KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI BANDA PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

KabaLi

KabaLi
FOTO FASILITASI TARI NGIFI- LARIANGI LIYA, PADA ACARA FESTIVAL BUDAYA KERATON LIYA TAHUN 2011

Kamis, 26 Juli 2012

BUDAYA KABUENGA MANDATI TAK SAMA DENGAN BUDAYA SAMPEA LIYA


OLEH : HUMAS KABALI


 DR. L.M. Alifuddin Nur, M.Ag. (Kanan)
Ketua Bidang Pengembangan Kebudayaan Kabali

Kabali memberitakan bahwa Budaya Sampea Liya sudah hamper 3 dasawarsa tidak pernah lagi dilaksanakan oleh masyarakat Liya atau terakhir tampil tahun 1985-an dan  kini seluruh komunitas adat tidak berani menyelenggarakan acara Sampea tersebut karena terbentur masalah dana operasional, mengingat sebagian besar terkendala adanya keterbatasan kemampuan sosial ekonomi masyarakat dan tidak berjalannya sistem pemerintahan tradisional akibat dari telah wafatnya Raja Liya terakhir La Ode Bula.

Budaya sampea Liya masa lalu merupakan acara rutin tahunan seluruh masyarakat Liya dengan membawa hasil-hasil panen dari kebun, laut dan ternak, baik yang telah diolah dalam bentuk masakan dan disajikan dalam bentuk Liwo dan yang masih mentah, yang mana masing-masing kampung membawa hasil-hasil tersebut ke suatu tempat di lapangan belakang Mesjid Agung Keraton Liya.

Seluruh kampung melalui perwakilan masing-masing membawa makanan olahan dan yang belum di olah kemudian dibuatkan rumah tanduh dengan model sedemikian rupa dan dihiasi oleh hasil2 kebun, ternak dan laut tersebut dan bagian depan dibuatkan miniatur model kepala ayam jago besar dari bahan-bahan hasil kebun tersebut. Di dalam rumah tandu tersebut berisikan Liwo semua kampung. Sebelum diadakan makan-makan bersama dan saling tukar hasil kebun, ternak dan hasil laut, terlebih dahulu diadakan ritual adat oleh para pemuka adat dan sara mesjid Agung Keraton Liya, kemudian sedudahnya disuguhkan honari tamburu dan honari mosega, bahkan juga di suguhkan atraksi posepaa, atraksi semba wemba dan tarian-tarian asli Liya. Sesudah acara ritual dan tampilan seni budaya tersebut lalu diadakanlah makan bersama atau dikenal dengan sebutan Manga-Manga seluruh masyarakat kampung tanpa kecuali yang berkumpul di lapangan (alun-alun) keraton Liya.


 Acara Rakyat Liya di Alun2 Mesjid Agung Keraton Liya

Sayang seribu sayang, acara ini tidak pernah dilestarikan dan dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Wakatobi sehingga keberadaan Budaya Sampea boleh dikatakan bahwa saat ini hampir punah dan generasi muda Liya kebanyakan sudah tidak mengetahuinya lagi. Padahal acara Budaya Sampea Liya ini telah dilakukan oleh nenek moyang suku Liya sejak ratusan tahun silam yang lalu sebagai tanda syukur mereka akan karunia Allah SWT dan alam semesta atas pelimpahan rezeki atas hasil-hasil kebun, ternak dan laut. Dan biasanya setelah acara Sampea ini dilakukan, masyarakat Liya mendapatkan kesuburan kebun-kebun yang ditanaminya, kesuburan ternak serta hasil-hasil laut yang semakin melimpah.

Kabali menghimbau kepada Dinas Parawisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Wakatobi untuk segera mengadakan pendataan dan inventarisasi sejarah Budaya Sampea Liya ini sekaligus menjadikannya ikon budaya wakatobi sejajar dengan budaya Kabuenga asal Maadati, mengingat bahwa Budaya Sampea Liya akan memberikan konstribusi positif pada leading sector parawisata budaya di wakatobi karena budaya ini dapat membangkitkan animo para turis manca negara untuk turut aktif didalam kegiatan tersebut ketika mereka menyaksikan acara ini.

Sesuai dengan berita dari sumber media on line di http://adirafacesofindonesia.com/article.htm/378/Sisi-Lain-Dari-WAKATOBI, disebutkan bahwa  Salah satu hal yang lain yang tak kalah menarik  adalah budaya wakatobi yang masih dilestarikan salah satunya Kabuenga. Ini adalah salah satu perayaan lokal yang bahkan katanya telah diadakan sejak zaman kerajaan  kabuton. Kabuenga sendiri adalah ayunan besar yang dapat diduduki cewek dan cowok dewasa dimana mereka percaya bahwa pasangan yang diayun adalah berjodoh. Oleh sebab itu yang mengayunnya pun sambil memanjatkan doa dan nyanyian untuk mendoakan pasangan tersebut. Menurut ceritanya, kabuenga ini diadakan karena para pemuda lokal yang notabane adalah pelaut sulit memiliki waktu untuk bersosialisasi sehingga mereka kesulitan mencari pasangan sehingga diadakanlah kabuenga untuk mengatasi hal ini.


 Kabuenga Mandati

Prosesi Kabuenga dimana para gadis dalam balutan pakaian adat bersama para ibu mereka dituntun dan berjalan mengelilingi arena kegiatan sambil menyanyikan lagu kadhandiyo untuk beberapa kali. Sehubungan dengan prosesi, para gadis menyuguhkan minuman dalam takaran tertentu kepada tamu yang diundang. Tamu dengan spontan akan menghargai minuman dengan memberikan sejumlah uang dalam amplop yang tertutup.Setelah prosesi itu selesai, anak anak muda membagikan bingkisan kepada sejumlah gadis gadis kecil peserta kabuenga yang biasanya mengambil tempat di tengah arena.Setelah itu acara yang ditunggu tunggu pun berlangsung. Para orang tua lelaki akan memberikan sejumlah uang atau membawa bahan makanan untuk diberikan kepada salah satu gadis pujaan sang pemuda. Maka itu berarti sang pemuda mencintai sang gadis. Acara kabuenga diakhiri dengan mengayun pasangan muda mudi yang diketahui saling mencintai. Mereka diayun secara bersama oleh para orang tua dan disaksikan oleh seluruh pengunjung.

Konon mantra ”Kabuenga” sangat manjur sehingga dipercaya bagi pasangan yang duduk bersama dan diayun akan berjodoh. “Mantra” kabuenga ini bahkan terbukti manjur ketika artis Hanung Bramantyo dan Zaskia Mecca mencoba diayun di kabuenga dan tak lama setelah itu mereka melangsungkan pernikahan. Entah benar atau tidak yang jelaskabuenga merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang harus tetap dilestarikan.****

BUPATI WAKATOBI SEBAIKNYA MEMPELAJARI SEJARAH BUDAYANYA LEBIH MENDALAM AGAR DALAM MENGELUARKAN STATEMEN SEJARAH DIDUKUNG OLEH FAKTA SEJARAH.



OLEH : HUMAS KABALI


Bupati Wakatobi, Ir. Hugua





Dalam berita media on line http://ozzonradio.com/home/2012/03/hugua-wakatobi-bagian-kesultanan-buton-tapi-beda-etnis/, Bupati Wakatobi, Ir Hugua, mengatakan, untuk membangun eksistensi Kabupaten Wakatobi yang sudah tersohor dengan pariwisatanya, maka satu hal yang harus diperhatikan yakni Wakatobi harus unik dan beda dengan daerah lainnya di Indonesia. Hal itu diungkapkannya saat penerbangan perdana expressair rute Makassar-Wakatobi-Ambon beberapa hari lalu.

Keunikan yang dimaksudkan Bupati dua periode tersebut yakni Wakatobi tidak bisa meniru budaya, logat dari daerah lain. Jika meniru budaya daerah lain, maka secara langsung budaya Wakatobi yang diwarisi sejak para leluhur akan lebih rendah dari daerah yang ditiru.

“Wakatobi tidak bisa meniru budaya, logat daerah lain. Wakatobi harus tetap dengan budayannya sendiri. Jika Wakatobi meniru budaya dan logat daerah lain maka Wakatobi sangat jelas lebih rendah dari daerah yang ditiru,” terang Hugua.

Menurutnya, meskipun Wakatobi secara geografis berada dalam wilayah Buton (Kesultanan Buton, red), namun Wakatobi bukan berarti masuk etnis Buton. Wakatobi tetap memiliki etnis tersendiri yakni etnis Wakatobi. Dan itu sangat beralasan karena bahasa Buton dan Bahasa daerah Wakatobi tidak ada kesamaan.
“Wakatobi punya etnis tersendiri. 

Wakatobi hanya bagian dari kerajaan Buton tapi etnis beda. Pasalnya, bahasa daerah Wakatobi tidak ada yang sama dengan bahasa Buton,” katanya. Untuk itu kata Hugua, Wakatobi agar tetap memiliki eksistensi tersendiri maka Wakatobi tidak akan mengadopsi budaya daerah lainnya.  Wakatobi kata dia, memiliki budaya yang tidak dimiliki daerah lainnya.“Wakatobi memiliki kekuatan laut yang tidak bisa terpental,” tukasnya.****


Selasa, 24 Juli 2012

PEMKAB WAKATOBI BELUM MERATA MEMBINA PARA PERAJIN TRADISIONAL DI SEMUA ETHNIS DI WILAYAHNYA UNTUK HASILKAN PRODUK BERKUALITAS


OLEH : HUMAS KABALI



Forum Diskusi Masyarakat Wangi-Wangi


 DR. L.M. Alifuddin Nur, M.Ag dalam sebuah acara diskusi

Pemerintah Kabupaten Wakatobi secara real hingga saat ini belum secara adil dan merata membina para kelompok-kelompok pengrajin tradisional yang terdapat di berbagai ethnis di wilayahnya, sehingga pertumbuhan dan perkembangan ekonomi kreatif di bidang kelompok pengrajin hanya dapat dinikmati oleh kelompok-kelompok dari ethnis tertentu saja, padahal potensi corak dan ragam hasil produk petenung masing-masing ethnis memiliki motif tertentu. 

Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia sejak tahun 2011 lalu telah banyak memberikan koreksi dan pelaporan langsung ke Kementerian Perindustrian Republik Indonesia untuk dapatnya secara arif dan bijaksana menjembatani ketimpangan ini sehingga para kelompok pengrajin tredisional di wilayah Wakatobi dapat  maju secara bersama-sama dari semua kelompok  ethnis.

Alat Tenung Semi Tradisional


Katakan saja kelompok pengrajin tradisional asal Benteng Liya, disana sejak dahulu kala sangat terkenal hasil-hasil produk para pengrajinnya, sayangnya hingga saat ini pemerintah kabupaten wakatobi belum ada perhatian khusus pada kelompok ethnis ini.  Kini di Kawasan Benteng Keraton Liya telah di akomodir kelompok-kelompok pengrajin tradisional untuk mempermudah distribusi pendidikan dan pelatihan serta pembinaannya yang terdiri dari Kelompok Pengrajin Tradisonal Kabali Keraton Liya (Liya Togo), Kelompok Pengrajin Tradisional Kabali Sempo, Kelompok Pengrajin Tradisional Liya Mawi dan Kelompok Pengrajin Tradisional One Melangka.


Alat  Tenung Tradisional


Diharapkan kelompok-kelompok pengrajin tradisional ini yang direkrut dari komunitas para pengrajin berketurunan di kawasan Benteng Keraton Liya ini dapat memberikan kemudahan akses  bagi pemerintah pusat khususnya Kementerian Perindustrian untuk mendatangkan program pendidikan dan pelatihan termasuk bantuan-bantuan peralatan modern, sehingga kedepan kelompok-kelompok pengrajin ini dapat menghasilkan produk-produk tenung dengan motof kolaborasi antara tradisional dan modern sebagai soko guru leading sektor parawisata di wilayah ini. Para turis akan disematkan selendang hasil tenung tradisional Kabali, juga akan diberikan sarung  hasil tenung tradisional Kabali, sehingga ketika mereka memasuki gerbang wisata menuju Benteng Liya  mereka para turis telah disematkan sesuatu kekhasan yang dapat menutup auratnya bersifat islamik. Disamping itu juga sebagai oleh-oleh tradisonal dalam kawasan wisata Liya Togo.


Alat Tenung Tradisional


Berdasarkan sumber berita dari media on line hari senin, tanggal 2 Juli 2012 yang dikutif dari http://www.antaranews.com/berita/319305/pemkab-wakatobi-dorong-perajin-hasilkan-produk-berkualitas, mengatakan bahwa  Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wakatobi, Sulawesi Tenggara  mendorong para perajin di daerah itu untuk terus meningkatkan kualitas produksi kerajinan, sehingga kerajinan yang dihasilkan bisa laku dan mampu bersaing di pasaran.

"Saat ini, kami pemerintah Kabupaten Wakatobi terus melakukan pembinaan kepada para perajin agar bisa menghasilkan produksi kerajinan yang berkualitas tinggi, sehingga mampu bersaing di pasaran," kata Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Wakatobi, Abdul Manan di Wangiwangi, Senin.
Selain itu kata dia, Pemkab Wakatobi juga mendorong para perajin agar terus mengembangkan kreatif dan inovasi sehingga bisa melahirkan bentuk-bentuk atau motif kerajinan yang sesuai dengan kebutuhan pasar.

"Menghasilkan produk kerajinan berkualitas tinggi tapi tidak memenuhi selera konsumen di pasaran umum, menjadi percuma. Karena itu, menjadi kewajiban Pemkab Wakatobi, mengarahkan para perajin untuk bisa menghasilkan bentuk-bentuk kerajinan yang memenuhi selera pasar," katanya.
Menurut Manan, kerajinan tradisional masyarakat Wakatobi yang hingga saat ini masih bertahan dan digemari konsumen di pasaran, adalah kerajinan parang, pisau, alat-alat pertanian dan perkakas dapur yang terbuat dari besi.
Saat ini, kata dia para perajin sudah mengembangkan bentuk dan motif dari kerajinan besi tersebut sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga tidak kalah bagus dengan produk-produk perkakas dapur dari industri.

"Kita terus mendorong para perajin agar tetap kreatif dan inovatif melahirkan bentuk-bentuk kerajinan yang bagus, sehingga kerajinan tradisional peninggalan dari leluhur itu tetap eksis sepanjang masa," katanya.

Kerajinan lain yang banyak dikembangkan warga adalah kerajinan kain tenun, baik kain tenun tradisional khas masyarakat Wakatobi, maupun kain tenun khas masyarakat suku Bajo, termasuk kerajinan kerang-kerangan dari kulit mutiara.
"Ketiga jenis kerajinan itu, saat ini sudah menembus pasar di Jepang dan negara-negara Eropa," katanya.

Menurut dia, hasil kerajinan masyarakat Wakatobi tersebut menembus pasar di Jepang dan negara-negara Eropa atas promosi yang dilakukan Yayasan Megranian Bina Bangsa, yayasan di Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. ****

Sabtu, 21 Juli 2012

MENTERI PARAWISATA BERLIBUR DI WAKATOBI SEHARI, LANGSUNG MENUJU BENTENG KERATON LIYA.


 
OLEH : HUMAS KABALI



 Menteri Parawisata


Berdasarkan berita yang dikutif dari media on line http://ozzonradio.com/home/2012/01/menteri-pariwisata-berlibur-di-wakatobi/, mengatakan bahwa kunjungan Menteri Pariwisata, Marie Elka Pangestu, ke Wakatobi beberapa hari lalu, meskipun itu adalah kunjungan pribadi (libur, red) namun kedatangan pembantu Presiden tersebut diharapkan bisa melihat lebih dekat perkembangan pariwisata wakatobi. Sehingga, jika dalam perkembangan pariwisata wakatobi kedepan pemerintah pusat bisa membantu sesuai dengan kemampuan APBN.

Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi, Drs Tawakal, beberapa hari lalu mengatakan meskipun kedatangan Menteri Pariwisata itu bukan kunjungan kerja, namun Pemkab Wakatobi menyambutnya dengan maksimal. Pemkab Wakatobi sangat mengapresiasi kedatangannya.

“Kunjungan Menteri Pariwisata, Marie Elka Pangestu, selama satu hari satu malam di wakatobi itu merupakan kunjungan pertama kalinya Menteri Pariwisata semenjak Kabupaten Wakatobi menjadi daerah destinasi pengembangan pariwisata di indonesia bagian timur.
Selain itu juga, kunjungan pribadi (libur, red) Menteri Pariwisata tersebut, diharapkan bisa melihat langsung wakatobi sebagai daerah pariwisata yang kedepan nanti diharapkan pemerintah pusat dapat mengalokasikan anggaran dari APBN untuk membantu wakatobi dalam pengembangan destinasi pariwisata,” katanya.

Lebih jauh dijelaskan Tawakal, jika pejabat negara seperti menteri atau setingkat menteri sudah menginjakan kakinya di wakatobi, baik itu kunjungan kerja maupun kunjungan pribadi, maka perlahan-lahan pemerintah pusat bakal melirik semua potensi yang ada di wakatobi seperti pariwisata untuk ditumbuh kembangkan. Artinya, jika pemerintah pusat menginginkan daerah-daerah yang memiliki potensi untuk mengangakat Indonesia di mata internasional, maka pemerintah pusat tidak sungkan-sungkan untuk membantu daerah tersebut.

“Apalagi wakatobi yang sudah dikenal hingga ke manca negara dengan pariwisatanya, maka dengan kedatangan Menteri Pariwisata beberapa hari lalu diharapkan bakal membawa angin segar bagi kelangsungan wakatobi sebagai daerah destinasi pengembangan pariwisata,” harap Tawakal.

Ditambahkannya, kunjungan pribadi (libur, red) Menteri Pariwisata ke Wakatobi merupakan satu kehormatan besar bagi pemerintah dan seluruh masyarakat wakatobi. Pasalnya, dari sekian daerah pariwisata di Indonesia yang sedang berbenah hingga sudah maju seperti Bali, Menteri Pariwisata lebih memilih wakatobi untuk berlibur bersama keluaragnya.


 Mesjid Agung Keraton Liya, 1547 Masehi


Humas Kabali menanggapi berita ini bahwa kedatangan menteri ini tentu tidak lepas dari informasi-informasi yang secara intensif Kabali mengirimkan kepemerintah pusat, dalam hal ini langsung ditujukan ke Presiden Republik Indonesia dan tindasan ke Kementerian Parawisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam acara liburan sehari tersebut, Menteri Parawisata sempatkan mengunjungi Benteng Liya dan menyaksikan berbagai situs cagar budaya disana, disamping menyaksikan pemandangan alam antara Benteng Liya Lapis ke-1 dengan Benteng Liya Lapis Ke-3, sambil beliau berkata : “wah…, luar biasa pemandangan yang kita saksikan disini…, ini merupakan pemandangan alam yang terindah yang pernah saya saksikan…, belum ada samanya walaupun saya telah menyaksikan berbagai fanorama pemandangan alam di luar negeri”. Demikian kata La Alidu menirukan ucapan Marie Elka Pangestu ketika berkunjung di Benteng Liya saat itu ****

KEMENTERIAN PARIWISATA & EKONOMI KREATIF KEMBANGKAN DESTINASI SELAIN BALI, SALAH SATUNYA : LIYA-WAKATOBI.



OLEH : HUMAS KABALI


"Hasan ndou" Ketua Cabang Kabali Wakatobi 
Berdasarkan berita dari media on line  dari  http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/kementerian-pariwisata-ekonomi-kreatif-kembangkan-destinasi-selain-bali, bahwa Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif akan mendorong perkembangan destinasi wisata selain Bali.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu menyatakan destinasi wisata selain Bali yang banyak dikunjungi yaitu Batam dan Jakarta.

“Di luar itu juga ada beberapa wilayah I yang akan kita dorong perkembangannya,” katanya usai acara Wisuda Program Pascasarjana, Diploma IV dan Diploma III Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, Sabtu (9/6-2012).
Menurutnya, wilayah yang akan dikembangkan a.l Borobudur dan sekitarnya, Bromo dan sekitarnya, Pulau Komodo dan sekitarnya, serta Bandung dan sekitarnya.

Daerah lain di luar Jawa antara lain :  Di Sulawesi Tenggara yakni Wakatobi yang meliputi wisata Daiving, Snoukling dan keindahan biosfer bawa laut serta wisata budaya di empat desa yaitu desa  Waha, Ambeua, Kapota dan Liya Togo. Selain itu juga Tanah Toraja di Sulawesi Selatan dan Danau Toba di Sulawesi Tengah.

Kabali sangat mendukung program destinasi yang dilakukan oleh Kementerian Parawisata dan Ekonomi Kreatif mengingat bahwa sektor pariwisata telah menjadi pilihan terbaik dan tercepat dalam peningkatan pendapatan   dan   pendistribusian   potensi   perdesaan   serta   penyerapan   tenaga   kerja   lokal.   Oleh  karena itu Pariwisata Perdesaan di Indonesia menunjukkan perkembangan yang prospektif dalam lima tahun terakhir ini (sumber : Pusat Penelitian danPengembangan Keparawisataan Badan Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan dan Parawisata Kementerian Kebudayaan dan Parawisata, 2011).



 Lawa Puru

Prospek pengembangan desa Liya Togo dalam kawasan Benteng Keraton Liya memungkinkan sampai tahun 2020 menjadi Potensi Desa Wisata Budaya Nasional , mengingat desa Liya dalam kawasan Benteng Keraton Liya memiliki prospek obyek wisata yang dapat dikembangkan sebagai berikut :

1. Benteng Liya sejak 4 Juli 2011 melalui Menteri Kebudayaan dan Parawisata ketika itu telah mengusulkan ke Unesco untuk Benteng Liya sebagai “CAGAR BUDAYA DUNIA” dengan alasan bahwa :    
1). Benteng Liya memiliki tinggi rata-rata 3 meter dan lebar 1,5 meter tidak memiliki sediktpun mortal/pasangan,
2). Benteng Liya ditinjau dari segi artifisial baik dari udara maupun dari perairan laut sekitarnya adalah terindah di dunia karena memiliki 3 lapis, dapat dijadikan Obyek Wisata Cagar Budaya Nasional.
2.  Benteng Liya perlu diusulkan ke Kementerian Kehakiman untuk mendapat record MURI sebagai benteng terluas di dunia (Luas Benteng Liya 320.750 m2 atau  32,07 Ha, sedangkan luas Benteng Buton yang telah mendapat record MURI sebagai benteng terluas di dunia hanya memiliki luas sebesar 230.375 m2 atau 23,375 Ha), dapat di jadikan obyek wisata cagar budaya spesifik;
3.   Kawasan Benteng Liya memiliki sarana Padepokan Pusat Pelatihan Seni Budaya KabaLi Indonesia yang saat ini telah terlatih 24 jenis Seni Tari Tradisonal dan 4 jenis Seni Atraksi Tradisional, dapat dijadikan Obyek Wisata Seni Budaya/Tradisi;
4.    Dalam kawasan Benteng Keraton Liya terdapat kawasan alam terbuka sebagai obyek fanorama alam yang sebagian pakar menyebutkan sebagai fanorama alam terindah di dunia dapat dijadikan Obyek Wisata Fanorama Alam Atau Wisata Sunset
5.   Dalam kawasan benteng Keraton Liya terdapat potensi gua-gua alam yang memiliki kolam-kolam dan  lekuk yang indah yang dapat dijadikan Obyek Wisata Gua;
6.    Kawasan Benteng Keraton Liya memiliki beragam situs bersejarah, mulai Kampung tua, Mesjid tua, Lingga, Yoni, Lawang, Bastion, Benteng Pa’tua, Kuburan Raja-raja  dan sebagainya dapat dijadikan sebagai Obyek Wisata Sejarah;
7.   Masyarakat dalam kawasan Benteng Keraton Liya memiliki beragam upacara adat dan tradisi yang sering ditampilkan setiap tahunnya dapat dijadikan Obyek Wisata Tardisi Budaya;
8.    Terdapat Pasar Tradisional berbasis tradisi budaya di dusun Sempo Liya (dalam rekonstruksi) dapat dijadikan Obyek Wisara Pasar Budaya.
9.  Pesisir pantai Liya dan pulau-pulau kecil yang mengitarinya dapat dikembangkan menjadi Obyek Wisata Pantai, Sunset, Snoukling dan Daiving.*****



PEMDA WAKATOBI DIMINTA LINDUNGI ASET BUDAYA AGAR TIDAK TERDEGRADASI BUDAYA ASING


OLEH : HUMAS KABALI



Berdasarkan berita yang dikutif dari media on line di http:www.kendarine ws/index.php?option =com_content&task=view&id=22470. Semangat Pemkab Wakatobi mempopulerkan Wakatobi sebagai daerah wisata, akan berdampak terhadap jumlah kunjungan pihak asing ke Wakatobi. Tetapi disisi lain, jika tidak ada kesiapan dalam menyambut situasi kepariwisataan, maka akan berdampak terhadap ancaman terdegradasinya budaya khas Wakatobi. Makanya, Pemkab diminta melakukan langkah-langkah konkrit dan intensif dalam perlindungan aset budaya Wakatobi.
Anggota DPRD Wakatobi, Subardin Bau menandaskan, saat ini Pemkab harus memiliki konsentrasi dalam perlindungan budaya dari pengaruh asing. Seperti diketahui, saat ini Wakatobi sudah mendunia informasinya sebagai daerah tujuan dan kunjungan wisata, seiring dengan itu pula, pihak-pihak asing yang memiliki hoby melancong tidak akan menyia-nyiakannya untuk mendatangi Wakatobi.
.
 Selama ini, konsentrasi yang dilakukan banyak terserap dalam sosialisasi dan menarik kunjungan wisatawan agar lebih tinggi. Upaya-upaya dalam meningkatkan keutuhan dan terjaganya budaya lokal, sudah semestinya seimbang, sehingga tidak bisa terkikis secara perlahan dari masa ke masa. "Penanaman pentingnya melestarikan budaya lokal pada semua elemen masyarakat Wakatobi, sangat berpengaruh besar demi terlindunginya budaya Wakatobi. Utamanya pada generasi muda, sehingga meski budaya asing masuk, sedikitpun tidak menggoyahkan semangat dalam melestarikan budaya kita. Kemudian, jika karakter budaya lokal utuh dipertahankan, akan semakin memperkuat potensi wisata yang dimiliki Wakatobi," paparnya.

Sementara, salah seorang penggiat kepariwisataan Wakatobi yang juga staf Ahli Bupati Wakatobi Bidang Pemerintahan,
    
Hukum dan Politik, Drs Hasirun Ady M.Si menjelaskan, segenap elemen di Wakatobi, harus menanamkan dalam dirinya, agar menumbuh kembangkan kebudayaan Wakatobi selama ini. Itu sebagai upaya dalam menguatkan keberadaan budaya Wakatobi, dari ancaman degradasi budaya. Jika budaya kuat, maka potensi budaya itu sebagai salah satu instrumen dalam mengembangkan Wakatobi sebagai daerah pariwisata.        
   
"Upaya melindungi budaya, disamping mengangkat seni budaya Wakatobi sebagai daerah tujuan wisata dunia, juga dapat memperkecil atau menekan budaya luar masuk ke Wakatobi," jelasnya.
   
Mencegah pengaruh budaya luar, lanjutnya sekaligus dapat mencegah keharmonisan berbangsa dan bernegara di tataran daerah. Apalagi, Pemkab Wakatobi memiliki program dalam menumbuh kembangkan budaya lokal, sehingga budaya luar dapat ditekan.

 Menurut Hasirun, perlindungan budaya itu, sebaiknya diarahkan untuk meyakinkan masyarakat, agar masyarakat memahami apa sebenarnya manfaat budaya lokal sehingga ditumbuh kembangkan. Pariwisata sangat erat dengan  kebudayaan, makanya budaya-budaya lokal yang dilestarikan, dapat mengangkat nama Wakatobi di deretan daerah pariwisata dunia agar semakin berkualitas potensi wisatanya.
   
Salah satu pihak yang berkaitan erat degan pelestarian budaya, adalah pemuda, makanya pemuda Wakatobi jangan terperdaya dengan budaya asing. "Budaya lokal harus senantiasa dikembangkan, karena merupakan warisan  leluhur yang sudah dilaksanakan selama ini….

Kabali memberikan resfon positif atas upaya ini dengan saat ini telah membuat rancangan paket-paket wisata Benteng Liya dengan program ala islamik dan sementara di konsultasikan secara intensif dengan para pakar antropologi dan sosiologi budaya lembaga ini, sehingga diharapkan setiap turis manca negara masuk ke kawasan wisata budaya Liya harus mengikuti aturan yang ditetapkan.....*****