya dalah Laode Taru (bapaknya Ali Bosa kalau tidak salah..) yang berasal dari Wolio, bukan murni dari Liya.

Dulu-dulu-nya jujur saya sangat kecewa karena di nama saya, di nama bapak saya, & terus ke atas di nama-nama buyut saya tidak ada kata "ODE" (LA ODE) -nya. Padahal kalau dari garis mama (ibu), begitu jelas ODE-nya. Oya, hanya untuk informasi saja, ibu Wa Ode Maasra Manarfa adalah tante saya.

Saya dulu benar-benar kecewa karena tidak ada ODE dari garis bapak saya. Bukannya saya gila akan gelar ODE, cuman saya heran saja, kenapa sifat-sifat luhur dari leluhur di garis bapak saya (saya ketahui dari cerita-cerita para tetua di Liya) tidak diperjelas dgn kata ODE. Padahal, menurut saya, sifat-sifat luhur yang ada pada buyut-buyut saya itu adalah seharusnya dimiliki para bangsawan.

Itu semua akhirnya terjawab (walau belum terjawab FULL) ketika saya menginjakkan kaki kembali di Liya (pada tahun 2008 lalu) setelah belasan tahun meninggalkan Liya.

Saat itu, saya sebagai anak bungsu, menjadi wakil dari bapak saya untuk mengurus pertikaian yang tengah terjadi dalam keluarga besar, yakni mengenai masalah tanah-tanah warisan kakek saya (imam masjid Keraton Liya). Kakak-kakak saya saat itu sedang sibuk semua, baik ada yang menjadi kepala bank, ada yang tengah menemani suaminya yang sedang kuliah S3 di Australia, & ada yang lagi sibuk dgn proyek-proyeknya. Oya, saya adalah bungsu dari 4 bersaudara (3 orang kakak kandung saya).

Kejelasan alasan kenapa buyut-buyut saya tidak ada yang dipasangi ODE di depan namanya akhirnya saya ketahui dari salah seorang sepupu bapak saya, yakni seorang nenek yang sudah berusia lanjut. Saat itu usianya sudah 120 tahun lebih (padahal bapak saya baru sekitar 70 tahunan saat itu), namun kekuatan badan & daya ingatnya layaknya seperti masih umur 60 tahunan. Hebatnya lagi, shalatnya tetap terjaga di usianya yang sudah sangat lanjut itu.

Sang nenek (sepupu bapak saya) itu pada akhirnya mengisahkan ke saya tentang leluhur orang-orang Liya. Memang tidak sepenuhnya jelas, karena ada bagian-bagian peristiwa yang "terpotong" atau tidak diingatnya. Alhamdulillahnya, masih di sekitar Liya, saya bertemu nenek lain yang saya yakin sama sekali tidak ada kaitan darahnya dgn saya. Dia meyakinkan saya bahwa pertemuan saya dgn dia itu ada maknanya. Kata sang nenek, banyak orang yang bercita-cita besar (semisal untuk menjadi presiden atau jabatan-jabatan tinggi lainnya) berusaha mencarinya, tetapi mereka ada yang tidak bisa menemuinya karena si nenek itu juga senang bepergian keluar pulau.

Si nenek benar-benar meyakinkan saya bahwa peristiwa dipertemukannya saya dgn dia sebenarnya sudah "diatur". Saat itu saya (demi alasan bersopan santun) hanya diam saja mendengar semua ucapan si nenek. Mungkin karena si nenek itu merasa bahwa saya tidak yakin, jadinya si nenek mengajak saya ke suatu tempat & menunjukkan suatu makam yang katanya adalah orang besarnya negeri "ini" (berulang kali dia katakan tentang hal itu).

Di sana saya dimintanya untuk beberapa waktu diam merenungkan diri saja (sambil dia berzikir), terus (setelah dia selesai berzikir) si nenek meminta saya mendoakan arwah "orang" di makam itu, akhirnya meminta saya mengikuti kata-katanya yang saya nilai adalah suatu BATATA berupa permohonan kepada ALLAH (melalui para wali ALLAH di dunia) akan semua cita-cita besar & luhur yang ingin saya capai & tuju.

Sepulang dari Liya, sekitar hampir sebulan kemudian, saya mendapat kabar bahwa sepupu bapak saya (sang nenek berusia 120 tahun lebih) meninggal dunia. Saya saat itu jadi berpikir, apa mungkin sepupu ayah saya itu dipanjangkan umurnya sampai saya bertemu dgn dia..? Itu cuma jadi pikiran saya...

Meskipun sudah mulai jelas, siapa-siapa leluhur saya dari garis bapak, namun ada bagian-bagian penting yang masih agak kurang jelas. Alhamdulillah, di facebook saya dipertemukan ALLAH untuk mengenal & bisa bertanya pada Pak Ali Habiu & abang Ali Ahmadi yang merupakan saudara-saudara saya sesama orang Liya.

Memang saya juga sudah bertanya pada orang-orang yang saya pikir mengetahui benar akan "rahasia" Buton. Terbantu juga memang dengan info-info mereka. Namun, saya akui, bagian terbesar yang membuat semuanya menjadi terang adalah info dari sebagian tulisan di blog Pak Ali Habiu yang meminta kita semua yang mengaku orang Buton agar memikirkan sejarah Liya (sambil membeberkan fakta-fakta yang ada tetapi mungkin masih kurang jelas oleh Pak Ali Habiu). Jujur, saya benar-benar berterima kasih dgn ajakan untuk merenungkan itu, Pak Ali Habiu.

Karena itu, ketika beberapa hari lalu ada orang-orang yang terang-terangan mengejek & mentertawai isi tulisan-tulisan Pak Ali Habiu (mungkin di pikiran mereka Pak Ali Habiu tidak lebih adalah seorang yang stress atau mungkin mau hampir gila, tabe..) saya langsung mengirim pesan agar Pak Ali Habiu meresponnya sambil saya berjanji akan tampil membela Pak Ali Habiu andai ada yang kembali "menyerang" lagi Pak Ali Habiu.


Sayang sekali.., mungkin karena kematangan emosi Pak Ali Habiu (MOSEGA-nya orang Liya kan tidak selamanya harus ditunjukkan langsung di', Pak Ali Habiu..?), beberapa hari lalu Pak Ali Habiu hanya merespon seadanya di grup Mia Patamiana. Namun, alhamdulillah.., tampil juga abang Ali Ahmadi yang menyindir keras orang-orang yang sudah terang-terangan menghina Pak Ali Habiu. Saya saat itu belum melihat kesempatan untuk tampil membela Pak Ali habiu, karena mereka tidak merespon sindiran abang Ali Ahmadi.

Kesempatan saya membalikkan mereka adalah kemarin. Moment-nya benar-benar pas untuk saya menunjukkan bukti-bukti terkait info dari pak Ali Habiu (lewat opini & silsilah yang sedang saya buat). Sekaligus saya benar-benar menyerang mereka-mereka yang hanya berani (PENGECUT) mengkritik bahkan menghina orang lain dgn TIDAK BERANI menunjukkan diri asli mereka. Hanya lewat "topeng" saja, sesuatu yang sangat2 berbeda dgn kita-kita orang Liya.


DEMI ALLAH.., BENAR-BENAR DEMI ALLAH.., BETOAMBARI ITU ADALAH LELUHUR ORANG LIYA.

Saya tidak akan pernah ikhlas melihat kenyataan di sekitar makam leluhur saya diwarnai kemaksiatan seperti itu...

Mohon.., sangat-sangat saya memohon agar Pak Ali Habiu & abang Ali Ahmadi juga menentang kondisi itu...

Demikian dulu dari saya. Maaf saya menulis begini banyak. Tabe jika sekiranya ada kata-kata saya yang terlihat sombong atau tidak sopan. Insya ALLAH tidak ada maksud saya seperti itu (misal dinilai sombong..) & mohon maaf jika terlihat seperti itu. Tabe...

Sebagai isyarat dari saya tentang apa yang saya nyatakan di atas adalah: benar kalimat-kalimat yang diucapkan almarhum ayahnya Pak Ali Habiu yang menyatakan akan datang bangsa-bangsa dari segala penjuru (Belanda, Jepang, Turki, dll..) ke Buton. Saya sudah "melihat" itu, Pak Ali Habiu. Sebagai bukti, insya ALLAH saya-lah yang "membawa" masuk perusahaan-perusahaan minyak dari kuwait, Jepang, & Inggris waktu tahun 2006. Sekarang pun mereka masih punya kepentingan di Buton. Oya, saya "membawa" masuk 3 negara di atas ke Buton waktu saya masih nongkrong di salah 1 perusahaan itu (Kufpec, perusahaan milik Kuwait).
Tinggal tunggu saja saatnya & saya berdoa semoga saya bisa secepatnya jadi pemimpin di Buton, amin...
Tabe.., satu lagi, saya insya ALLAH mengetahui sebagian besar "rahasia" di tanah Liya, Buton, & sekitarnya (termasuk Ternate - bahkan sampai ke tanah Arab).
Saya Insya ALLAH sudh mengetahui siapa itu SIPANJONGA, siapa sebenarnya itu istrinya, & siapa sebenarnya itu anak-anak mereka (WA KAA KAA & BETOAMBARI),


Salam,
La Hardi- ASLI ORANG LIYA

Jumat, 04 Februari 2011

PERSON DARI BADAN INTELIJEN NEGARA SUDAH MENJAJAKI KERATON LIYA

OLEH : ALI HABIU



Alhamdulillah puji dan syukur tak lupa senantiasa selalu diucapkan kehadirat sang halik Tuhan Tang Maha Esa, Allah Subhana wata'alah atas segala petunjuk yang baik diberikan kepada masyarakat Keraton Liya sehingga pada akhir bulan Januari 2011 lalu telah berkunjung seorang petugas dari Badan Intelijen Negara untuk menjajaki segala persoalan informasi yang telah dipublisher di alam maya lewat media internet tentang keberadaan Raja Liya beserta Patih Gajah Mada dan benda cagar budaya lainnya. Orang ini bernama Eka Garlita pangkat Kapten dari kesatuan ABRI dan tugas operasional di Maluku. Dalam penjejakannya di Keraton Liya ditemani oleh salah seorang pelatih seni budaya Liya bernama La Alidu untuk  menemani dalam mengamati leliling benteng keraton Liya; mengamati Lawang, Lingga dan Miomi juga mengamati Kuburan Haji A.Muhammad di Kohondao dan terakhir diantar ke Kapal Tosoro di Mandati. Dalam penjejakannya sambil mengamati sekaligus dia bercerita kepada La Alidu bahwa Kapal Toroso ini kalau di pulau jawa dinamakan Tordau dan dia memastikan usia Kapal Tosoro yang berada di Mandati Tonga ini telah berusia ribuan tahun lamanya. Hal ini dengan membuktikan secara fisikal - arkiologis langsung di lapangan yakni dengan meremas-remas jenis batuan tertentu yang terdapat di lereng Kapal Tosoro dan langsung dapat diketahui usianya. Demikian pula dia katakan bahwa Kerajaan Liya secara linier ada hubungan dengan Kerajaan Jogya/Solo Jawa Tengah dengan pembuktian dengan memberikan contoh pohon Sirikaya yang banyak terdapat dalam lingkup benteng Keraton Liya. Katanya Sirikaya ini merupakan buah persembahan buat Raja Jogya/Solo dan ditanam khusus di kawasan keraton disana, bahkan pohon induknya yang samapi saat ini masih dikeramatkan  saat ini masih terdapat di Jawa Tengah. Selanjutnya dia menanyakan sesuatu yang penting ke pengantarnya yakni La Alidu bahwa "apakah kamu tahu dimana kuburan Patih...."?! Dan Alidu menjawabnya : "saya belum tahu nanti saya tanyakan kembali" !! Dia bilang bahwa dengan mempelajari eksistensi lingkup Keraton Liya dan Kapala Tosoro ini serta benda-benda cagar budaya lainnya kemudian diapun pastikan bahwa kuburan Patih Gajah Mada terdapat di pulau ini. Masyaallah.... maha suci engkau yaa Allah, tuhan yang tak dapat dipersekutukan dengan apapun.  Mudah-mudahan tak memakan waktu lama lagi engkau sudah buka rahasia kekuasaan Kerajaan Liya pada zamannya yang  amat tersohor itu. Saat ini sedang berkembang sebagian peneliti sejarah asal wolio sudah berani menyebutkan bahwa Si Panjonga adalah merupakan Raja LIya Pertama berkuasa sekitar Abad XII, dan merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan-kerajaan lain di Kawasan Timur Indonesia. Tak salah lagi kata La Ode Unga Wathullah dan La Ode Ware bahwa di Liya ini merupakan negeri penuh rahasia yang akan memunculkan dirinya sendiri di saat waktu yang tepat. ****

Kamis, 03 Februari 2011

SURAT KE MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARAWISATA UNTUK PENINGKATAN STATUS DESA LIYA BESAR MENJADI DESA WISATA BUDAYA NASIONAL TAHUN 2012.

Kendari, 23 Desember 2010 


Nomor : 23/P.KABALI/XII/2010 
Lampiran : ----- 

Kepada Yth, Menteri Kebudayaan dan Parawisata Republik Indonesia

Di. Jakarta. 

Perihal : Minta Fasilitasi Desa-Desa Lingkup Kawasan Benteng Keraton Liya Kepulauan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi Menjadi Desa Wisata Budaya Nasional Tahun 2012. 


Dengan ini disampaikan kepada Bapak bahwa dalam rangka mendukung ditetapkannya pulau Hoga Kabupaten Wakatobi sebagai Destinasi Parawisata Nasional dan Internasional dengan keunggulan Wisata Bawah Laut di Segi Tiga Karang Dunia, maka kami dari Pengurus Pusat Lembaga Forum Komunikasi KabaLi Indonesia sejak tahun 2010 lalu telah bergegas menyiapkan berbagai potensi nilai-nilai Seni Budaya tradisional peninggalan leluhur Keraton Liya yang sudah ada sejak pertengahan abad XV lalu berupa sejumlah tarian tradisional dan atraksi tradisional untuk menjadi Obyek Wisata Budaya lingkup Liya Besar meliputi Desa Liya Togo, Liya Bahari, Liya mawi, One Melangka dan Wisata Kolo Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara. 

Berbagai potensi seni budaya dimaksud saat ini secara bertahap sudah dikelolah melslui Sanggar Seni Budaya KabaLI Liya dan sudah bisa ditampilkan di publik walaupun tentu sangat kami sadari masih banyak kekurangan utamanya menyangkut fasilitas aksesoris dan pakaian kelengkapan penari, instrumentasi alat-alat penunjang seperti gendang, gong serta honorarium pelatih tari dan lain sebagainya. Dilain pihak Desa Liya besar dalam kawasan Benteng Keraton Liya pada zamannya hingga tahun 1970-an masih terdapat potensi berbagai pengrajin lokal; berupa pengrajin tenung kain dan/atau tenung sarung tradisional, tembikar, besi, tembaga, perak dan emas bermotif tradisional, namun sayang sekali potensi ini sudah mulai memudar bahkan musnah sama sekali akibat kurangnya pembinaan yang mesti dilakukan secara berkala oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Buton (kabupaten induk) dan Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi. 

Pembinaan itu bisa berupa : peningkatan keterampilan para generasi pengrajin maupun permodalan bergilir. Dampak kurangnya pembinaan pemerintah mengakibatkan komunitas kelompok keluarga yang tadinya bergelut dalam bidang profesi ini kini telah berubah fungsi menjadi nelayan, pedagang dan pekebun sekalipun hampir sebagian besar peralatan mereka masih terdapat utuh disimpan di rumah-rumah kediaman mereka di Liya. 

Selain hal tersebut pada zamannya di desa Liya ini terdapat Pasar Tradisional bertradisi leluhur yakni mulai dari menghampar jualan sampai dengan menjual kepada konsumen disertai sejumlah nyanyian-nyanyian tradisi tutur tertentu sebagai penariknya dan kemudian Pasar Tradisional tersebut mulai bubar Tahun 1972-an karena sudah tidak lagi didukung oleh program pemerintah pemerintah pusat sekalipun kini lokasi Pasar Tradisional tersebut masih ada bekas-bekasnya dan utuh keasliannya. 

Berkenaan dengan dimaksud di atas, mohon bantuan Bapak Menteri kiranya dapat kami di fasilitasi sekaligus diberikan proritas dukungan kebijakan sesuai arah kebijakan dan strategi nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 Kementerian Kebudayaan dan Parawisata Republik Indonesia dalam kaitannya untuk segera meningkatkan status desa Liya besar (meliputi : desa Liya Togo, desa Liya bahari, Liya Mawi, desa One Melangka, desa Wisata Kolo) dalam kawasan Benteng Keraton Liya Kepulauan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara dapat diangkat statusnya menjadi Desa Wisata Budaya Nasional Tahun 2012 dalam kaitannya dengan sinkronisasi program kegiatan Wisata Bawah Laut di pulau Hoga Kabupaten Wakatobi dimana Kebupaten Wakatobi sudah menjadi Destinasi Parawisata Nasional dan Internasional agar komunitas masyarakat budaya di desa ini dapat meningkat perekonomiannya sekaligus kedepan dapat memberikan konstribusi bagi pendapatan Negara disektor wisata budaya. Dalam kaitan ini kami sangat mengharapkan kiranya Lembaga kebudayaan yang kami kelolah bisa bekerja sama dengan jajaran instansional Kementerian Kebudayaan Dan Parawisata khususnya dibidang pengembangan dan pelestarian adat istiadat, tradisi dan seni budaya tradisional dalam rangka mempertahankan jati diri dan tradisi leluhur, identitas bangsa Indonesia yang amat tersohor pada zamannya. 

Sehubungan hal itu, kami menunggu resfonsibilitas Bapak Menteri dan kiranya dapat segera menurunkan Tim investigasi dan pengembangan (Research and Development) untuk segera ke lapangan mengunjungi desa Liya besar dalam kawasan Benteng Keraton Liya Kepulauan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi untuk dapat menilai segala sesuatunya memungkinkan desa Liya besar menjadi Desa Wisata Budaya Nasional Tahun 2012 mendatang. 

Demikian yang dapat kami sampaikan, atas perhatian Bapak tak lupa diucapkan terima kasih.

BADAN PENGURUS PUSAT 
LEMBAGA FORUM KOMUNIKASI KABALI 


                K e t u a,                                                   Sekretaris, 


  Ir. L.M.ALI HABIU,AMts.,M.Si                          UMAR ODE HASANI,SP.,M.Si 


Tembusan: 
  1. Presiden Republik Indonesia di Jakarta; 
  2. Ketua DPD Republik Indonesia di Jakarta;
  3. Ketua DPR Republik Indonesia di Jakarta; 
  4. Kementerian Dalam Negeri dan Otonomi Daerah di Jakarta; 
  5. Gubernur Sulawesi Tenggara di Kendari;, 
  6. Bupati Wakatobi di Wangi-Wangi; 
  7. Direktur Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film Kementerian Budpar Republik Indonesia di Jakarta; 
  8. Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara di Kendari; 
  9. Ketua DPRD Kabupaten Wakatobi di Wangi-Wangi; 
  10. Kepala Dinas Kebudayaan dan Parawisata Provinsi Sulawesi Tenggara di kendari; 
  11. Kepala Balai Pelestarian dan Peninggalan Purbakala di Makassar; 
  12. Badan Pendiri Forkom KABALI pusat (sebagai laporan) di Kendari; 
  13. A r s I p.--.

SURAT PENGAKUAN RAHMAD HARDIANTO BAHWA SIPANJONGA ADALAH RAJA LIYA PERTAMA DAN BETOAMBARI ADALAH LELUHURNYA ORANG LIYA.

Rahmad Hardianto 04 Februari jam 11:24 Balas 
• Laporkan Ass.wr.wb. Pak Ali Habiu, 


Terima kasih sudah mengingatkan untuk saya nantinya mengirimkan silsilah yang sementara saya buat. Insya ALLAH akan saya kirim kalau sudah FIX, dimana nantinya mungkin ada bagian-bagian yang untuk saat ini harus saya sembunyikan. Berikut akan saya jelaskan kenapa ada yang harus saya tidak tampilkan nantinya (untuk saat ini). Pak Ali Habiu, dini hari (menjelang subuh) tadi saya alhamdulillah kembali dikasih petunjuk dari ALLAH tentang siapa leluhur saya. Seorang yang sangat-sangat besar di Indonesia, bahkan mungkin juga dunia. Yang pasti, untuk saat ini, saya tidak akan mengungkapkan mengenai siapa beliau yang saya maksud. Padahal, sampai kemarin sore & semalam, saya masih ingin memasukkan nama beliau dalam silsilah yang sementara saya gambar di komputer. Namun, selesai shalat subuh di masjid tadi, saya merenung, yakni jika saya memasukkan namanya dalam silsilah & silsilah itu pada akhirnya jatuh (garis finish-nya) di saya, maka peluang yang terjadi adalah saat ini orang-orang akan berubah menjadi mentertawai saya & mungkin akan menganggap saya sudah gila (atau lagi stress). Karena itu, sambil mendengarkan kuliah agama subuh tadi, saya berpikir keras, bagaimana supaya secara halus, saya bisa menyembunyikan mengenai nama & kebesaran leluhur saya yang satu itu. Saya terangkan: Dari garis ibu, silsilah saya jelas adalah dari Sipanjonga. Walau saya tau nama aslinya, tetapi hanya nama julukannya-lah yang akan saya pasang di silsilah. Itu demi untuk tidak dikultuskannya diri beliau sang pendiri Kerajaan Liya, Kerajaan Buton, Kerajaan Muna, Kerajaan Moronene, Kerajaan Mekongga, Kerajaan Konawe, & kalau tidak salah (soalnya saya belum terlalu yakin untuk yang terakhir ini, mengingat datanya untuk Kerajaan Ternate masih tidak terlalu kuat) beliau juga adalah pendiri Kerajaan Ternate. Saya ulangi, silsilah saya dari garis ibu adalah dari Sipanjonga, sang leluhur orang-orang Liya & kemudian diakui jadi leluhurnya juga orang-orang di kerajaan-kerajaan lainnya di atas (ada yang benar, ada juga yang hanya mengaku-ngaku). Dari Sipanjonga, menurun sampai ke Sultan Murhum yang berasal dari campuran "darah" Liya-Buton-Muna. Dari Sultan Murhum, silsilah saya berlanjut ke garis keturunan Tanailandu, namun ada juga selipan garis keturunan Kumbewaha, tetapi kembali lagi ke Tanailandu (Abdul Ganiyu, sang Kenepulu Bula) sampai ke kakek saya (Lakina Batauga), yang akhirnya menikahi wanita Muna (mungkin demi memperkuat kembali kekerabatan dgn orang-orang Muna). Adapun, silsilah saya dari garis bapak (ayah saya) adalah benar-benar senantiasa murni (turun-temurun) dari Liya (Sipanjonga). Tidak ada campuran dari suku lainnya. Walaupun misalnya ada pernikahan dgn suku lain, namun para buyut saya dari Liya, alhamdulillah sang LAKI-LAKI-nya selalu adalah orang Liya. Begitu murni terjaga garis keturunan saya dari garis bapak saya, hingga ke kakek saya yang hanya jadi imam di masjid Keraton Liya. Oya, etika kakek saya jadi imam di masjid Keraton Liya, saat itu yang jadi Lakina Liya dalah Laode Taru (bapaknya Ali Bosa kalau tidak salah..) yang berasal dari Wolio, bukan murni dari Liya. Dulu-dulu-nya jujur saya sangat kecewa karena di nama saya, di nama bapak saya, & terus ke atas di nama-nama buyut saya tidak ada kata "ODE" (LA ODE) -nya. Padahal kalau dari garis mama (ibu), begitu jelas ODE-nya. Oya, hanya untuk informasi saja, ibu Wa Ode Maasra Manarfa adalah tante saya. Saya dulu benar-benar kecewa karena tidak ada ODE dari garis bapak saya. Bukannya saya gila akan gelar ODE, cuman saya heran saja, kenapa sifat-sifat luhur dari leluhur di garis bapak saya (saya ketahui dari cerita-cerita para tetua di Liya) tidak diperjelas dgn kata ODE. Padahal, menurut saya, sifat-sifat luhur yang ada pada buyut-buyut saya itu adalah seharusnya dimiliki para bangsawan. Itu semua akhirnya terjawab (walau belum terjawab FULL) ketika saya menginjakkan kaki kembali di Liya (pada tahun 2008 lalu) setelah belasan tahun meninggalkan Liya. Saat itu, saya sebagai anak bungsu, menjadi wakil dari bapak saya untuk mengurus pertikaian yang tengah terjadi dalam keluarga besar, yakni mengenai masalah tanah-tanah warisan kakek saya (imam masjid Keraton Liya). Kakak-kakak saya saat itu sedang sibuk semua, baik ada yang menjadi kepala bank, ada yang tengah menemani suaminya yang sedang kuliah S-3 di Australia, & ada yang lagi sibuk dgn proyek-proyeknya. Oya, saya adalah bungsu dari 4 bersaudara (3 orang kakak kandung saya). Kejelasan alasan kenapa buyut-buyut saya tidak ada yang dipasangi ODE di depan namanya akhirnya saya ketahui dari salah seorang sepupu bapak saya, yakni seorang nenek yang sudah berusia lanjut. Saat itu usianya sudah 120 tahun lebih (padahal bapak saya baru sekitar 70 tahunan saat itu), namun kekuatan badan & daya ingatnya layaknya seperti masih umur 60 tahunan. Hebatnya lagi, shalatnya tetap terjaga di usianya yang sudah sangat lanjut itu. Sang nenek (sepupu bapak saya) itu pada akhirnya mengisahkan ke saya tentang leluhur orang-orang Liya. Memang tidak sepenuhnya jelas, karena ada bagian-bagian peristiwa yang "terpotong" atau tidak diingatnya. Alhamdulillahnya, masih di sekitar Liya, saya bertemu nenek lain yang saya yakin sama sekali tidak ada kaitan darahnya dgn saya. Dia meyakinkan saya bahwa pertemuan saya dgn dia itu ada maknanya. Kata sang nenek, banyak orang yang bercita-cita besar (semisal untuk menjadi presiden atau jabatan-jabatan tinggi lainnya) berusaha mencarinya, tetapi mereka ada yang tidak bisa menemuinya karena si nenek itu juga senang bepergian keluar pulau. Si nenek benar-benar meyakinkan saya bahwa peristiwa dipertemukannya saya dgn dia sebenarnya sudah "diatur". Saat itu saya (demi alasan bersopan santun) hanya diam saja mendengar semua ucapan si nenek. Mungkin karena si nenek itu merasa bahwa saya tidak yakin, jadinya si nenek mengajak saya ke suatu tempat & menunjukkan suatu makam yang katanya adalah orang besarnya negeri "ini" (berulang kali dia katakan tentang hal itu). Di sana saya dimintanya untuk beberapa waktu diam merenungkan diri saja (sambil dia berzikir), terus (setelah dia selesai berzikir) si nenek meminta saya mendoakan arwah "orang" di makam itu, akhirnya meminta saya mengikuti kata-katanya yang saya nilai adalah suatu BATATA berupa permohonan kepada ALLAH (melalui para wali ALLAH di dunia) akan semua cita-cita besar & luhur yang ingin saya capai & tuju. Sepulang dari Liya, sekitar hampir sebulan kemudian, saya mendapat kabar bahwa sepupu bapak saya (sang nenek berusia 120 tahun lebih) meninggal dunia. Saya saat itu jadi berpikir, apa mungkin sepupu ayah saya itu dipanjangkan umurnya sampai saya bertemu dgn dia..? Itu cuma jadi pikiran saya... Meskipun sudah mulai jelas, siapa-siapa leluhur saya dari garis bapak, namun ada bagian-bagian penting yang masih agak kurang jelas. Alhamdulillah, di facebook saya dipertemukan ALLAH untuk mengenal & bisa bertanya pada Pak Ali Habiu & abang Ali Ahmadi yang merupakan saudara-saudara saya sesama orang Liya. Memang saya juga sudah bertanya pada orang-orang yang saya pikir mengetahui benar akan "rahasia" Buton. Terbantu juga memang dengan info-info mereka. Namun, saya akui, bagian terbesar yang membuat semuanya menjadi terang adalah info dari sebagian tulisan di blog Pak Ali Habiu yang meminta kita semua yang mengaku orang Buton agar memikirkan sejarah Liya (sambil membeberkan fakta-fakta yang ada tetapi mungkin masih kurang jelas oleh Pak Ali Habiu). Jujur, saya benar-benar berterima kasih dgn ajakan untuk merenungkan itu, Pak Ali Habiu. Karena itu, ketika beberapa hari lalu ada orang-orang yang terang-terangan mengejek & mentertawai isi tulisan-tulisan Pak Ali Habiu (mungkin di pikiran mereka Pak Ali Habiu tidak lebih adalah seorang yang stress atau mungkin mau hampir gila, tabe..) saya langsung mengirim pesan agar Pak Ali Habiu meresponnya sambil saya berjanji akan tampil membela Pak Ali Habiu andai ada yang kembali "menyerang" lagi Pak Ali Habiu. Sayang sekali.., mungkin karena kematangan emosi Pak Ali Habiu (MOSEGA-nya orang Liya kan tidak selamanya harus ditunjukkan langsung di', Pak Ali Habiu..?), beberapa hari lalu Pak Ali Habiu hanya merespon seadanya di grup Mia Patamiana. Namun, alhamdulillah.., tampil juga abang Ali Ahmadi yang menyindir keras orang-orang yang sudah terang-terangan menghina Pak Ali Habiu. Saya saat itu belum melihat kesempatan untuk tampil membela Pak Ali habiu, karena mereka tidak merespon sindiran abang Ali Ahmadi. Kesempatan saya membalikkan mereka adalah kemarin. Moment-nya benar-benar pas untuk saya menunjukkan bukti-bukti terkait info dari pak Ali Habiu (lewat opini & silsilah yang sedang saya buat). Sekaligus saya benar-benar menyerang mereka-mereka yang hanya berani (PENGECUT) mengkritik bahkan menghina orang lain dgn TIDAK BERANI menunjukkan diri asli mereka. Hanya lewat "topeng" saja, sesuatu yang sangat2 berbeda dgn kita-kita orang Liya. Saya misalnya, beberapa waktu lalu sangat terang-terangan menyatakan bahwa WALIKOTA BAU-BAU HARI INI ADALAH SEORANG YANG "BODOH" & MELAKUKAN KESALAHAN-KESALAHAN FATAL". Saya melakukan itu diawali dgn BISMILLAH saja. Tentu saja saya insya ALLAH siap menghadapi resikonya. Dalam minggu ini, saya masih akan "MENYERANG" walikota Bau-Bau, terkait kebijakan atau diamnya dia mengenai kondisi di sekitar makam Betoambari. 

DEMI ALLAH.., BENAR-BENAR DEMI ALLAH.., BETOAMBARI ITU ADALAH LELUHUR ORANG LIYA. Saya tidak akan pernah ikhlas melihat kenyataan di sekitar makam leluhur saya diwarnai kemaksiatan seperti itu... Mohon.., sangat-sangat saya memohon agar Pak Ali Habiu & abang Ali Ahmadi juga menentang kondisi itu... ... 

Demikian dulu dari saya. Maaf saya menulis begini banyak. Tabe jika sekiranya ada kata-kata saya yang terlihat sombong atau tidak sopan. Insya ALLAH tidak ada maksud saya seperti itu (misal dinilai sombong..) & mohon maaf jika terlihat seperti itu. Tabe... Salam, La Hardi****

Sumber :http://www.facebook.com/home.php?sk=group_151044274944488&notif_t=group_activity#!/?sk=messages&tid=1531044756860